Ada Sejak 1920, Ini Kisah Heroik Dibalik Bangunan Tua Gedung Pos Indonesia Cilaki

Gedung Pos Indonesia Cilaki atau Museum Pos Indonesia saksi bisu sebuah perjalanan kisah heroik

Editor: Siti Fatimah
Dok PosInd
GEDUNG POS CILAKI - Gedung Pos Cilaki, Saksi bisu perjalanan panjang Pos Indonesia yang didirikan pada 1931 dengan nama awal Museum PTT, keberadaannya sempat terlupakan akibat gejolak revolusi. Berkat inisiatif Direksi Perum Pos dan Giro, museum dihidupkan kembali dan diresmikan pada 27 September 1983 atau pada peringatan Hari Bhakti Postel ke-38. Seiring dengan perubahan status perusahaan, namanya akini bergeser menjadi Museum Pos Indonesia. 

Ketika semangat perjuangan untuk mengambil alih aset-aset vital dari pemerintahan Jepang menjalar ke berbagai sektor, termasuk Jawatan PTT. 

Pada 3 September 1945, sekelompok pemuda PTT yang dimotori oleh Soetoko, Slamet Soemari, dan beberapa nama lainnya mengadakan pertemuan.

 “Mereka sadar betul bahwa Jawatan PTT memiliki peran krusial dalam menyebarkan informasi dan menghubungkan seluruh wilayah Indonesia,” kata Tata.

Saat itu, Komandan Pasukan Jepang menginstruksikan bahwa penyerahan Kantor Pusat PTT harus diserahkan kepada Sekutu, bukan kepada bangsa Indonesia. Kondisi ini memicu kekhawatiran para pemuda PTT.

Tak tunduk menyerah begitu saja, mereka bertekad mengambil alih kantor pusat. Paling lambat akhir September 1945.

Koleksi prangko di Museum Pos Indonesia di sisi selatan komplek Gedung Sate
Koleksi prangko di Museum Pos Indonesia di sisi selatan komplek Gedung Sate (syarif pulloh anwari/tribun jabar)

Merespons instruksi Jepang, Soetoko, Ismojo, dan Slamet Soemari berkumpul pada 23 September 1945. Mereka menyusun strategi demi merebut kekuasaan PTT.

Keputusan penting diambil: meminta Mas Soeharto dan R. Dijar berunding dengan pihak Jepang. 

Tujuannya, agar penyerahan dilakukan secara damai. Jika perundingan gagal, mereka tidak ragu menempuh jalan kekerasan dengan bantuan dari rakyat yang siap berjuang bersama.

Keesokan hari, Soetoko mengutus Mas Soeharto dan R. Dijar menemui Tuan Osada, pimpinan PTT Jepang.

Tuntutannya tegas: serahkan pimpinan Jawatan PTT secara terhormat kepada bangsa Indonesia pada hari itu juga.

Sayang, perundingan menemui jalan buntu.

Pihak Jepang hanya mengizinkan pengibaran bendera Merah Putih di halaman belakang gedung. 

Meski kecewa, para pemuda AMPTT melaksanakannya. Mengibarkan Sang Saka Merah Putih dengan khidmat di tiang khusus tepat di atas lokasi tugu. Untung, kegagalan negosiasi ini tidak lantas memadamkan semangat.

Sebaliknya, justru makin menguatkan tekad para pejuang dalam merebut Jawatan PTT dengan cara apa pun.

Untuk menyatukan kekuatan, pada 26 September 1945, AMPTT membentuk kepengurusan.

Pengunjung melihatlihat koleksi Mas Soeharto di Museum Pos Indonesia di Bandung, Jumat (18/10). INSET - Patung dada Mas Soeharto.
Pengunjung melihatlihat koleksi Mas Soeharto di Museum Pos Indonesia di Bandung, Jumat (18/10). INSET - Patung dada Mas Soeharto. (Tribun Jabar/Deni Denaswara)
Halaman
1234
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved