Mesin Jahit Jadi Musik Harapan: Lapas Cirebon Reborn Lewat Revitalisasi Industri Tekstil

Dari seragam hingga karya bordir bernilai seni, semuanya dihasilkan dengan kualitas industri.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Ravianto
eki yulianto/tribun jabar
Kepala Lapas Kelas I Cirebon, Nanank Syamsudin tengah mencoba mesin jahit yang tersedia di lapas. Lapas tersebut tenaga membuat proyek perubahan bertajuk “Revitalisasi Industri Tekstil di Lapas Cirebon: Membangun Masa Depan di Balik Jeruji untuk Mendukung Hilirisasi dan Industrialisasi.” 

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Di tengah deru mesin jahit dan semangat warga binaan yang terpancar dari balik jeruji, Lapas Kelas I Cirebon menorehkan babak baru dalam sejarah pembinaan pemasyarakatan.

Tempat yang identik dengan hukuman itu kini berubah wajah, menjadi ruang produktif yang melahirkan karya dan harapan.

Di bawah kepemimpinan Nanank Syamsudin, Kepala Lapas Kelas I Cirebon, lahirlah proyek perubahan bertajuk “Revitalisasi Industri Tekstil di Lapas Cirebon: Membangun Masa Depan di Balik Jeruji untuk Mendukung Hilirisasi dan Industrialisasi.”

Program ini menjadi simbol nyata, bahwa tembok penjara bukanlah akhir dari produktivitas, melainkan awal dari perubahan hidup.

“Revitalisasi ini bukan hanya tentang mesin dan kain, tapi tentang manusia,” ujar Nanank Syamsudin, Kepala Lapas Kelas I Cirebon saat diwawancarai, Senin (27/10/2025).

Melalui program tersebut, Lapas Cirebon bertransformasi menjadi sentra industri tekstil modern berbasis digital, sejalan dengan semangat Asta Cita Presiden Prabowo–Gibran poin ke-5, yaitu hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional.

Baca juga:  Razia Malam di Lapas Cirebon, Petugas Temukan Barang Rice Cooker Hingga Charger Ponsel

Unit usaha tekstil yang kini dikenal dengan label “Roemah Kesambi” menjadi kebanggaan baru bagi jajaran Pemasyarakatan.

Di sana, warga binaan menekuni keterampilan menjahit, membordir dan merancang berbagai produk tekstil kreatif.

Dari seragam hingga karya bordir bernilai seni, semuanya dihasilkan dengan kualitas industri.

Namun, yang istimewa bukan hanya hasil produksinya, melainkan proses di baliknya.

Setiap jahitan adalah kisah tentang rehabilitasi, setiap helai kain menjadi simbol harapan akan masa depan yang lebih baik.

“Kami ingin setiap warga binaan pulang bukan hanya dengan bekal keterampilan, tetapi juga dengan rasa percaya diri bahwa mereka masih berharga dan mampu berkontribusi bagi bangsa,” ucapnya. 

Untuk memastikan proses berjalan profesional, Lapas Cirebon menerapkan Sistem Informasi Manajemen Pembinaan Industri Narapidana (SIMBINA).

Melalui sistem ini, seluruh tahapan mulai dari pelatihan, pencatatan hasil kerja, hingga pemasaran daring, terdigitalisasi dengan rapi.

Tak berhenti di situ, Lapas Cirebon juga menggandeng mitra UMKM, Lembaga Pelatihan Kerja.dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cirebon melalui pola Public-Private Partnership.

Kolaborasi ini membuka akses pasar yang lebih luas sekaligus memperkuat rantai industri lokal.

"Dengan proyek perubahan ini, Lapas Cirebon tak hanya menjalankan mandat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, tetapi juga menjadi pionir Lapas Industri Tekstil Nasional, tempat di mana pembinaan, produktivitas, dan kemanusiaan bersatu dalam harmoni,” jelas dia.

Kini, di balik tembok penjara yang kokoh, suara mesin jahit menjadi musik harapan.

Dari tempat yang dulu dipandang suram, Lapas Cirebon justru melahirkan kisah tentang kerja keras, perubahan, dan kesempatan kedua.

Sementara itu, salah satu warga binaan, yang akrab disapa Abah (56), terlihat sibuk menuntun benang di bawah cahaya lampu bengkel jahit.

Tangannya cekatan, meski kulitnya mulai keriput dimakan usia.

Ia adalah sosok yang dulu kehilangan arah, namun kini kembali menemukan makna hidup di balik tembok penjara.

“Dulu saya pikir hidup saya sudah habis di sini."

"Tapi sejak ikut program tekstil ini, saya jadi merasa berguna lagi."

"Setiap jahitan yang saya buat, rasanya seperti menebus kesalahan masa lalu," kata Abah pelan sambil menatap hasil jahitannya

Abah mengaku, sebelum menjalani hukuman, ia pernah bekerja serabutan di kampungnya di Cirebon. 

Kini, lewat pelatihan dan pendampingan, ia mampu membuat seragam sekolah dan bordiran rumit yang dipasarkan dengan label Roemah Kesambi.

“Saya bangga waktu tahu hasil kerja kami dijual dan dipakai orang di luar sana."

“Kalau nanti saya bebas, saya ingin buka usaha kecil di rumah, biar ilmu ini nggak berhenti di sini," ujarnya. 

Bagi Abah dan puluhan warga binaan lainnya, program tekstil di Lapas Cirebon bukan sekadar pekerjaan.

Ini adalah jembatan menuju masa depan, cara mereka menebus masa lalu dengan karya nyata.(*)

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved