Keracunan MBG: Dokter Ingatkan Jangan Sembarang Beri Obat Antidiare, Ini Alasannya!

Dokter spesialis anak mengingatkan jika mengalami keracunan MBG untuk tidak sembarang mengkonsumis obat antidiare

|
Tribun Jabar/ Gani Kurniawan
KERACUNAN MBG - Korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (25/9/2025) 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG -  Kasus keracunan massal yang diduga bersumber dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) kini menjadi sorotan di Jawa Barat. Setelah sebelumnya dilaporkan terjadi di Kabupaten Garut, peristiwa serupa kembali mencuat di Bandung Barat.

Lebih dari 1.000 siswa di Bandung Barat mengalami gejala mual, muntah, pusing, hingga diare usai mengkonsumsi menu MBG

Kondisi ini sontak menimbulkan kekhawatiran masyarakat, mengingat program yang sejatinya bertujuan memberikan asupan gizi sehat bagi anak sekolah justru menimbulkan persoalan kesehatan massal

Ketua Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Terapi Intensif Anak (UKK ETIA) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Yogi Prawira, SpA, Subsp. ETIA(K), menegaskan bahwa secara prinsip, pihaknya tetap mendukung program MBG

Namun, kasus luar biasa seperti ini harus dijadikan momentum evaluasi bersama.

Baca juga: Buntut Ratusan Siswa Keracunan MBG, Ketua DPRD Sumedang Usul 1 Dapur SPPG Hanya Layani 1.000 Porsi

“Tentu kita mendukung program dari pemerintah, tapi pada saat terjadi satu kejadian luar biasa, maka ini waktunya kita melakukan mitigasi. Kita perlu belajar bersama apa yang bisa diperbaiki ke depan,” kata Dokter Yogi, saat wawancara secara virtual, Jumat (26/9/2025).

Ia menjelaskan, keracunan makanan adalah penyakit akibat konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi. 

Kontaminasi bisa disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, hingga bahan kimia. 

Beberapa bakteri yang sering menjadi penyebab antara lain Salmonella, Escherichia coli (E. coli), Listeria, dan Clostridium botulinum. 

Dari virus, salah satu yang berbahaya adalah hepatitis A, sementara parasit bisa berupa cacing maupun amuba.

Menurut Dokter Yogi, tubuh manusia sebenarnya memiliki mekanisme pertahanan alami. 

Ketika mengonsumsi makanan terkontaminasi, tubuh akan berusaha mengeluarkannya lewat mual, muntah, diare, atau nyeri perut.

“Kadang-kadang bisa timbul sampai BAB berdarah, selain itu, bisa muncul gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, bahkan pandangan kabur. Khusus pada keracunan Clostridium botulinum, gejalanya bisa lebih serius, seperti kelemahan anggota gerak hingga kesemutan,” jelasnya.

Ketika keracunan hal yang paling berbahaya adalah risiko dehidrasi. Dokter Yogi menegaskan muntah dan diare berulang bisa membuat anak kehilangan banyak cairan dan elektrolit.

Baca juga: Pemkab Sumedang Tanggung Biaya Pengobatan Keracunan MBG, Antisipasi Lonjakan Korban

Dalam kondisi darurat, langkah pertama yang disarankan adalah istirahat total bagi anak yang terkena. 

Meskipun muntah-muntah, penderita tetap harus diberi asupan cairan dalam jumlah cukup, dengan cara diminum sedikit-sedikit tetapi sering.

“Bisa dengan air putih, bisa juga oralit, tergantung pada seberapa besar kehilangan cairan dan garam,” ucap Dokter Yogi.

Setelah kondisi membaik, anak tetap boleh diberikan makanan ringan yang lembut bagi lambung, seperti bubur, roti, atau pisang. 

Namun, ia menekankan pentingnya menghindari makanan pedas, asam, kopi, maupun susu yang dapat memperparah gangguan pencernaan.

Sementara itu, penggunaan obat-obatan antidiare tidak dianjurkan tanpa pengawasan dokter.

“Obat penyetop diare justru bisa memperparah, karena racun atau bakteri tertahan di tubuh lebih lama. Mekanisme alami tubuh untuk mengeluarkan zat berbahaya itu jangan dihambat,” tegasnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved