Selama pemungutan suara mosi tidak percaya pada hari Selasa, 44 dari 88 anggota parlemen yang ikut serta dalam pemungutan suara rahasia memilih Oyun-Erdene, sementara 38 lainnya memilih menentangnya.
Ia membutuhkan dukungan dari sedikitnya 64 dari 126 anggota parlemen.
Baca juga: Si Jalak Harupat Jadi Venue Piala Presiden 2025, Dispora Sudah Terima Surat: Tapi Belum Resmi
"Merupakan suatu kehormatan untuk mengabdi kepada negara dan rakyat saya di masa-masa sulit, termasuk pandemi, perang, dan tarif," katanya setelah pemungutan suara.
Ratusan pengunjuk rasa, banyak dari mereka adalah kaum muda, telah turun ke jalan selama dua minggu sebelum pemungutan suara, menuntut pengunduran diri Oyun-Erdene.
Oyun-Erdene telah menepis tuduhan korupsi dan menuduh para kritikus melancarkan kampanye kotor terhadap dirinya.
Menurut Transparency International, Mongolia telah mengalami korupsi yang semakin parah sejak Oyun-Erdene berkuasa.
Tahun lalu, negara itu menduduki peringkat ke-114 dari 180 negara dalam hal transparansi pemerintahan.
Sebagai bekas negara komunis yang diapit antara Rusia dan Cina, Mongolia telah beralih ke demokrasi sejak runtuhnya Uni Soviet pada awal 1990-an.
Korupsi merupakan masalah yang terus-menerus terjadi. Tahun lalu, jaksa penuntut AS berusaha menyita dua apartemen mantan Perdana Menteri Mongolia Sukhbaatar Batbold di New York yang diduga dibelinya menggunakan dana pertambangan yang dicuri.
Batbold, yang menjabat dari tahun 2012 hingga 2015, membantah melakukan kesalahan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Mongolia berupaya membangun hubungan yang lebih dekat dengan Barat, dengan menjadikan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa sebagai bagian dari kebijakan luar negeri "tetangga ketiga". (*)
Artikel ini telah tayang di TribunWow.com dengan judul Gara-gara Pacar Anak Pamer Liburan & Tas Mewah, PM Mongolia Mengundurkan Diri