كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ تُلُقِّىَ بِنَا – قَالَ – فَتُلُقِّىَ بِى وَبِالْحَسَنِ أَوْ بِالْحُسَيْنِ – قَالَ – فَحَمَلَ أَحَدَنَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَالآخَرَ خَلْفَهُ حَتَّى دَخَلْنَا الْمَدِينَةَ.
“Nabi SAW, ketika datang dari suatu perjalanan, maka kami menemuinya, yakni saya, Hasan dan Husein menemui beliau, lalu beliau menggendong salah satu dari kami di bagian depan dan yang lainnya (digendong) di bagian belakang sampai kami masuk kota Madinah” (HR. Muslim).
Sementara terkait pemberian makanan dalam penyelenggaraan walimatus safar oleh umat Muslim yang akan berangkat haji dan umrah atau sepulangnya dari sana, hal ini telah dijelaskan oleh Imam An Nawawi di dalam kitab Al Majmu’ Syarh Al Muhadzab. Beliau berkata:
يُسْتَحَبُّ النَّقِيعَةُ وَهِيَ طَعَامٌ يُعْمَلُ لِقُدُومِ الْمُسَافِرِ وَيُطْلَقُ عَلَى مَا يَعْمَلُهُ الْمُسَافِرُ الْقَادِمُ وَعَلَى مَا يَعْمَلُهُ غَيْرُهُ لَهُ.
"Annaqi’ah itu disunnahkan. Yaitu makanan yang disedekahkan karena sekembalinya dari perjalanan. Dan hal ini dimutlakkan baik bagi musafirnya (Calon Haji) atau bagi orang lain (keluarganya)."
Fatwa imam Nawawi tersebut berdasarkan hadis riwayat Jabir Ra.:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ مِنْ سَفَرِهِ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً ” رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
“Bahwasannya Rasulullah saw. ketika sampai di Madinah dari perjalanannya, beliau menyembelih kambing atau sapi.” (HR. Al Bukhari)
Dikutip dari TribunSumsel, demikian berdasarkan keterangan hadis di atas, demikian hukum acara walimatus safar tidak hanya sekadar tradisi baik yang dilakukan mayoritas kalangan umat Muslim sebelum dan sesudah berangkat haji dan umrah.
Tetapi soal hukumnya, tidak ada riwayat dan dalil hadis yang jelas tentang kesunahannya.
Namun, hendaknya acara walimatus safar tersebut diselenggarakan sesuai koridor agama dengan tanpa adanya israf (berlebih-lebihan) dan memberatkan bagi calon jemaah haji.