Satgas PPK ITB Ajak Mahasiswa Jadi Ujung Tombak Pencegahan Kekerasan di Lingkungan Kampus

Satgas PPK Institut Teknologi Bandung (ITB) mengajak mahasiswa menjadi ujung tombak untuk mencegah kekerasan di lingkungan kampus.

Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Giri
Dok. Humas ITB
PAPARKAN MATERI - Narasumber saat memaparkan materi dalam Sosialisasi ITB Bebas Kekerasan di GKU ITB Kampus Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Senin (26/5/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ahmad Imam Baehaqi

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengajak mahasiswa menjadi ujung tombak untuk mencegah kekerasan di lingkungan kampus.

Ketua Satgas PPK ITB, Herlien Dwiarti Soemari, mengatakan pentingnya menciptakan suasana kampus yang aman, nyaman, dan kondusif bagi seluruh civitas akademika hingga masyarakat sekitar.

Menurut dia, pencegahan kekerasan di lingkungan kampus membutuhkan peran aktif dari semua elemen termasuk kalangan mahasiswa yang menjadi bagian dari ITB.

"Isu kekerasan di lingkungan kampus merupakan isu penting yang harus bersama-sama dicegah oleh seluruh civitas akademika ITB," ujar Herlien Dwiarti Soemari dalam Sosialisasi ITB Bebas Kekerasan di Gedung Kuliah Umum (GKU) ITB Kampus Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Senin (26/5/2025).

Ia mengatakan, kegiatan tersebut juga merupakan bagian dari komitmen jajarannya dalam mewujudkan ITB sebagai kampus yang aman dari segala bentuk kekerasan.

Baca juga: Soal Pergerakan Tanah di Tol Cisumdawu, Ini Penjelasan Dosen Teknik Sipil ITB

Pihaknya mengakui, PPK ITB dibagi menjadi dua divisi utama, di antaranya, divisi pencegahan rutin melaksanakan penyuluhan, menjalin kerja sama dengan berbagai mitra, survei, dan lainnya. 

Sementara fokus utama divisi penanganan dari mulai membuka hotline, aktif menangani kasus kekerasan, memberikan pendampingan korban dan pelaku kekerasan, hingga lainnya.

"Bentuk kekerasan yang dapat ditangani Satgas PPK ITB ialah kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, intoleransi, dan kebijakan yang mengandung kekerasan," kata Herlien.

Dosen Sekolah Farmasi ITB yang menjadi narasumber sosialisasi itu, Pratiwi Wikaningtyas, menyampaikan, kebijakan kampus baik tertulis maupun tidak tertulis berpotensi mengandung kekerasan.

Adapun kebijakan tertulis mencakup surat keputusan, surat edaran, nota dinas, pedoman, dan lainnya, sedangkan kebijakan tidak tertulis meliputi imbauan, instruksi, hingga bentuk tindakan lainnya.

"Satgas PPK ITB juga tidak hanya menangani kasus kekerasan seskual, tetapi lingkup kekerasan lainnya, dan ini sesuai Permendiktiristek Nomor 55 Tahun 2024," ujar Pratiwi.

Baca juga: Syarat dan Cara Daftar Jalur Mandiri ITB 2025, Bisa Pakai Nilai UTBK, Lengkap dengan Jadwal Seleksi

Dosen ITB lainnya yang turut menjadi narasumber, Rr Diah Asih Purwaningrum, mengatakan, definisi hingga bentuk kekerasan dalam Permendikbud No 55 Tahun 2022 pada akhirnya diperluas tidak hanya kekerasan seksual, tetapi mencakup perundungan dan intoleransi. 

Menurut dia, kekerasan seksual memiliki karakteristik yang berbeda dibanding tindak pidana umum, sehingga dibutuhkan perlakuan khusus, dan termasuk kejahatan kemanusiaan, karena traumanya bisa seumur hidup.

Selain itu, terdapat dua unsur penting pada kekerasan seksual, yakni ketiadaan persetujuan (consent) dan relasi kuasa dari pelaku terhadap korban, sehingga jika terkadang korban tidak melawan, maka bukan berarti memberikan consent, tetapi dikarenakan syok.

"Yang perlu saya tekankan di sini, kita memiliki tonic immobility, yaitu kondisi ketika individu tidak bisa bergerak, khususnya saat mengalami kekerasan seksual, itu dikarenakan syok, dan jika salah paham maka kita akan menyalahkan korban," kata Diah. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved