Komisi Yudisial Terus Usut Hakim Tipikor yang Vonis Harvey Moeis 6,5 Tahun, Panggil Ulang Pelapor

Komisi Yudisial melanjutkan penyelidikan dugaan pelanggaran etik oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang vonis Harvey 6,5 tahun.

Dok. KOLASE/TRIBUN MEDAN
PELANGGARAN KODE ETIK - Foto dokumentasi kolase Hakim Eko Aryanto Hakim (kanan) dan Harvey Moeis. Eko yang dijatuhkan vonis 6,5 tahun penjara. Vonis ini terus diusut Komisi Yudisial karena kental dengan dugaan pelanggaran kode etik. 

TRIBUNJABAR.ID - Vonis terhadap Harvey Moeis telah diperbarui dari semula 6,5 tahun penjara menjadi 20 tahun penjara.

Meski begitu, Komisi Yudisial tetap melanjutkan penyelidikan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Joko Sasmito, mengatakan pengusutan masih terus berlanjut.

Pihaknya akan kembali memanggil pihak pelapor guna menelusuri dugaan pelanggaran etik majelis hakim.

Baca juga: Sumpah Advokat Dibekukan, Razman Arif dan Firdaus Oiwobo Tak Bisa Lagi Jalankan Profesi Pengacara

"KY akan mengagendakan kembali pemeriksaan terhadap pelapor karena pelapor berhalangan hadir pada jadwal berikutnya," kata Joko dalam jumpa pers secara daring, Rabu (12/2/2025).

Namun Joko tak menjelaskan siapa pihak pelapor yang melaporkan adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim perkara Harvey Moeis.

Ia hanya menerangkan bahwa pemanggilan terhadap pelapor ini merupakan pemanggilan ulang setelah sebelumnya yang bersangkutan berhalangan hadir.

"Artinya KY pernah memanggil para pelapor namun ada halangan sehingga dijadwalkan untuk dipanggil ulang," pungkasnya.

Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) masih mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran kode etik Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang memvonis terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis, 6,5 tahun penjara.

Majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat yang diketuai hakim Eko Aryanto tengah menjadi sorotan publik karena memberikan vonis ringan kepada terdakwa kasus korupsi timah itu.

Menurut Juru Bicara KY, Mukti Fajar, pihaknya masih melakukan analisis terhadap bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama proses persidangan kasus tersebut.

Saat ini KY juga tengah mencari bukti tambahan sebelum memutuskan untuk memeriksa para hakim.

Baca juga: "Derbi Jabar", Sindiran Bobotoh yang Serbu Akun Persija Setelah Fix Laga Digelar di Patriot

"Sementara masih proses analisis (bukti yang ada) dan penambahan data bukti dan saksi," kata Mukti, saat dihubungi, Selasa (31/12/2024).

Mukti menuturkan, sejauh ini bukti yang dikumpulkan tim KY didapatkan dari hasil pemantauan sidang dan pemeriksaan saksi. 

Meski demikian, ia tidak mengungkapkan bukti-bukti baru yang didapakan pihaknya.

"Selama persidangan berlangsung, KY berinisiatif menurunkan tim untuk melakukan pemantauan persidangan. Beberapa di antaranya saat sidang menghadirkan ahli, saksi a de charge, dan saksi," ucapnya.

Mukti menegaskan, Komisi Yudisial akan mengusut dugaan pelanggaran etik hakim tersebut hingga tuntas. Hal ini dikarenakan vonis ringan yang dijatuhkan majelis hakim terhadap terdakwa telah memicu protes di masyarakat.

Namun, katanya, KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan. Adapun, menurut Mukti, forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan, yakni melalui upaya hukum banding.

"Menyadari bahwa putusan ini akan menimbulkan gejolak di masyarakat," kata Mukti.

Lebih lanjut, ia mempersilakan masyarakat agar melapor apabila mendapati adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam kasus tersebut. 
Tentunya, ia meminta agar laporan tersebut disertai bukti-bukti pendukung agar dapat diproses Komisi Yudisial.

Sebelumnya, vonis yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis menjadi sorotan publik karena dianggap terlalu ringan.

Putusan ini dibacakan Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/12/2024).

Harvey Moeis dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP.

Selain itu, suami artis Sandra Dewi ini juga dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Menjatuhkan terhadap terdakwa Harvey Moeis oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan," demikian putusannya.

Jika tidak mampu membayar maka diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

Tak hanya itu, ia juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar.

Uang pengganti itu harus diberikan ke negara paling lama 1 bulan setelah putusan hakim.

Jika ia tidak membayar uang pengganti sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan, maka harta benda Harvey dapat disita oleh Jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti.

"Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun," jelas Hakim.

Tidak Logis

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menilai putusan hakim ini tidak logis dan mencederai rasa keadilannya.

Ungkapan itu disampaikan Mahfud MD dalam akun X @mohmahfudmd pada Kamis (26/12/2024).

"(Hukuman harvey Moeis) tak logis, menyentak rasa keadilan. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU Rp300T. Oleh jaksa hanya dituntut 12 tahun penjara dengan denda 1 M dan uang pengganti hanya dengan Rp210 M."

"Vonis hakim hny 6,5 tahun plus denda dan pengganti dengan total Rp212 M. Duh Gusti, bagaimana ini?" demikian tulis @mohmahfudmd.  (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul KY Masih Usut Dugaan Pelanggaran Etik Hakim yang Vonis Ringan Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved