Menakar Ulang Peran Strategis Perguruan Tinggi Swasta

Perguruan tinggi swasta (PTS) kerap kali menempati posisi paradoksal jumlahnya dominan, namun pengakuannya subordinat.

Editor: Siti Fatimah
Dok Frans Umbu Datta
FRANS UMBU DATTA - Penulis adalah Rektor Universitas Kristen Maranatha, Bandung Frans Umbu Datta. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG

Menakar Ulang Peran Strategis Perguruan Tinggi Swasta

Penulis : Rektor Universitas Kristen Maranatha, Bandung Frans Umbu Datta

Dalam konstelasi pendidikan tinggi nasional, perguruan tinggi swasta (PTS) kerap kali menempati posisi paradoksal jumlahnya dominan, namun pengakuannya subordinat.

Padahal, lebih dari 60 persen mahasiswa Indonesia ditampung oleh institusi swasta. Ini bukan sekadar statistik, melainkan cermin keterbatasan kapasitas negara dalam memenuhi hak pendidikan warganya.

Sebagai Rektor Universitas Kristen Maranatha, saya menyaksikan secara langsung dinamika pergulatan PTS dalam mengawal mutu akademik, memperluas akses, serta tetap relevan di tengah perubahan zaman yang kian disruptif.

PTS bukanlah sekadar pelengkap, melainkan penopang utama keberlanjutan sistem pendidikan tinggi Indonesia.

Dari Stigma ke Legitimasi

Masih banyak yang memandang PTS sebagai pilihan sekunder tempat berlabuh karena tidak lolos seleksi di perguruan tinggi negeri.

Pandangan ini keliru dan kontraproduktif. Banyak PTS telah membuktikan keunggulan dalam inovasi kurikulum, kemitraan internasional, hingga kontribusi nyata dalam penciptaan lapangan kerja dan penguatan kewirausahaan.

Namun harus diakui, disparitas mutu antar-PTS sangat lebar.

Ada institusi yang berorientasi pada transformasi dan keberlanjutan, tetapi tak sedikit pula yang tumbuh tanpa visi, tanpa tata kelola, dan tanpa komitmen akademik. 

Di sinilah negara harus hadir bukan hanya sebagai regulator administratif, melainkan sebagai penjamin mutu sistemik.

Pemerintah perlu menata ulang kebijakan perizinan hanya memberi ruang bagi lembaga yang benar-benar mampu menjamin penyelenggaraan pendidikan tinggi yang bermutu dan berintegritas.

Digitalisasi dan Kemitraan: Dua Pilar Masa Depan

Transformasi digital bukan lagi sekadar aksesoris kemajuan, melainkan prasyarat fundamental bagi kelangsungan layanan akademik yang unggul.

Tanpa digitalisasi sistem pembelajaran, evaluasi, dan manajemen akademik, PTS akan tertinggal secara struktural dan fungsional.

Dalam konteks ini, PTS perlu menjadikan teknologi sebagai akselerator mutu dan efisiensi. Investasi dalam sistem digital bukan pengeluaran, melainkan bentuk tanggung jawab strategis terhadap masa depan institusi.

Di saat yang sama, kemitraan yang lebih intensif dan terstruktur dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) menjadi keniscayaan. PTS tidak boleh berjalan dalam ekosistem tertutup.

Program studi harus terkoneksi dengan kebutuhan nyata lapangan kerja, dan lulusan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan dinamika zaman baik dalam aspek teknis, etik, maupun kepemimpinan sosial.

Ekosistem yang Setara dan Berkeadilan

Sudah saatnya negara membangun ekosistem pendidikan tinggi yang egaliter dan meritokratik.
 
Status "negeri" atau "swasta" tidak boleh lagi menjadi indikator mutu. Yang lebih penting adalah integritas tata kelola, relevansi kurikulum, dan kontribusi sosial institusi.

PTS yang kredibel harus mendapat afirmasi yang setara, baik dalam bentuk dukungan program strategis, insentif riset, maupun akses terhadap kemitraan nasional dan global.

Tanpa kebijakan yang berpihak pada mutu dan keadilan, PTS akan terus berada dalam bayang-bayang subordinasi struktural.

Epilog: PTS sebagai Pelopor, Bukan Pelengkap

Di tengah tantangan globalisasi, otomasi, dan krisis kepercayaan publik terhadap institusi, PTS memiliki kesempatan untuk mereposisi dirinya bukan sekadar sebagai penyedia layanan pendidikan, tetapi sebagai produsen pengetahuan dan katalisator perubahan sosial.

Masa depan pendidikan tinggi Indonesia tidak akan ditentukan oleh status hukum lembaga, tetapi oleh keberanian untuk berinovasi, berkolaborasi, dan menjaga integritas akademik secara konsisten.

Kami di PTS tidak menuntut keistimewaan. Yang kami perjuangkan adalah pengakuan yang adil, peluang yang setara, dan ruang untuk terus berkontribusi secara bermakna bagi bangsa.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved