Mendengarkan musik dengan menggunakan pengeras suara atau speaker bisa menjadi salah satu cara menikmati musik. Namun kebanyakan pengeras suara menggunakan energi listrik. Bagaiamana jika ada pengeras suara yang tidak perlu menggunakan listrik?
Earth.Co. berhasil menjawabnya dengan sebuah inovasi yang mereka beri nama Cueva, pengeras suara tanpa listrik. Ceritanya bermula saat sembilan mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB Bandung, yang mendirikan Earth.Co., mendapat tugas di matakuliah IBE (Integrative Business Experience) untuk menciptakan sebuah produk yang memiliki inovasi. Maka hadirlah Cueva ini.
Wulan, Head of Marketing Earth.Co. menceritakan perjalanan mereka dalam membuat speaker ini. “Kebetulan, kita beragam banget. Ada yang suka seni, teknologi, tapi yang pasti kami semua suka musik. Nah, kita menggabungkan antara seni dan teknologi ini,” jelas Wulan.
Wulan tidak sendiri saat di temui di salah satu rumah makan di Kota Bandung, bersama Intan Corporate Secretary Earth.Co. yang ikut menambahkan bahwa ide awalnya dari kakaknya, Ecky, tapi blueprint produk Cueva ini asli dari mereka yang berkonsultasi dengan mahasiswa Fisika Teknik ITB.
Nama Cueva sendiri berasal dari bahasa Spayol yang artinya gua. Ketika kita berbicara di gua, suara akan memantul-mantul di dinding gua. Speaker ini memanfaatkan resonansi itu. Seperti fungsi lubang pada badan gitar yang memiliki fungsi untuk mengeluarkan suara getaran senar lebih keras.
Maka konsultasi dengan mahasiswa fisika teknik bukan tanpa alasan. Cara kerja speaker Cueva yaitu dari speaker eksternal telepon genggam masuk ke dalam lubang-lubang speaker Cueva, lalu gelombang suaranya dipantulkan. Cara kerja ini sama seperti telepon genggam yang dimaksukkan ke dalam mangkuk.
Intan juga bercerita tentang kedala proses produksi, “Proses produksi yang paling susah, mencari pengrajin yang bisa mengerjakan sesuai dengan spesifikasi yang kita inginkan. Pemilihan kayu juga susah karena untuk tonewood ini yang dipakai harus kayu yang kering sedangkan kebanyakan kayu basah. Jadi harus pintar-pintar mencari kayu,” ungkap perempuan kelahiran Jakarta dua puluh tahun yang lalu.
Produk-produk unik yang inovatif memang bukan barang yang murah. Namun, tujuan pembuatan yang ramah lingkunganyang menjadi harga sangat tinggi. (tj2)