Petani Cipelang dan HPPMI Bogor Datangi BPN Jabar, Tuntut Keadilan atas Sengketa Lahan 4,1 Hektar

Kedatangan mereka bertujuan untuk menyerahkan bukti-bukti tambahan terkait kepemilikan lahan garapan di area Blok Kina.

Tribunjabar.id / Muhamad Nandri Prilatama
Sejumlah petani dari Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor yang tergabung dalam Himpunan Peternak dan Petani Milenial Indonesia (HPPMI) Kabupaten Bogor datang ke ATR/BPN Jawa Barat di Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Senin (6/10/2025) bersama Kuasa Hukum dari pemilik lahan garapan seluas 4,1 hektar bernama Suhendro, yakni Amir Amirullah untuk menyampaikan bukti-bukti tambahan bahwa kliennya memiliki lahan garapan seluas 4,1 hektar di area Blok Kina Kampung Pasir Bogor RT 2/7, Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sejumlah petani asal Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, mendatangi kantor ATR/BPN Jawa Barat di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, pada Senin (6/10/2025).

Mereka tergabung dalam Himpunan Peternak dan Petani Milenial Indonesia (HPPMI) Kabupaten Bogor dan datang bersama kuasa hukum pemilik lahan garapan seluas 4,1 hektar, Suhendro, yaitu Amir Amirullah.

Kedatangan mereka bertujuan untuk menyerahkan bukti-bukti tambahan terkait kepemilikan lahan garapan di area Blok Kina, Kampung Pasir Bogor RT 2/7, Desa Cipelang.

Amir menjelaskan, pihaknya membawa sejumlah dokumen yang telah dilegalisasi ulang oleh Kepala Desa setempat. Langkah ini diambil karena muncul dugaan adanya pihak lain yang mengajukan permohonan lahan seluas 15 hektar atas nama tiga orang.

"Itu ada surat pemberitahuan ke klien kami, yakni pak Suhendro. Yang mana pak Kades telah melakukan perbuatan melawan hukum dan telah menandatangani surat-surat yang berkaitan dengan administrasi pertanahan," ujar Amir di Kantor BPN Jabar.

Lebih lanjut, Amir menyebut dalam surat tersebut Kepala Desa mengaku menandatangani dokumen di bawah tekanan.

"Menurut pak Kades dalam surat tersebut dinyatakan kami menandatangani tersebut atas tekanan. Lalu, ada yang membuat suatu pernyataan di mana tak akan melibatkan RT/RW serta kades. Dan, dalam surat itu pun disaksikan para petani di sana," tambahnya.

Amir menuturkan, di Desa Cipelang terdapat sekitar 40 petani yang menggarap lahan seluas 11 hektar. Ia juga menyoroti status hukum Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 3 tahun 1994 yang telah berakhir pada 2014.

"Para penggarap sudah turun temurun sejak orangtuanya, kakeknya, ada sekitar 25 tahun, 20 tahun, bahkan 30 tahun. Klien kami yang memiliki area garapan 4,1 hektar berdasarkan oper alih dari ibu Rosana pada 2021 kemudian dilegalkan oleh pak kades tersebut di 2024, karena kami memohon ke BPN dan telah dilegalisasi kembali," paparnya.

Amir juga menjelaskan bahwa Rosana memperoleh lahan tersebut dari warga penggarap asli setempat, seperti H Maksum, Makmun, Abdullah, dan Hambali.

“Hambali ini yang saya tahu berdasarkan oper alih dari pak Abdullah pada 1996 dengan luasan berbeda-beda dari 7.000 sampai 10.700 meter,” imbuhnya.

Sementara itu, salah satu perwakilan petani Desa Cipelang, Mus Mulyana, berharap kedatangan mereka ke BPN Jabar dapat membawa kejelasan hukum dan rasa aman bagi para petani yang lahannya terdampak.

"Kami sudah mendengar dari masyarakat terkait SPH (Surat Pengakuan Hak) yang 15 hektar itu ada lahan kami. Biasanya kami bertani tanaman tahunan, seperti cengkeh, pisang, singkong, dan ada 23 petani terancam. Di sana ada plang dilarang memasuki area, sehingga kami takut dan was-was," kata Mus yang juga Bendahara HPPMI, sambil menambahkan bahwa sebagian lahan mereka kini telah dipagari.

Petani lainnya, Mulyadi, turut menyuarakan harapan agar BPN Jabar dapat memberikan keputusan yang adil. “Saya memohon keadilan pak dari Kanwil BPN Jabar,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved