Upah Minimum Masih Jauh dari Layak, Wacana Upah Sektoral Perlu Dikaji Matang

Penulis: Nappisah
Editor: Kemal Setia Permana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BURUH MEUBEL - Foto ilustrasi dua buruh di pabrik meubel rotan di wilayah Kabupaten Cirebon. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto, menilai upah minimum yang berlaku saat ini masih jauh dari kata layak untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja.

Namun, Roy mengingatkan bahwa kondisi saat ini berbeda karena kesenjangan upah sudah terlanjur tinggi. 

“Jawa Tengah yang tertinggi di Kota Semarang, Jawa Barat tertinggi di Kota Bekasi, dan nilainya bisa dua kali lipat. Kalau mau mengambil standar, mau ambil dari yang mana? Itu persoalannya. Jadi, hari ini bukan tidak bisa terlaksana, tapi perlu ada formula yang tidak merugikan kedua belah pihak,”  

“Kenaikannya memang sama persentasenya, tapi titik awalnya berbeda. Misalnya, Kota Bandung waktu itu upahnya Rp2,5 juta naik 10 persen, sementara Bekasi sudah Rp4 juta naik 10 persen. Hasil akhirnya jelas berbeda. PP Nomor 78 Tahun 2015 justru membuat disparitas ini semakin melebar,” ujarnya.

Menurutnya, jika ide upah sektoral disepakati sejak dulu, kesenjangan tersebut bisa diminimalisasi. 

"Hari ini bukan tidak bisa terlaksana, tapi perlu ada formula yang tidak merugikan kedua belah pihak. Karena sekarang perbedaan antara daerah dengan upah tinggi dan upah rendah sudah terlalu besar,” imbuhnya.

Roy berharap wacana ini benar-benar dibahas secara matang, agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan buruh sekaligus menjaga daya saing industri di Jawa Barat. (*)

 

Berita Terkini