Nasib Kepsek SMAN 6 Garut Setelah Siswanya Meninggal Dunia, Diputuskan Dedi Mulyadi

Kepala SMAN 6 Garut, Dadang Mulyadi, kena imbas kasus meninggalnya seorang siswa.

Editor: Giri
YouTube SEKRETARIAT DPRD KABUPATEN BANDUNG BARAT-Tribun Jabar/Sidqi Al Ghifar
MENONAKTIFKAN - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (kiri), menonaktifkan Kepala SMAN 6 Garut, Dadang Mulyadi (kanan) setelah ada kasus seorang siswanya mengakhiri hidup. 

Respons guru BK

Pihak SMAN 6 Garut melalui guru bimbingan konseling (BK) mengungkapkan, P telah lama menjadi perhatian karena dinilai memiliki kerentanan dalam aspek akademik dan psikologis.

Koordinator Guru BK SMAN 6 Garut, Ranggi Puji Widiarestadi, menyampaikan, pihaknya secara rutin melakukan sharing dan pemetaan terhadap siswa yang menunjukkan kerentanan, baik secara akademik maupun mental. 

Dalam proses itu, P termasuk satu di antara siswa yang diidentifikasi sebagai anak dengan kerentanan akademik.

"Selama satu tahun kami menangani, ada beberapa catatan yang menjadi perhatian. Dari segi kehadiran, tidak ada masalah. Dia tergolong rajin masuk sekolah. Namun gejala kerentanannya muncul dari respons terhadap tugas-tugas sekolah," ujar Ranggi saat ditemui Tribunjabar.id di kantornya, Selasa (15/7/2025).

Menurutnya, P kerap tidak mengerjakan tugas. Saat ditanya, ia hanya menjawab tidak bisa, atau memilih diam. Bahkan tak jarang, dia benar-benar tidak memberikan respons apapun.

Baca juga: Kanwil Kemenham Jabar Turunkam Tim Untuk Pantau Dugaan Pelanggaran HAM bullying Di Sman 6 Garut

Secara psikologis, komunikasi dengan P pun dinilai sulit. Ia dikenal sebagai anak yang sangat tertutup dan tidak mudah membuka diri.

Namun, Ranggi menyebutkan dari hasil asesmen kebutuhan penjurusan yang dilakukan pada P, hasil psikotes tersebut menunjukkan adanya indikasi masalah dalam aspek kepribadian, salah satunya daya juang yang rendah.

"Ketika menghadapi tantangan, dia cenderung cepat menyerah. Misalnya, saat diberi tugas yang dianggap sulit, reaksinya seperti, ‘ah udah weh’, seolah langsung menyerah begitu saja. Tapi asesmen ini memang hanya untuk kebutuhan penjurusan, bukan diagnosis psikologis menyeluruh," jelas dia.

Ia menjelaskan kondisi tersebut berdampak pada motivasi belajar P yang disebut semakin menurun di semester dua. 

Pihak BK pun telah berupaya menjalin komunikasi dengan orang tua, termasuk melakukan pertemuan bersama guru mata pelajaran.

Bahkan sejumlah guru sudah diminta untuk meringankan tugas-tugasnya demi mencegah beban yang berlebihan.

"Kami melihat dia masih punya niat untuk sekolah, dan itu kami hargai. Kami ingin mencegah agar tidak ada beban yang membuatnya malah menarik diri," katanya.

Baca juga: Ini Kesaksian Teman Sekolah di Kasus Pelajar SMA di Garut Tewas Bunuh Diri Diduga karena Dibully

Namun menjelang ujian akhir semester (UAS), perkembangan akademik P tidak menunjukkan kemajuan. Pihak sekolah pun sudah memberi peringatan bahwa jika tidak ada progres, kemungkinan besar siswa tersebut tidak akan naik kelas.

"Ibunya sudah tahu soal kondisi ini. Kami memiliki bukti komunikasi lewat pesan singkat. Meski hanya dua kali kami undang secara langsung ke sekolah, komunikasi melalui wali kelas dan guru mapel cukup intens dilakukan," ungkap Ranggi.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved