PPDB Masih Rawan Kecurangan Meski Ganti Nama jadi SPMB, Pengamat Tak Setuju Ada Jalur Domisili

Penulis: Hilman Kamaludin
Editor: Ravianto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orangtua siswa saat mencoba membuka situs PPDB online Disdikpora Kabupaten Cianjur, Kamis (20/6/2024). Jalur domisili masih menjadi jalur rawan kecurangan di PPDB yang telah berganti menjadi SPMB.

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pengamat Kebijakan Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Cecep Darmawan, menilai perubahan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) rawan terjadi kecurangan.

Seperti diketahui, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), telah mengumumkan perubahan sistem PPDB pada tahun 2025 ini menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).

Pada sistem baru ini akan dibuka jalur domisili, afirmasi, mutasi dan prestasi.

TAK SETUJU JALUR DOMISILI: Pengamat Kebijakan Pendidikan dari UPI Cecep Darmawan. Jalur domisili di SPMB dinilai rawan kecurangan. (Istimewa)

Cecep yang juga menjabat Dekan Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, UPI tersebut mengatakan, jalur domisili itu masih berpotensi rawan terjadi kecurangan karena nantinya orang akan berduyun-duyun membuat domisili baru.

"Jadi alamat domisilinya boleh gak punya dua atau tiga? Bagaimana ngeceknya, apakah Disdukcapil mencatat alamat domisili orang itu. Sebab, kalau di Disdukcapil hanya alamat KK rumah, jangan-jangan ada jual beli alamat domisili, itu rawan," ujarnya saat dihubungi, Kamis (30/1/2025).

Atas hal tersebut, Cecep mengaku kurang setuju dengan jalur domisili pada SPMB ini karena nantinya bisa lebih rawan terjadi kecurangan daripada jalur zonasi yang menggunakan alamat rumah atau Kartu Keluarga (KK).

"Istilah domisili itu harus dipertegas, bisa gak orang punya domisili banyak. Nanti bagimana kalau orang punya domisilinya beberapa, nah itu harus diatur juga nanti orang ramai-ramai pindah domisili, ini bisa diakali juga," kata Cecep.

Jika sistem ini diterapkan, kata dia, maka harus ada langkah antisipasi dari pemerintah yakni panitia sekolah PPDB harus dari dinas.

Sehingga, pantia di sekolah itu bukan hanya sekedar panitia dari sekolah saja tetapi gabungan.

"Jadi dinas yang ngatur, nanti ada unsur sekolah, komite perencana, unsur perguruan tinggi, kemudian ada dari organisasi kependidikan, termasuk ada ombudsman kalau diperlukan," ucapnya.

Di sisi lain Cecep mengatakan, pada penerimaan peserta didik tersebut seharusnya kementerian harus kreatif jangan sekedar ganti istilah. Sebab, pokok persoalan dalam PPDB itu karena standarisasi sekolah tidak sama.

"Akhirnya kan sekolah-sekolah standar yang baik dan bagus diperebutkan dengan berbagai cara. Kalau tidak diperbaiki standarisasi sekolah itu maka akan terjadi terus seperti ini," ujar Cecep.

Atas hal tersebut, kata dia, pemerintah harus melakukan restrukturisasi lagi dan menyamakan standarisasi pendidikan antar kota, kecamatan, desa karena jika hal itu dilakukan nantinya tidak akan ada masalah pada PPDB.

Dalam penerimaan peserta didik ini, Cecep tetap lebih setuju jalur zonasi yang berbasis alamat KK karena data itu pasti akan terecord, kemudian dalam beberapa tahun tidak boleh pindah kecuali ada alasan tertentu.

Tetapi jalur zonasi itu, kata dia, harus dilakukan metode mix dengan prestasi atau jangan dipisahkan.

Halaman
12

Berita Terkini