Gubernur Dedi Mulyadi Larang Study Tour, Pengusaha Travel Ciayumajakuning Sebut Banyak yang Cancel

Kebijakan larangan studi tour yang diimbau oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Gubernur Dedi Mulyadi tuai protes.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Januar Pribadi Hamel
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
DATANGI DISBUDPAR - Para pelaku usaha pariwisata travel yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Tour and Travel (Gapitt) se-Ciayumajakuning datangi Kantor Disbudpar Kabupaten Cirebon, Senin (24/3/2025) 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON- Kebijakan larangan studi tour yang diimbau oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Gubernur Dedi Mulyadi menuai protes dari para pengusaha travel di wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan).

Mereka mengaku mengalami kerugian besar akibat pembatalan massal perjalanan wisata pendidikan.

Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Tour and Travel (Gapitt) Cirebon, Nana Yohana menyatakan, bahwa kebijakan tersebut berdampak signifikan terhadap sektor pariwisata di Jawa Barat. 

Bahkan, banyak klien yang membatalkan rencana perjalanan mereka.

"Ya, kami ke sini (mendatangi Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon) untuk mengkritisi larangan studi tour yang diimbau oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal ini Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi," ujar Nana saat diwawancarai media di Kantor Disbudpar Kabupaten Cirebon, Senin (24/3/2025).

Baca juga: Ipoba: Larangan Study Tour Dedi Mulyadi Jadi Covid-19 Kedua Bagi Pelaku Wisata, Dampaknya Lima Tahun

Menurutnya, larangan tersebut menyebabkan ratusan klien dari agen-agen travel di Ciayumajakuning membatalkan pesanan mereka.

"Banyak orderan kita yang akhirnya cancel karena ada statement dari KDM di medsos. Jadi, kita semua kena imbasnya," ucapnya.

Tidak hanya di Jawa Barat, efek domino juga terjadi di luar provinsi. 

Para wisatawan dari luar daerah membatalkan kunjungan ke Kabupaten Cirebon dan wilayah lain di Jabar.

"Kenapa demikian? Karena kita tidak boleh ke sana, jadi mereka juga melakukan hal yang sama," jelas dia.

Dampak larangan ini juga dirasakan oleh sektor perhotelan. 

Nana menjelaskan, bahwa biasanya travel agen membawa rombongan besar yang menginap di hotel-hotel setempat.

"Kami kan biasanya membawa 5 sampai 6 bus dengan menyewa banyak kamar hotel, dibanding individu yang hanya beberapa. Sehingga, sangat berpengaruh terhadap kehidupan pariwisata," katanya.

Nana pun berharap kebijakan ini dapat dievaluasi agar tidak semakin merugikan para pelaku usaha di sektor pariwisata.

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved