Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU - Pasar beras tengah menghadapi ketidakpastian saat ini. Gabah petani yang terbatas diperebutkan dan dibeli dengan harga tinggi.
Kondisi tersebut tampak di Kabupaten Indramayu. Saat ini baru beberapa wilayah saja yang sudah melakukan panen, misalnya di wilayah Kecamatan Pasekan, harga gabah petani dihargai Rp 8.500 per kilogram.
Di wilayah Kecamatan Kroya, harga gabah lebih mahal lagi dan ada yang menyentuh Rp 9.000 per kilogram. Selain karena masih terbatas, kualitas dari gabah juga menentukan harga.
Baca juga: Harga Gabah Tembus Rp 8 Ribu/Kg, Pengusaha di Karawang Hanya Giling Padi Dua Kali Seminggu
Produsen beras yang memiliki modal kuat tidak masalah berburu gabah dan membelinya dengan harga tinggi. Mereka bahkan membayar di muka agar gabah tidak dijual ke produsen lain.
Tapi bagi produsen beras dengan modal kecil, mereka hanya bisa gigit jari dan memilih berhenti beroperasi sementara waktu.
“Kondisi seperti ini ya mau gak mau, tapi jujur ini berat pak karena kami juga dituntut agar harga beras tidak naik,” ujar Gusak Tilas Wangi, pemilik penggilingan beras di wilayah Kecamatan Karangampel, Kamis (14/8/2025).
Gusak menilai, fenomena harga gabah saat ini bukan lagi mengalami kenaikan harga, tapi sudah berubah harga.
Ia menceritakan, harga gabah sudah merangkak naik sejak tahun 2023 lalu, kala itu harga paling tinggi paling mentok di kisaran harga Rp 7 ribu per kilogram.
Tapi sekarang harga itu terus merangkak naik dan tidak pernah turun.
“Makanya banyak teman-teman yang sekarang memilih tutup, dalam artian kita wait and see, jadi lihat dulu deh, terus juga panen belum merata,” ujar dia.
Baca juga: Harga Gabah Naik, Pabrik Penggilingan Padi di Subang Banyak yang Tutup, Tak Sebanding Biaya Produksi
Dari rumor yang beredar diketahui juga ada yang menarik gabah dari petani, tapi tidak digiling melainkan stok beras itu disimpan sembari menunggu kebijakan baru.
Perilaku ini muncul seiring ketidakpastian pasar beras yang terjadi sekarang ini.
“Itu bagi yang punya modal besar, kalau kami yang modal kecil paling nanti nunggu panen raya di desa sendiri,” ujarnya.
Gusak menyampaikan, pemerintah harus bisa turun tangan menyikapi masalah ini karena kaitannya dengan harga beras nanti di pasaran.
Ia menilai, pemerintah harus fokus memperbaiki tata kelola pasar beras yang penuh ketidakpastian seperti yang sekarang terjadi. Jangan justru membuat kebijakan yang aneh-aneh.
“Saya pernah baca katanya Menteri mau menstandarkan mutu dengan menghapuskan beras medium dan premium menjadi hanya beras reguler dan beras khusus, menurut saya ini aneh,” ujar dia.
“Anehnya karena kan orang gak semua mampu beli di premium, itu pertama. Kemudian gak semua orang pengen beras medium. Kita misal punya uang lebih pasti mau dong beli beras yang rasanya lebih enak lebih pulen,” lanjut Gusak.
Belum lagi kondisi gabah petani yang beragam, gabah dengan kualitas rendah tidak bisa dijadikan bagus seperti premium begitu pula sebaliknya.
Gusak pun menyarankan agar pemerintah bisa membuat patokan khusus yang harus dipatuhi oleh semua pihak untuk harga beras.
Baca juga: Harga Gabah di Indramayu Meroket, Petani Senang tapi Produsen Beras Pusing
Sehingga harga gabah petani tidak lagi liar karena juga harus menyesuaikan dengan harga berasnya.
“Kalau ini dibiarkan saya khawatirnya bukan harga beras jadi melonjak, tapi bakal ada kelangkaan,” ujar dia.
Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan, Gusak menyampaikan, perilaku kebanyakan orang saat terjadi kelangkaan pasti akan melakukan penimbunan.
“Jadi jangan sampai orang-orang yang punya uang banyak malah nimbun, yang tadinya mau swasembada beras malah justru jadi tidak ada beras, ini yang bahaya,” ujar dia.
Kekhawatiran lainnya, jika hal itu terjadi maka pasar akan dipenuhi oleh beras pemerintah yang saat panen raya kemarin diserap besar-besaran oleh Bulog.
Ujung-ujungnya, kata Gusak, pengusaha produsen beras kecil seperti dirinya akan gulung tikar karena terus merugi.
“Selama ini petani yang terus diperhatikan pemerintah, sedangkan kami penggilingan kecil kurang diperhatikan,” ujar dia.
Gusak sendiri tidak mengetahui secara pasti berapa produsen beras modal kecil yang saat ini berhenti beroperasi sementara di Indramayu dampak ketidakpastian yang terjadi sekarang.
Tapi jumlahnya, kata dia, ada banyak, termasuk pabrik miliknya. Kondisi ini juga menimbulkan pengangguran baru.
Baca juga: Petani di Gegesik Cirebon Merugi saat Panen, Gara-gara Serangan Hama hingga Harga Gabah Rendah
Misalnya saja di pabrik milik Gusak, di sana ia mempekerjakan sekitar 10 orang, jumlahnya kadang bertambah saat dirinya membutuhkan tenaga tambahan.
Tapi sekarang, karyawan-karyawannya itu harus dirumahkan sementara, di samping, pabrik milik Gusak yang juga tengah dilakukan renovasi.
“Untungnya mereka juga garap sawah, jadi tidak full nganggur,” ujar dia.