Belajar dari Amih Mari di Keraton Sumedang Larang, Usia Nyaris Seabad, Salat Tahajud Tak Terlewat

Usia Raden Mari Maryati nyaris satu abad. Dia pada 2025 ini berumur 89 tahun menjelang 90 tahun. Namun, sepanjang umurnya hingga kini.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Januar Pribadi Hamel
Tribun Jabar/Kiki Andriana
CICIT BUPATI SUMEDANG - Raden Mari Maryati saat ditemui Tribun Jabar.id, di kediamannya, Rabu (5/2/2025). Mari Amih adalah cicit Pangeran Suria Kusumah Adinata atau Pangeran Sugih yang merupakan Bupati Sumedang pada 1836-1882. 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Usia Raden Mari Maryati nyaris satu abad. Dia pada 2025 ini berumur 89 tahun menjelang 90 tahun. Namun, sepanjang umurnya hingga kini, dia selalu mengutamakan salat. 

Salat wajib lima waktu, yaitu Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib, dan Isya, baginya bukan sebatas perintah yang harus dilaksanakan setiap hari, melainkan salat sebagai sesuatu yang penting. 

Selain salat wajib, ada salat berderajat sunat yang tak pernah ia tinggalkan dalam sehari-harinya, setidaknya dalam 25 tahun belakangan ini. 

Dia ingat selalu ajaran orang tua dan gurunya untuk melaksanakan Salat Tahajud, salat yang dikerjakan setelah bangun tidur pada sepertiga malam terakhir sebelum subuh tiba. 

Salat Tahajud juga diperintahkan di dalam Al-Qura'n sebagai hal yang bersifat sunat (bukan wajib), dan dengan salat itu, seseorang mungkin untuk meraih derajat yang luhur dalam kehidupan dunia dan akhirat.  

"Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." (Q.S. Al-Isra 79)

"Alhamdulillah masih diberi kesehatan lahir dan batin meski pendengaran berkurang sejak 5 tahun lalu. Kalau Salat Tahajud sekalian minta diberikan kesehatan lahir dan batin, juga diberi rezeki yang halal," kata Amih Mari kepada Tribun Jabar.id, di kediamannya, Rabu (5/2/2025). 

Baca juga: Mengenal Gedung Srimanganti, Ibu Kota Terakhir Kerajaan Sumedang Larang, 11 Kali Pindah

Dia tinggal di sebuah rumah tua zaman Jepang yang resik di Kompleks Bumi Kidul, di dalam kawasan Karaton Sumedang Larang (KSL).

Mari memang masih anggota keluarga KSL, dia adalah cicit Pangeran Suria Kusumah Adinata atau Pangeran Sugih yang merupakan Bupati Sumedang pada 1836-1882.

"Setiap malam salat, itu (mulai) sesudah berhenti dinas, sudah 25 tahun, setiap malam tahajud," katanya.

Amih Mari pernah berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti suaminya yang seorang perwira TNI. Terakhir, Amih dan suaminya yang berpangkat Kapten dengan jabatan Danramil, pernah tinggal di Rangkasbitung, Banten.  

Selesai dinas, keluarga ini kemudian pulang ke Sumedang. Suaminya, Amar Bastaman meninggal pada usia 60 tahun. Amih yang punya 8 anak (9 dengan yang meninggal) melanjutkan hidupnya sendirian, dia tidak menikah lagi. Dia kini tinggal di rumah itu ditemani cucunya dari anak yang pertama. 

"Alhamdulillah, kesehatan, ya kadang-kadang suka pusing, makan obat, tensi tinggi-rendah-tinggi-rendah, makan obat setiap hari," katanya. 

Secara umum, Mari tampak sehat meski keriput kulitnya menunjukkan bahwa dia telah sepuh. Selain pendengaran yang berkurang, dia juga punya kendala pada kesehatan kaki bekas peristiwa terjatuh di rumah. 

Soal panjang umurnya itu, Mari juga tidak tahu, itu adalah anugerah dan dengan anugerah itu dia bisa lebih dekat dengan sang pencipta, Allah SWT. Dia menghabiskan hari-harinya dengan memperbanyak ibadah mahdlah. 

Baca juga: Sejarah Penyebaran Islam di Sumedang Larang: Berawal dari Pernikahan

"Enggak apa-apa, cuman kalau kita tahajud meminta dikasih kesehatan lahir dan batin, rezeki yang halal," katanya. 

Makanan yang dikonsumsi setiap hari juga tidak ada pantangan, namun, dia sesungguhnya hanya bisa makan jika ada lauk nasi berupa ayam.  

"Makan ayam pakai sedikit saos, kalau enggak ayam enggak makan. Makanya uang cepat habis pakai makan," katanya.  

Dia bercerita tentang masa mudanya yang berkaitan dengan salat. Hobinya tenis tidak melalaikannya dari salat. 

"Dulu hobi main tenis, sesudah pensiun pulang ke sini. Di sekitar Gedung Negara Sumedang ada lapangan tenis, pernah juga di sana tenis, ikut kompetisi.

"Salat yang penting mah, dulu juga waktu dinas, kita main tenis, pagi habis subuh pergi sampai jam 12 pulang, pergi lagi, shalat ashar, pulang, sudah," katanya. 

Karena dahulu sering berolahraga, sedikit-banyak aktivitas itu berpengaruh kepada kebaikan kesehatannya kini. Ditambah, jika makan, Mari selalu tak ingin ada makanan yang memakai penyedap rasa. 

"Garam yang penting. Enggak mau saja (penyedap rasa)," katanya. (*)

Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.

IKUTI CHANNEL WhatsApp TribunJabar.id untuk mendapatkan berita-berita terkini via WA: KLIK DI SINI

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved