PBB di Cirebon Naik sampai 1.000 Persen Bikin Warga Cirebon Geram, Bakal Ikuti Langkah Pati?

Kenaikan PBB berdasarkan Perda di Kota Cirebon berlaku merata, dengan kisaran minimal 150 persen hingga 1.000 persen.

|
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Cirebon/ Eki Yulianto
WAWANCARA - Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon, Hetta Mahendrati. Rasa geram tampak jelas di wajah puluhan warga Kota Cirebon yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon akibat kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 1.000 persen. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Rasa geram tampak jelas di wajah puluhan warga Kota Cirebon yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon.

Mereka kembali berkumpul di sebuah rumah makan di Jalan Raya Bypass, Rabu (13/8/2025) malam, untuk menegaskan satu tuntutan yang telah mereka gaungkan sejak awal tahun, batalkan kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) hingga 1.000 persen.

PBB merupakan pajak yang harus dibayar masyarakat atas kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan bumi dan/atau bangunan.  

PBB merupakan salah satu pendapatan daerah yang digunakan untuk biaya pembangunan dan pelayanan publik.

Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon, Hetta Mahendrati menyebut, perjuangan warga melawan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 ini bukan hal baru.

Baca juga: Harga Beras Melambung, Bulog Cirebon Gencar SPHP, Warga Antre Panjang di Polresta

"Perjuangan kami sudah lama, sejak Januari 2024. Kami hearing di DPRD 7 Mei, turun ke jalan 26 Juni, lalu 2 Agustus ajukan judicial review. Desember kami dapat jawaban, JR kami ditolak," ujar Hetta, Rabu (13/8/2025) malam. 

Tak berhenti di situ, warga juga mengadu ke Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pemeriksa Keuangan pada 15 Januari 2025.

"Semua keluhan sudah kami sampaikan, tapi sampai detik ini belum ada satu pun jawaban dari mereka," ucapnya.

Menurut Hetta, kenaikan PBB berdasarkan Perda tersebut berlaku merata, dengan kisaran minimal 150 persen hingga 1.000 persen.

Ia mencontohkan, salah satu warga bernama Suryapranata harus menanggung kenaikan 1.000 persen, sementara warga bernama Kacung mengalami kenaikan 700 persen.

Bahkan, ada kasus ekstrem kenaikan 100.000 persen akibat kesalahan pemerintah, namun tetap dibebankan ke warga.

"Orang itu sampai harus berutang ke bank untuk bayar PPHTB dan mengurus AJB. Apakah itu bijak?" jelas dia. 

Ia menilai kebijakan ini tidak masuk akal, apalagi ekonomi warga belum pulih pascapandemi.

"Tahun 2023 kita baru selesai pandemi, apakah bijak dinaikkan hingga 1.000 persen? Pemerintah bilang ekonomi naik 10 persen, tapi dari mana? Dari titik nol?" katanya.

Baca juga: Kejari Kota Cirebon Siap Tetapkan Tersangka Korupsi Gedung Setda, Target Sebelum Akhir Agustus

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved