Laporan Kontributor Kuningan, Ahmad Ripai
TRIBUNJABAR.ID, KUNINGAN - Ratusan aktivis dari 70 komponen organisasi kemasyarakatan (ormas) di Kabupaten Kuningan mendatangi Gedung DPRD Kuningan di Jalan RE Martadinata, Rabu (7/10/2020).
Massa yang terdiri atas perwakilan santri, pondok pesantren, hingga ormas itu tiba di Gedung DPRD Kuningan sekitar pukul 09.30 WIB.
M assa langsung menggelar orasi di hadapan perwakilan anggota DPRD Kuningan yang keluar menemui pendemo.
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Kuningan, Edin Kholid, mengecam keras perkataan Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy, yang menyebut, 'Ponpes Husnul pembawa limbah'. Menurutnya, ucapan itu sangat tidak pantas.
"Kami akan melaporkan Nuzul Rachdy ke Badan Kehormatan DPRD Kuningan," ujarnya.
"Kita mengecam keras ucapan Nuzul karena statemennya tidak bertanggung jawab. Makanya kita meminta BK menindaklanjuti ucapan Nuzul tersebut," ungkap Edin.
Dia menyebut, massa mendukung Pondok Pesantren Husnul Khotimah agar terhindar dan bebas dari penyebaran virus corona saat ini, serta menyelesaikan persolan sekarang.
"Kita mendukung Husnul untuk melakukan upaya hukum, karena BK hanya memberi sanksi melanggar atau tidak melanggar kode etik. Upaya hukum harus jalan dan yang berhak mengajukan adalah Ponpes Husnul Khotimah," katanya.
Selain itu, massa juga menuntut PDI Perjuangan sebagai partai yang mengusung Nuzul Rachdy untuk mengeluarkan rekomendasi pemecatan Nuzul.
"Kita mendorong BK untuk melakukan tugasnya sesuai tupoksi, jika keinginan kami tidak sesuai, kami minta pimpinan partai yaitu PDIP untuk mengeluarkan rekomendasi pemecatan Nuzul Rachdy karena menurut kami dia sudah tidak pantas sebagai ketua dewan," kata Edin Kholidin.
Bahkan dengan, Edin mengatakan, jika tuntutan tersebut tidak direalisasikan, para santri akan kembali mendatangi dan menduduki Gedung DPRD Kuningan pada Hari Santri Nasional 22 Oktober.
"Manakala ini tidak direalisasikan maka kami para santri di hari santri nasional 22 Oktober nanti kami akan datang kembali dan menduduki Gedung DPRD," ujarnya.
Minta Maaf
Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy, menyampaikan permohonan maaf dan klarifikasi diksi soal limbah Ponpes Husnul Khotimah.
Itu dikatakan Nuzul Rachdy kepada awak media di ruang Banggar DPRD Kuningan, Senin (5/10/2020).
Mengawali pernyataannya, Zul sapaan akrab politisi PDIP sebelumnya melayangkan undangan kepada pihak Ponpes Hunsul Khotimah, Ponpes Mutawally, dan Ormas APIK (Aliansi Persaudara Islam Kuningan) dan dimediasi oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) Kuningan.
“Pelayangan undangan itu, untuk menjawab pernyataan mereka yang tertuang dalam sejumlah pemberitaan di Kuningan,” katanya.
Namun, kata Zul, meski mereka tidak hadir, tidak menyurutkan niat dalam menyatakan sikap permohonan maaf dan klarfikasi soal diksi limbah dalam penggalan kalimat di berita sebelumnya.
“Munculnya kata mengawali dengan kalimat, ‘jangan sampai husnul membawa limbah' dan kalimat 'jangan sampai' sama sekali bukan diartikan sebagai tuduhan justru lebih berkonotasi untuk mengingatkan dan kata limbah tersebut,” kata Zul.
Kata dia, ini dipengaruhi oleh kehadiran beberapa orang termasuk ketua BPD mengenai kekhawatiran penyebaran Covid-19 di Desa Manis Kidul.
“Namun demikian apabila kata limbah ini menggangu kenyamanan berbagai pihak di Kabupaten Kuningan, dengan kerendahan hati saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya,” ujarnya.
Kemudian, kata dia, tentang pernyataan sikap yang lain atau tentang penutupan sementara dan pemulangan santri adalah tanggung jawab sikap pribadi.
“Yang saya khawatirkan dalam statement saya dalam wawancara tersebut, tentang penambahan konfirmasi positif terbukti. Karena sampai dengan saat ini data yang kami peroleh dari gugus tugas sebanyak 187 orang. Belum lagi swab yang diperiksa di Bandung belum terkonfirmasi hasilnya, padahal saya waktu diwawancara baru pada angka 46 orang,” ujarnya.
Statement dan tentang penutupan sementara dan pemulangan santri, kata dia, sebenarnya pun sudah disampaikan terlebih dahulu oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum.
“Pada saat melakukan kunjungan ke Ponpes Husnul Khotimah bersama dengan gugus tugas Jawa Barat, sekali lagi atas pernyataan saya tentang diksi "limbah" yang membuat sebagian masyarakat Kuningan tidak nyaman, dengan ketulusan hati kami menyampaikan permohonan maaf,” kata Zul.
Ditempat sama, adanya limbah yang di hasilkan dari kandang sapi milik Ketua DPRD Kuningan setempat.
Ponpes Husnul Khotimah Tidak Merespons
Sanwani, seorang pengurus sekaligus Juru Bicara Ponpes Husnul Khotimah, mengatakan pihaknya tidak merespons ucapan ketua DPRD Kuningan.
“Atas dasar perintah yayasan dan pimpinan, kami tak menanggapi soal kalimat yang dikeluarkan Ketua Dewan. Namun hingga kini, kami fokus lakukan penanganan kesehatan santri dan lingkungan ponpes dari jumlah terkonfirmasi Covid-19,” kata Sanwani, saat dikonfirmasi melalui sambungan selulernya, Minggu (4/10/2020).
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI) Kabupaten Kuningan, Toto Suripto, menilai kata-kata Ketua DPRD Kuningan bisa multitafsir dan perlu diklarifikasi.
“Dari kata-kata Ketua DPRD ini bisa menuai dan menilai keberadaan Pondok Pesantren Husnul Khotimah selama ini terkesan negatif, karena hanya membawa limbah atau membawa yang tidak bernilai, baik itu berupa wabah ataupun limbah yang lainnya,” kata Toto.
• HMI Cianjur Beraksi Tolak Omnibus Law: Odading+Anggota DPR Rasanya . . . Banget
• Menaker Ida Fauziyah Tulis Surat Terbuka Mengenai UU Cipta Kerja, Isinya Bisa Diunduh di Sini
Penempatan kata limbah yang disandingkan dengan kata wabah, kata Toto, maka seolah adanya wabah di pesantren Husnul Khotimah, tidak hanya saat sedang terjadi pandemi Covid-19.
“Terlebih lagi adanya kata-kata limbah segalanya," ujarnya.
Harusnya, kata Toto, kalimat itu dapat dijelaskan oleh ketua DPRD Kabupaten Kuningan secara objektif dan logis.
“Karena kedudukannya sebagai pejabat publik yang terikat oleh kode etik dan sebagai warga negara yang harus memiliki perlakuan yang sama dihadapan hukum, maka statemennya harus dipertanggungjawabkan secara hukum," ujar di damping Sekretaris PPHI Kuningan, Dadan Somantri Indra Santana.
Dadan menilai pernyataan Nuzul Rachdi sangat berlebihan dan tendensius.
“Mestinya selaku pejabat publik dalam menyampaikan pandangan atau pendapatnya jangan sampai sifatnya multitafsir,” ujarnya.
Terpisah, Koordinator Aliansi Persaudaraan Islam Kuningan (APIK) Andi Budiman, merasa sangat kecewa dan sangat tersinggung dengan pernyataan tersebut.
"Tidak pantas saudara Nuzul menyampaikan pernyataan seperti itu, karena asumsi limbah itu kan kotoran, sementara pondok pesantren adalah tempat mendidik umat, mengajarkan kebaikan," katanya.
Andi juga menuntut agar ketua dewan dari partai PDIP tersebut segera mengklarifikasi pernyataannya untuk menghindari kegaduhan di tengah masyarakat.
"Umat muslim ibarat satu tubuh, dan jangan sampai menimbulkan kegaduhan di Kabupaten Kuningan," katanya.
Mengulas pernyataan Ketua DPRD Kuningan, kata Andi, ini dapat membuat asumsi bahwa pondok pesantren adalah sumber wabah.
“Padahal, jauh-jauh hari sebelumnya dampak wabah korona ini sudah menyebar dan Pondok Pesantren Husnul Khotimah sudah berbuat banyak bukan hanya untuk Kabupaten Kuningan, tapi juga untuk negara Indonesia,” ujarnya.
Lebih dari 5.000 alumni yang tersebar di 33 negara itu banyak yang menjadi doktor dan pejabat publik. Ratusan hafidz/ hafidzhoh dihasilkan setiap tahun.
“Tak hanya itu, keberadaan Ponpes Husnul Khotimah, ekonomi masyarakat sekitar sangat terbantu, perputaran uang lebih dari Rp 100 miliar per tahun mulai laundry, kantin, pegawai, semua menikmati keberadaan Husnul Khotimah selama lebih dari 26 tahun,” katanya. (*)