TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Tuntutan mati Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa perudapaksa 13 santriwati di Bandung, Herry Wirawan, mendapat tanggapan dari anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman.
"Kami berikan aplaus terhadap tuntutan mati terhadap predator monster Herry Wirawan," kata dia dalam Rapat Kerja Komisi III dengan Kejaksaan Agung di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (17/1/2022).
Habiburokhman juga meminta agar hal serupa dibuat dengan standarnya seperti kasus Herry Wirawan.
"Kalau korbannya banyak, apalagi anak-anak, jangan ragu! Kami dukung 100 persen tuntut hukuman mati," kata dia.
Baca juga: Tanggapan Wapres Maruf Amin Soal Tuntutan Hukuman Mati Bagi Herry Wirawan
Sebelumnya, guru pesantren yang merudapaksa santriwati di Bandung Herry Wirawan dituntut hukuman mati, kebiri kimia, denda senilai Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan.
Jaksa menilai, kasus tersebut masuk kategori kejahatan kekerasan seksual.
Herry Wirawan menghadiri sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022).
Tuntutan terhadap Herry Wirawan dibacakan langsung oleh Kejati Jabar, Asep N Mulayana.
Asep N Mulyana menyebut, kasus Herry Wirawan yang merudapaksa 13 santriwati masuk kategori kejahatan kekerasan seksual.
Asep melanjutkan, kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa dilakukan kepada anak didiknya yang merupakan perempuan asuh yang berada dalam relasi kuasa.
"Jadi anak-anak berada dalam kondisi yang tidak berdaya karena berada dalam tekanan pelaku dan kedudukan pelaku selaku pendiri pengasuh sekaligus pemilik pondok pesantren," lanjut Asep.
Asep N Mulyana menjelaskan, kejahatan kekerasan seksual yang dilakukan Herry Wirawan terhadap 13 santriwati berpotensi merusak kesehatan hingga menularkan penyakit kepada korbannya.
Baca juga: Keluarga Korban Herry Wirawan Merasa Terlukai dengan Sikap Komnas HAM, Saya Enggak Habis Pikir
"Kekerasan terdakwa ini itu berpotensi merusak kesehatan anak terutama karena di bawah usia 17 tahun," ucapnya, Selasa, dikutip dari Kompas.com.
"Tidak hanya membahayakan kesehatan anak perempuan yang hamil di usia dini, tapi berisiko menularkan penyakit HIV, kanker serviks dan meningkatkan angka morbiditas (orang dengan keluhan kesehatan)," terang Asep.
Asep mengungkapkan, nafsu seks Herry Wirawan tinggi hingga tak mengenal waktu.
Ia menilai perbuatan terdakwa ini berpengaruh terhadap psikologis dan emosional anak secara keseluruhan.
Selain itu, kekerasan seksual yang dilakukan Herry terhadap belasan anak didiknya itu direncanakan dan dilakukan secara sistematik.
"Kekerasan seksual oleh terdakwa terus-menerus dan sistematik."
"Bagaimana mulai merencanakan mempengaruhi anak-anak mengikuti nafsu seks dan mengikuti dan tidak mengenal waktu pagi, siang, sore, bahkan malam," kata Asep.
"Terdakwa menggunakan simbol agama dalam pendidikan untuk memanipulasi dan alat justifikasi," kata Asep.
Asep menambahkan, perbuatan Herry Wirawan berpotensi menimbulkan korban ganda.
"Perbuatan terdakwa berpotensi menimbulkan korban ganda menjadi korban kekerasan seksual dan korban ekonomi fisik yang menimbulkan dampak sosial berbagai aspek," imbuh Asep.
(Reza Deni/Tribunnews)