Ojol Dapat Jaminan JKK dan JKM 6 Bulan, Serikat Pekerja Ingatkan Dampak ke Perisai
Pemerintah resmi menggulirkan stimulus ekonomi berupa bantuan iuran JKK dan JKM
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Siti Fatimah
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pemerintah resmi menggulirkan stimulus ekonomi berupa bantuan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) dengan memberikan diskon 50 persen.
Program ini ditujukan untuk pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) khususnya pengemudi transportasi online (ojek daring/ojol), ojek pangkalan, sopir, kurir, hingga pekerja logistik.
Bantuan diberikan selama enam bulan ke depan dengan tujuan memberikan perlindungan sosial bagi para pekerja rentan.
Keputusan ini diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa usai rapat dengan Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).
Baca juga: Pemerintah Umumkan 17 Program Paket Ekonomi, Pengamat: Harus Tepat Sasaran dan Diawasi!
Langkah ini disambut baik oleh Federasi Serikat Pekerja Transportasi Nusantara-Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPTN-KSPSI) Jawa Barat.
Ketua FSPTN-KSPSI Jabar, Achmad Ilyas Prayogi, menilai kebijakan ini sangat membantu pekerja transportasi yang kerap menghadapi risiko tinggi di jalan raya.
“Kalau dari FSPTN KSPSI Provinsi Jawa Barat, kami sangat bersyukur sekali. Ini bentuk nyata perhatian pemerintah kepada para pekerja transportasi, khususnya driver ojol, sopir angkot, maupun kurir yang selama ini sering berhadapan dengan risiko kecelakaan kerja,” ungkap Achmad saat dihubungi, Senin (15/9/2025).
Namun, ia menekankan adanya persoalan yang perlu diperhatikan pemerintah yaitu terkait keberadaan Penggerak Jaminan Sosial Indonesia (Perisai) BPJS Ketenagakerjaan.
Perisai merupakan kepanjangan tangan BPJS TK yang selama ini berperan melakukan sosialisasi, pendaftaran, hingga pendampingan peserta di lapangan.
“Yang sangat kami sayangkan, keputusan ini tidak mempertimbangkan unsur-unsur yang selama ini memperjuangkan dan bergerak di bidang BPJS TK itu sendiri. Perisai-perisai ini kan yang mengurus, mencari anggota, bahkan mendampingi peserta ketika terjadi kecelakaan. Kalau semua sudah dicover pemerintah, otomatis peran dan keberlangsungan kantor perisai akan hilang,” jelas Achmad.
Baca juga: Ekonom Unpar Menilai Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5 Jadi Kunci Menjaga Daya Beli Masyarakat
Menurutnya, keberadaan perisai selama ini sangat vital bagi pekerja transportasi.
Mereka tidak hanya mendaftarkan peserta, tapi juga membantu proses klaim, memberikan edukasi ke rumah sakit yang sering kali belum memahami mekanisme BPJS TK, hingga menyiapkan tim lapangan untuk evakuasi korban kecelakaan.
“Kalau ada driver celaka, itu tidak cukup hanya kartu BPJS. Harus ada petugas yang menjemput dengan ambulans, ada satgas yang mendampingi sampai rumah sakit. Itu semua dibiayai dari insentif perisai. Kalau insentif hilang, bagaimana perisai bisa bertahan?” ujar Achmad.
Achmad mengingatkan bahwa pengalaman serupa pernah terjadi ketika pemerintah memberikan bantuan iuran bagi marbot masjid, hansip, hingga ketua RT.
Kala itu, peran perisai tergerus karena kepesertaan dialihkan langsung oleh pemerintah.
Dampaknya, banyak kantor perisai yang tutup dan pelayanan ke peserta tidak berjalan optimal.
“Kalau pemerintah langsung cover tanpa melibatkan perisai, maka ribuan anggota yang dulu dikelola perisai otomatis hilang. Kontribusi perisai yang selama ini nyata, seperti sosialisasi di rumah sakit dan penanganan darurat, juga terancam hilang. Jangan sampai program bagus ini justru mematikan ekosistem yang sudah ada,” tegasnya.
Selain itu, Achmad juga menyoroti potensi masalah teknis, seperti keterlambatan pembayaran iuran oleh pemerintah.
Jika pembayaran telat, maka klaim peserta bisa tidak tercover ketika kecelakaan terjadi.
Hal ini berbeda dengan mekanisme mandiri yang biasanya langsung terkonfirmasi melalui laporan ke email peserta.
“Kalau peserta mandiri kan tiap bulan dapat laporan bahwa iuran sudah dibayarkan. Kalau pemerintah yang bayarkan, belum tentu ada laporan ke peserta. Jadi mereka bisa tidak tahu apakah statusnya aktif atau tidak. Ini bahaya kalau tiba-tiba ada kecelakaan besar dengan biaya ratusan juta,” katanya.
Sebagai solusi, Achmad menyarankan agar pemerintah melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk perisai, dalam merumuskan kebijakan.
Menurutnya, pemerintah bisa mewajibkan perusahaan aplikasi transportasi online untuk mendaftarkan mitranya secara menyeluruh ke BPJS TK.
“Kalau untuk ojol, lebih baik pemerintah menekan aplikator langsung. Karena banyak driver yang pakai lebih dari satu aplikasi. Kalau sudah wajib, otomatis kepesertaan bisa lebih maksimal tanpa mengorbankan peran perisai,” ujarnya.
Achmad pun menegaskan bahwa pada dasarnya serikat pekerja mendukung penuh stimulus ini, karena jelas bermanfaat bagi para pekerja transportasi.
Hanya saja, pemerintah perlu berhati-hati agar program ini tidak mengorbankan ekosistem perisai yang selama ini menjadi garda terdepan dalam melindungi para pekerja di lapangan.
Pemerintah Umumkan 17 Program Paket Ekonomi, Pengamat: Harus Tepat Sasaran dan Diawasi! |
![]() |
---|
Ingin Miliki Anak Melalui Program Bayi Tabung dengan Harga Terjangkau? Ini Caranya |
![]() |
---|
Wabup Fajar Aldila Minta Pejabat dan ASN di Sumedang Jangan Flexing di Medsos |
![]() |
---|
Pengembangan Program Wakaf Uang, Kolaborasi Wakaf Salman, Trimegah Sekuritas, dan ITB’85 |
![]() |
---|
Langkah Tangguh di Pegunungan Bandung, EIGER Menyatu dengan Semangat BDG100 Ultra |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.