Unik! Belanja di Pasar Bumi Pakuwon Majalengka Tak Pakai Rupiah, Tapi Pakai 'Benggo

Pasar Bumi Pakuwon merupakan agenda budaya bulanan yang digagas sejak Oktober 2024. Diadakan diakhir bulan setiap bulan.

Penulis: Adhim Mugni Mubaroq | Editor: Ravianto
adhim mugni/tribun jabar
BENGGOL - Wisatawan yang berbelanja di Pasar Bumi Pakuwon, Desa Bantaragung, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka menggunakan uang benggol. Foto diambil Sabtu 25 Oktober 2025. 

TRIBUNJABAR.ID, MAJALENGKA - Warga dan wisatawan yang berbelanja di Pasar Bumi Pakuwon, Desa Bantaragung, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, tak menggunakan uang Rupiah seperti biasa.

Sebagai gantinya, mereka memakai “benggol”, alat tukar berbentuk potongan kayu hasil kerajinan warga setempat.

Setiap satu benggol bernilai Rp5.000. Pengunjung dapat menukarkan uang rupiah atau melalui QRIS di pintu masuk pasar, lalu menggunakan benggol itu untuk membeli jajanan, hasil bumi, dan produk UMKM lokal.

“Ide benggol ini berasal dari Pak Kades Samari.Selain sebagai identitas lokal, benggol juga menjadi simbol ekonomi mandiri desa,” ujar Wawan Hermanto, pengelola Pasar Bumi Pakuwon, Sabtu (25/10/2025) malam.

Pasar Bumi Pakuwon merupakan agenda budaya bulanan yang digagas sejak Oktober 2024. Diadakan di akhir bulan setiap bulan. 

Hingga Oktober 2025 ini, kegiatan ini yang ke-13.

Baca juga: Surga Tersembunyi di Majalengka itu Bernama Curug Sempong, Bupati Eman pun Terkesima

Event ini rutin digelar setiap bulan di kawasan sawah dan perbukitan Desa Bantaragung, sekaligus menjadi ajang promosi wisata dan produk lokal. 

Rata-rata, setiap kegiatan memutar 3.000 hingga 4.000 keping benggol atau setara dengan transaksi sekitar Rp20 juta per bulan. Jumlah pengunjungnya mencapai 1.000 hingga 3.300 orang.

Selain menjual hasil bumi dan kuliner tradisional, pasar ini juga menampilkan beragam pertunjukan seni seperti tari Jaipong, pencak silat, dan genjring. 

Menurut Wawan, UMKM yang ada di pasar Pakuwon ada sekitar 15.

Mereka berdagang makanan dan jajanan khas Sunda.

Hal ini bukan hanya menarik perhatian wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia, tetapi juga mendorong perputaran ekonomi desa secara mandiri.

“Pemuda yang dulu menganggur kini bisa ikut bekerja sebagai pedagang, barista, panitia, atau pengelola homestay. Setiap event, homestay warga selalu penuh,” jelasnya.

Pasar Bumi Pakuwon terbuka untuk umum dan tidak memungut tiket masuk atau gratis. Pengunjung cukup datang, menukar uang dengan benggol yang ingin menikmati makan.

Lalu menikmati suasana pedesaan, pertunjukan budaya, serta kuliner khas Sunda khususnya Majalengka. Disana juga ada Sungai yang biasa dipakai keluarga mengajak main anak-anaknya.(*)

Laporan Adim Mubaroq 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved