Dari Dapur hingga Pengiriman, Chef Rochendi Beberkan Celah Keracunan MBG, Bahan Baku Jadi Sorotan

Chef Rochendi dari Van Hengel Catering menilai, masalah utama keracunan sering kali muncul dari bahan baku dan cara pengolahannya.

Tribun Jabar/ Putri Puspita Nilawati
WAWANCARA - Chef Rochendi dari Van Hengel Catering. Chef Rochendi dari Van Hengel Catering menilai, masalah utama keracunan sering kali muncul dari bahan baku dan cara pengolahannya. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kasus keracunan massal pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) menimbulkan banyak pertanyaan, bagaimana makanan yang seharusnya menyehatkan justru bisa membuat ribuan anak sakit? 

Chef Rochendi dari Van Hengel Catering menilai, masalah utama sering kali muncul dari bahan baku dan cara pengolahannya.

“Jadi satu bahan itu harus betul-betul prima. Jangan beli bahan yang murah. Padahal di pasar, kualitas bahan itu macam-macam. Kalau bahan dasarnya tidak bagus, risikonya besar,” kata Rochendi saat ditemui di Jalan Belitung,Selasa (30/9/2025).

Baca juga: Breaking News: Pelajar di Kadungora Garut Kembali Keracunan Usai Santap Menu MBG

Selain kualitas bahan, ia menekankan pentingnya memilih pemasok (supplier) yang tepat. 

Pengiriman bahan yang sering terlambat bisa mengganggu operasional dapur. 

“Harus tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat ukuran. Kalau sayuran atau daging datang, ada perlakuan yang mesti dijaga. Misalnya daging, kalau akan dipakai hari itu minimal disimpan di suhu minus 5 derajat Celcius. Kalau untuk besok harus minus 18, atau kalau langsung mau dipakai, ya segera dipotong, dibersihkan, dibumbui, dan diolah,” jelasnya.

Rochendi juga menyoroti pentingnya sistem penyimpanan. Bahan makanan tidak bisa disimpan sembarangan. 

“Susu misalnya, boleh disatukan dengan turunannya seperti puding atau kue, tapi tidak boleh digabung dengan sayuran karena bisa terjadi kontaminasi. Sayuran idealnya disimpan di suhu 4 sampai 8 derajat, tertutup dengan baik, bahkan dibungkus kain. Daging dan ikan juga jangan disatukan, karena cara penanganannya berbeda, ikan lebih sensitif,” ujarnya.

Menurutnya, manajemen dapur bukan hanya soal bahan, tapi juga soal kebersihan alat, penjamah makanan, hingga sirkulasi udara di ruang masak. 

Lingkungan dapur yang panas bisa mempercepat pertumbuhan bakteri. 

“Ada penelitian, setelah makanan dimasak, dalam 17 sampai 20 menit bakteri sudah mulai muncul. Kemudian di menit ke-40, jumlahnya berlipat. Bahkan sampai 3 jam, bisa jadi ratusan ribu bakteri. Jadi suhu udara di kitchen juga jangan terlalu panas,” katanya.

Tahap akhir yang sering terabaikan adalah pengepakan dan pengiriman. 

Baca juga: Misteri Hasil Uji Lab Keracunan MBG di Garut: Pemkab Belum Terima Laporan, Pasien Sudah Pulang

Rochendi menilai, banyak katering bermasalah karena saat pengiriman boks makanan menumpuk, tempatnya belum siap, dan tenaga angkut terbatas. 

“Akhirnya boks makanan itu terpapar sinar matahari. Panas yang muncul itu panas kering, bukan panas dari mesin, dan justru itu yang membuat bakteri cepat tumbuh,” terangnya.

Ia menegaskan, untuk mencegah kasus serupa, semua tahap harus diperhatikan mulai dari pemilihan bahan, penyimpanan, pengolahan, hingga distribusi. 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved