Tragedi Nikahan Anak KDM di Garut
Polda Jabar Ambil Alih Kasus 3 Orang Tewas Berdesakan di Pesta Rakyat Anak Dedi Mulyadi
tragedi itu bermula dari kepadatan massa saat pembagian makanan gratis, yang berujung pada aksi dorong hingga desak-desakan.
Penulis: Adi Ramadhan Pratama | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat resmi mengambil alih proses penyelidikan tragedi yang terjadi di pernikahan anak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Maula Akbar, dengan Wakil Bupati Garut, Luthfianisa Putri Karlina.
Insiden nahas yang terjadi di area Pendopo Kabupaten Garut pada Jumat (18/7/2025) itu menewaskan tiga orang dan melukai puluhan lainnya.
Di mana, tragedi itu bermula dari kepadatan massa saat pembagian makanan gratis, yang berujung pada aksi dorong hingga desak-desakan.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Rochmawan menjelaskan bahwa penanganan kasus yang sebelumnya berada di bawah Polres Garut kini resmi ditingkatkan ke Polda.
"Tadi malam, Pak Kapolda (Irjen Pol Rudi Setiawan) menyimpulkan bahwa untuk kasus ini, akan kita angkat ke Polda Jawa Barat," ujar Hendra saat ditemui di rumah salah satu korban meninggal dunia, Sabtu (19/7/2025).
Lebih lanjut, Hendra menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) ulang pada Sabtu (19/7/2025) hari ini.
Baca juga: Polisi Datangi Rumah Dikira Kasus Utang, Ternyata Bawa Kabar Tetangga jadi Korban Tragedi Garut
Meskipun olah TKP telah dilakukan malam sebelumnya, waktu yang terbatas dan kondisi gelap membuat hasilnya belum maksimal.
"Hari ini kita juga akan melakukan olah TKP ulang, karena malam hari tadi belum cukup alokasi waktunya dan tentu terkendala dengan waktu serta kegelapan malam," katanya.
Dalam olah TKP lanjutan ini, Polda akan melibatkan jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum serta pejabat utama (PJU) lainnya untuk memastikan setiap detail kejadian terungkap dengan jelas.
Menurut Hendra, kejadian tersebut bermula saat pihak keluarga pengantin membagikan 5.000 paket makanan gratis kepada masyarakat.
Penyelenggaraan kegiatan ini dipercayakan kepada sebuah event organizer (EO) yang bekerja sama dengan pemerintah daerah, termasuk Satpol PP, Dinas Perhubungan, dan aparat kepolisian.
"Masyarakat itu mengantri di luar dari pada pintu-pintu Pendopo. Pengaturan dari EO awalnya membatasi jumlah yang masuk, tapi ternyata masyarakat yang datang dari luar jauh lebih banyak," ucapnya.
Karena keterbatasan ruang dan akses masuk, kerumunan semakin padat. Ketika akses akhirnya dibuka, massa dari luar langsung mendorong masuk, menyebabkan kekacauan yang berujung pada jatuhnya korban.
"Korban mengalami sesak napas dan terinjak-injak. Umumnya luka di bagian kaki, paha, dan pinggang. Itu karena posisi korban sudah terjatuh lalu terinjak dari belakang," ujarnya.
Berdasarkan keterangan Hendra, insiden ini diduga adanya fenomena "bottleneck" atau penyempitan akses masuk yang tidak seimbang dengan jumlah massa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.