Pelihara 'Tuyul' Sejak 40 Tahun Lalu, Kakek Ini Mampu Sekolahkan Anaknya hingga Sarjana & Jadi Guru
Empat puluh tahun lalu Rahmat Ali banting setir. Ia kerap berjalan kaki membawa tuyul.
Penulis: Fauzi Noviandi | Editor: taufik ismail
Laporan Kontributor Tribunjabar.id, Kota Sukabumi, Fauzi Noviandi.
TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Prtofesi jasa tensi darah keliling saat ini sudah jarang ditemukan.
Namun Rahmat Ali, kakek berusia 70 tahun masih mempertahankan profesi tersebut.
Ia sudah menjalani penyedia jasa tensi darah keliling selama 40 tahun.
Baca juga: GAWANG I MADE WIRAWAN Persib Bandung Digempur Berulang-ulang, Bali United Nyaris Cetak Gol, Waspada!
Baca juga: Tonton Live Streaming Ikatan Cinta Malam Ini 24 Maret 2021, Al Dapat Kabar Buruk, Andin Menguatkan
Rahmat Ali merupakan warga asal Kampung Cirumput, Desa Salaawi, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi.
Meski telah menginjak usia senja, rambut sudah dipenuhi dengan uban, janggut mulai memutih, ia masih terlihat sehat.
"Hampir setiap hari tuyul ini saya bawa ke mana-mana," katanya sambil menunjuk kotak panjang berwana merah saat ditemui di Jalan Perpustakaan, Kota Sukabumi, Rabu (24/3/2021).
Tuyul yang dia maksud bukanlah tuyul yang sering dianggap masyarakat sebagai mahluk gaib.
Tuyul dimaksud kakek tinggi kurus tersebut merupakan sebuah alat kesehatan yaitu tensimeter.
"Ini hampir selama 40 tahun, alat ini dapat menghasilkan uang, juga dapat menghidupi istri dan anak-anak. Sehingga saya selalu menyebutnya tuyul," ucapnya sambil tersenyum lebar pada beberapa orang di sekitarnya.
Kakek bertopi loreng ini mengisahkan, sebelum berprofesi sebagai jasa tensi darah keliling, ia merupakan seorang honorer penyuluh kesehatan di Kecamatan Sukarja, Sukabumi sekitar akhir tahun 1970.
Pertama menjadi penyuluh di bidang kesehatan, kakek lulusan Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas (SLTA) ini dibayar sebesar Rp 15 ribu per bulan, setelah menginjak satu tahun upahnya sebagai honorer naik menjadi Rp 35 ribu per bulan.
"Saat itu gaji sebesar Rp 35 ribu, sedangkan utang ke warung untuk keperluan rumah tangga mencapi Rp 45 ribu. Setelah hampir selama tiga tahun menjadi penyuluh, saya mencari pekerjaan lain," katanya.
Pada akhirnya sekitar tahun 1973-an, Rahmat diterima di perusahaan batu bara sebagai teknisi.
Namun tidak bertahan lama, hingga akhirnya ia memutukan mencari pekerjaan lain ke kota lain.