5 Hal yang Terjadi Jika Mengoplos Pertalite dan Pertamax untuk Mesin Motor & Mobil, Bisa Berbahaya?

Inilah beberapa hal yang terjadi jika mengoplos pertalite dengan pertamax pada mesin motor dan mesin mobil.

Editor: Hilda Rubiah
shutterschok
BBM OPLOSAN - Ilustrasi pengisian BBM. Inilah beberapa hal yang terjadi jika mengoplos pertalite dengan pertamax pada mesin motor dan mesin mobil. 

TRIBUNJABAR.ID - Inilah beberapa hal yang terjadi jika mengoplos pertalite dengan pertamax pada mesin motor maupun mesin mobil.

Belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan kasus dugaan korupsi PT Pertamina Patra Niaga.

Dalam kasus tersebut terkuak dugaan tata kelola minyak mentah yang dilakukan Riva Siahaan Cs dengan mengoplos pertalite dengan pertamax.

Beredarnya dugaan tersebut membuat masyarakat geram sekaligus resah akan dampak pencampuran dua BBM tersebut.

Tak hanya merugikan negara, kasus tersebut juga dianggap merugikan masyarakat.

Baca juga: Pertamax Trending di X Imbas Kasus Korupsi Pertamina Rp193,7 T, Warganet Murka: Capek Ditipu Mulu

Dalam kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga ini tersebut Riva Siahaan Cs telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp193,7 triliun.

Usut punya usut, mencampur Pertalite dengan Pertamax ternyata menimbulkan sejumlah efek samping untuk mesin kendaraan, baik motor maupun mobil.

Mengoplos Pertalite dengan Pertamax memiliki beberapa dampak yang perlu diperhatikan, baik dari segi teknis kendaraan maupun lingkungan.

Berikut beberapa dampak yang akan terjadi jika mengoplos Pertalite dengan Pertamax.

1.Kinerja Mesin:

  • Peningkatan Oktan:

Pertamax memiliki angka oktan yang lebih tinggi dibandingkan Pertalite. 

Dengan mencampurnya, angka oktan campuran tersebut bisa menjadi lebih tinggi. 

Namun, jika tidak sesuai dengan spesifikasi mesin, mesin bisa mengalami penurunan kinerja atau tidak berjalan optimal.

  • Risiko Kerusakan Mesin: 

Mesin yang dirancang untuk menggunakan bahan bakar dengan angka oktan rendah (seperti Pertalite) mungkin akan mengalami masalah jika terpapar dengan bahan bakar bertingkat lebih tinggi, karena ada kemungkinan pembakaran yang tidak sempurna.

Baca juga: Anggota DPR RI Tegaskan Tak Ada RON Oplosan, Sebut Penambahan Zat Aditif Tak Bisa Ubah RON

2. Efisiensi Bahan Bakar:

Meskipun oktan lebih tinggi dari Pertamax bisa meningkatkan efisiensi pembakaran, pada kendaraan yang dirancang untuk menggunakan Pertalite, percampuran ini bisa berakibat pada pemborosan bahan bakar karena pembakaran yang kurang optimal.

3. Emisi dan Dampak Lingkungan:

  • Emisi Gas Buang:

Mesin yang tidak dirancang untuk menggunakan bahan bakar dengan oktan lebih tinggi dapat menghasilkan emisi yang lebih banyak. 

Hal ini bisa meningkatkan pencemaran udara jika kendaraan mengeluarkan emisi gas buang yang lebih berbahaya.

  • Pencemaran Udara: 

Jika percampuran bahan bakar ini menyebabkan pembakaran yang tidak sempurna, maka polutan seperti karbon monoksida dan hidrokarbon tidak terbakar dengan baik dan bisa meningkatkan pencemaran udara.

4. Kualitas Pembakaran:

Pertamax yang memiliki aditif tertentu dapat memberikan pembakaran yang lebih bersih dan efisien dibandingkan Pertalite.

Namun, jika percampuran tidak tepat, kualitas pembakaran bisa terpengaruh dan menyebabkan kerugian dalam jangka panjang.

5. Jangka Panjang pada Mesin:

Dalam jangka panjang, penggunaan campuran bahan bakar ini dapat berisiko merusak komponen mesin seperti katup dan piston, terutama pada kendaraan yang tidak didesain untuk menggunakan bahan bakar dengan oktan tinggi.

Pada intinya, mengoplos Pertalite dan Pertamax memang mungkin tidak langsung merusak mesin, tetapi jika dilakukan secara terus-menerus, bisa berisiko bagi kinerja dan umur mesin kendaraan.

Selalu disarankan untuk menggunakan bahan bakar sesuai dengan spesifikasi yang dianjurkan oleh produsen kendaraan.

Baca juga: Sosok Riva Siahaan, Dirut Pertamina Patra Niaga Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak, Ini Perannya

Kronologi Kasus Korupsi Pertamina Patra Niaga Rp193,7 Triliun Terungkap, Riva Siahaan Jadi Tersangka

Inilah awal mula kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga senilai Rp193,7 triliun terungkap, kini Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga dan enam orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga dengan nilai kerugian mencapai Rp193,7 triliun akhirnya terungkap.

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), bersama enam orang lainnya, kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kasus ini berawal dari dugaan penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada subholding PT Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.

Kejagung pun telah menahan tujuh tersangka untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan, penyidik menemukan bahwa kerugian negara diperkirakan mencapai angka yang fantastis, yakni Rp193,7 triliun, yang disebabkan oleh manipulasi dalam pengelolaan pasokan minyak mentah dan produk kilang.

Proses penyidikan dimulai setelah ditemukan adanya pelanggaran terkait dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018, yang mewajibkan PT Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak mentah dari dalam negeri.

Namun, dalam praktiknya, ditemukan adanya pengondisian untuk mengimpor minyak mentah dan produk kilang, yang secara langsung melibatkan sejumlah pihak dari PT Pertamina dan subholding terkait, serta broker minyak yang diduga terlibat dalam praktik korupsi ini.

Para tersangka yang ditetapkan sejauh ini terdiri dari:

  • Riva Siahaan (RS) - Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
  • SDS - Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
  • AP - VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
  • YF - Pejabat di PT Pertamina International Shipping
  • MKAN - Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
  • DW - Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim
  • GRJ - Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan ahli yang dihadirkan dalam proses penyidikan, serta bukti dokumen yang telah disita secara sah.

Kejagung juga mengungkapkan bahwa para tersangka ini terlibat dalam berbagai manipulasi terkait pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang, yang menyebabkan kerugian besar bagi negara.

Artikel ini telah tayang di Tribun Trends dan Kompas.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved