Waspada! Anak Ceria Bukan Jaminan Sehat: Kekurangan Zat Besi Diam-Diam Intai Masa Depan Balita
Dokter Spesialis Anak, dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS, menekankan bahwa pencegahan adalah kunci utama.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA – Fenomena yang sering luput dari perhatian orang tua terungkap: anak aktif dan ceria tidak selalu berarti sehat.
Di balik tawa dan pipi tembam balita, kekurangan zat besi (defisiensi zat besi) dapat diam-diam mengintai, berpotensi mengganggu tumbuh kembang dan masa depan mereka.
Faktanya, kelompok usia 0–5 tahun adalah yang paling rentan terhadap defisiensi zat besi, khususnya dalam dua tahun pertama kehidupan.
Padahal, zat besi adalah nutrisi fundamental untuk pembentukan sel darah merah, perkembangan otak, sistem kekebalan tubuh, hingga kemampuan belajar jangka panjang.
Dokter Spesialis Anak, dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS, menekankan bahwa pencegahan adalah kunci utama.
"Sehat itu sangat murah, sangat sederhana," ujarnya dalam sesi edukasi Danone x IdeaFest 2025.
Baca juga: Mengandung Vitamin, Magnesium dan Zat Besi, Daun Kelor Bisa Jadi Solusi Atasi Stunting di Jabar
Kekurangan Zat Besi Mengintai Anak dari Semua Kalangan
Temuan mengejutkan dari penelitian kecil dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS atau dr. Tiwi di rumah sakit tempatnya bertugas, yang melayani banyak keluarga ekonomi atas dan terdidik, menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya dialami oleh keluarga kurang mampu.
"Saya pikir rumah sakit saya tuh orangnya pinter, kaya-kaya... Ternyata anemianya 30 persen juga," ungkap dr. Tiwi.
Fakta ini diperkuat dengan ditemukannya 3 dari 10 ibu hamil mengalami anemia, bahkan dari keluarga berkecukupan.
Hal ini berimplikasi pada risiko bayi yang lahir dengan cadangan zat besi rendah.
Bahkan, banyak bayi yang mendapat ASI eksklusif enam bulan pun masih mengalami anemia, menegaskan perlunya suplementasi zat besi yang tepat.
Kenapa Balita Berisiko Tinggi Kekurangan Zat Besi?
Risiko tinggi defisiensi zat besi pada balita disebabkan oleh beberapa faktor utama, di antaranya:
Cadangan zat besi bayi bergantung pada kondisi ibu saat hamil.
Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tidak tepat atau rendah sumber hewani.
Pola makan keluarga yang kurang beragam.
Gaya hidup serba cepat yang mendorong konsumsi makanan instan rendah nutrisi.
Kesalahpahaman orang tua bahwa "anak terlihat sehat pasti nutrisinya cukup."
Kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan sangat krusial, terutama untuk perkembangan otak dan saraf.
Pada anak, gejalanya seringkali samar, tidak selalu tampak pucat atau lemas, melainkan bisa terlihat sebagai:
- Anak mudah rewel.
- Kurang fokus.
- Perkembangan bicara lambat.
Dampak Fatal Kekurangan Zat Besi di Usia Dini
Konsekuensi dari kekurangan zat besi sangat serius dan berdampak jangka panjang, bahkan hingga usia dewasa.
Defisiensi zat besi dapat menyebabkan:
- Gangguan perkembangan kognitif dan kecerdasan.
- Konsentrasi menurun, dan anak mudah lelah.
- Keterlambatan bicara dan motorik.
- Penurunan daya tahan tubuh (anak sering sakit dan infeksi berulang).
- Gangguan perilaku dan emosi.
Dr. Tiwi secara khusus memperingatkan bahwa kekurangan zat besi di bawah usia dua tahun sangat berisiko menghambat perkembangan otak yang pesat pada masa ini.
"Bayi di bawah 2 tahun yang kurangan zat besi, menghadapi resiko besar untuk starting, dan pertumbuhan kognitif otaknya juga bertambah," tegasnya.
Solusi Murah dan Sederhana: Sumber Zat Besi di Rumah
Orang tua tidak perlu khawatir biaya mahal. Dr. Tiwi menyebutkan banyak sumber zat besi yang terjangkau:
- Ikan
- Hati ayam
- Daging dalam porsi kecil
- Sayuran hijau
- Buah mengandung vitamin C (penting untuk penyerapan zat besi yang lebih baik)
Kunci utamanya adalah kombinasi nutrisi yang benar dan pola makan keluarga yang mindful, menghindari makanan praktis rendah nutrisi akibat gaya hidup serba cepat.
Panduan Singkat untuk Orang Tua:
- Perhatikan nutrisi ibu sejak hamil.
- Pastikan MPASI kaya zat besi sejak usia 6 bulan, jangan hanya mengandalkan ASI.
- Sertakan sumber hewani (ikan, hati ayam, daging) secara rutin.
- Tambahkan sayur dan buah yang kaya vitamin C untuk penyerapan optimal.
- Konsultasikan suplementasi zat besi bila perlu.
- Periksakan anak bila terlihat kurang fokus, cepat lelah, atau sering sakit.
- Kurangi makanan instan dan manis yang mengganggu penyerapan nutrisi.
(*)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
| Kisah Seorang Ibu Bagikan Pertumbuhan Anaknya Tanpa Diberi HP Sejak Lahir, Hasilnya Bikin Takjub |
|
|---|
| Wujudkan Generasi Tangguh, Orangtua Perlu Perhatikan Hal-hal Penting Termasuk Pola Asuh |
|
|---|
| Tak Bersama Anak Bungsu Tiap Hari, Sule Berkaca-kaca Lihat Baby Adzam Tumbuh Gigi dan Belajar Jalan |
|
|---|
| Edamae Kaya Protein dan Nutrisi, Ini 4 Manfaatnya Bagi Kesehatan Tubuh, Bagus untuk Pertumbuhan Anak |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/ilustrasi-bayi-ngeces-shalore.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.