Apih Tetap Setia pada Terompet Tahun Baru

Ditemui di lapak dadakan pinggir Jalan Cipaganti, Apih mengaku dirinya sudah memulai pembuatan terompet tahun baru sejak 1996. Berawal dari

Penulis: roh | Editor: Darajat Arianto
Oleh Ida Romlah

BUNYI terompet terdengar setiap kali malam pergantian tahun datang. Benda tersebut kerap ditiup di mana-mana sebagai pertanda bahwa tahun telah berganti.

Adalah Apih Nuryaman, pria yang memanfaatkan momen pergantian tahun untuk membuat terompet. Di rumahnya, Gang Swadaya Blk No 508, Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, pria 75 tahun itu membuat berbagai macam terompet khusus untuk tahun baru. Bahan bakunya sederhana, yakni kertas karton dibalut dengan kertas koil berwarna-warni.

Ditemui di lapak dadakan pinggir Jalan Cipaganti, Apih mengaku dirinya sudah memulai pembuatan terompet tahun baru sejak 1996. Berawal dari memerhatikan orang-orang di sekitarnya yang sering membuat terompet tahun baru, Apih pun tertarik ikut bikin. "Saya bikin di rumah. Dibantu istri, anak, dan keluarga saja," kata Apih ketika ditemui pekan lalu.

Setelah terompet perdananya tercipta, Apih mencoba menjajakannya di pinggir jalan protokol di Kota Bandung. Ternyata respons masyarakat bagus. Pembeli pun bukan hanya eceran, tapi juga grosiran untuk dijual kembali di tempat lain.

Tidak hanya itu, belakangan banyak perusahaan, pusat belanja, hotel, dan rumah makan yang membeli terompet buatan bapak dua anak ini. Bagi perusahaan, pusat belanja, hotel, dan rumah makan, terompet tidak untuk dijual kembali, tapi hanya sebagai ornamen menyambut Tahun Baru.

Meski banyak yang membeli dalam jumlah partai, Apih tetap menjajakan terompet buatannya secara eceran di pinggir jalan. Jalan Cipaganti sebelum lampu merah Cihampelas menjadi pilihannya membuka lapak dadakan untuk terompet. Awal Desember dipilihnya sebagai waktu memulai buka lapak.

Apih beralasan, ia sengaja membuka lapak karena banyak juga warga yang mencari terompet untuk digunakan sendiri. Apalagi, rumah produksinya di Gang Swadaya berada di dalam permukiman padat penduduk sehingga sulit diakses pembeli.

Menurut Apih, pembuatan terompet tahun baru dilakukan sejak jauh-jauh hari. Dia dan anggota keluarganya sudah memulai pembuatan terompet pada Februari setiap tahunnya. Hal ini sengaja dilakukan mengingat tenaga kerja yang membuat terompet terbatas, sementara jumlah terompet yang harus dibuat berjumlah banyak.

"Tahun ini saya bikin 6.000 buah terompet. Ini lebih sedikit dari tahun lalu yang mencapai 24.000 buah," kata suami Yati (57) ini. Sengaja ia membuat terompet lebih sedikit karena belum banyak perusahaan yang memesan terompet kepadanya. Biasanya mulai November pemesan dari perusahaan mulai berdatangan.

Apih mengaku membutuhkan uang besar untuk modal bisnisnya di terompet. Jumlahnya mencapai puluhan juta rupiah. Namun dia tidak berani mengambil untung besar dari penjualan terompet, paling hanya 20-30 persen dari satu buah terompet. Harga jual terompetnya Rp 10.000-Rp 30.000 per buah untuk ukuran yang biasa, dan ratusan ribu rupiah untuk terompet raksasa. "Terompet raksasa biasanya pesanan," kata Apih.

Setiap kali bikin, tidak semuanya laku. Paling banter hanya sekitar 70-80 persen dari total terompet yang dibuatnya. Sisanya dia simpan sampai tahun berikutnya. Tentu saja, kondisi terompet harus dirawat karena dikhawatirkan rusak akibat cuaca seperti jamuran atau rusak akibat kena hujan.

Bukan hanya Apih, di sejumlah ruas jalan di Kota Bandung juga terlihat lapak dadakan terompet tahun baru. Sebut saja Jalan Cipaganti, Setiabudi, dan Cihampelas. Ketiga ruas jalan itu menjadi pilihan warga  untuk menawarkan terompet tahun baru.

Namun rata-rata warga hanya menjual. Mereka tidak membuatnya sendiri. Terompet diambil dari pembuat seperti Apih. "Saya ngambil dari Apih. Saya hanya jual. Kebetulan punya warung dan ada momen tahun baru. Ya, nyoba saja menjual," kata Mimin, di pinggir Jalan Cihampelas. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved