Hamas-Israel Gencatan Senjata, Berikut 4 Poin Rancangan Utama Perjanjian Damai

Kesepakatan gencatan senjata ini akan mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025) mendatang. Lalu apa itu gencatan senjata?

Editor: Ravianto
Anadolu Agency/Abed Rahim Khatib
Warga Palestina merayakan kemenangan setelah Presiden terpilih AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, di Kota Khan Yunis, Gaza selatan pada tanggal 15 Januari 2025. 

TRIBUNJABAR.ID, GAZA - Hamas dan Israel mencapai kata sepakat atas gencatan senjata di Gaza setelah 15 bulan berperang.

Kesepakatan gencatan senjata ini akan mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025) mendatang.

Lalu apa itu gencatan senjata? Gencatan senjata adalah penghentian perang di mana masing-masing pihak sepakat dengan pihak lain untuk menangguhkan tindakan agresif yang sering kali disebabkan oleh mediasi oleh pihak ketiga .

Mediator perundingan gencatan senjata dari Qatar telah mengirimkan rancangan proposal kesepakatan kepada Israel dan Hamas.

Seminggu sebelum Presiden terpilih AS, Donald Trump, mengambil alih jabatan dari Presiden Joe Biden, para pejabat menyebutkan bahwa terobosan telah dicapai dalam pembicaraan di Doha, dan kesepakatan bisa segera tercapai.

Namun, masih banyak rincian tentang penerapan gencatan senjata yang perlu disepakati.

Baca juga: Gencatan Senjata Gaza-Israel Tercapai, Ada Tiga Tahap Utama Termasuk Pertukaran Tahanan dan Napi

Para pejabat dari semua pihak mengatakan bahwa kesepakatan belum sepenuhnya final.

Mengutip Asharq Al Awsat, berikut adalah poin-poin utama dari rancangan tersebut menurut seorang pejabat Israel dan seorang pejabat Palestina.

 Hamas sendiri belum memberikan rincian, menurut Reuters.

1. Pemulangan Sandera
Pada tahap pertama, 33 sandera akan dibebaskan.

Mereka terdiri dari anak-anak, perempuan, termasuk tentara wanita, pria berusia di atas 50 tahun, serta mereka yang terluka atau sakit.

Israel yakin sebagian besar sandera masih hidup, meskipun belum ada konfirmasi resmi dari Hamas.

Tahap pertama ini akan berlangsung selama beberapa minggu, meskipun pejabat Israel menyatakan durasi pastinya belum ditentukan.

Pejabat Palestina menyebutkan tahap pertama akan berlangsung selama 60 hari.

Jika berjalan sesuai rencana, pada hari ke-16 sejak kesepakatan mulai berlaku, negosiasi tahap kedua akan dimulai.

Tahap kedua ini bertujuan untuk memulangkan sandera yang masih hidup, termasuk tentara pria dan warga sipil pria, serta pengembalian jenazah sandera yang telah meninggal.

Sebagai imbalan atas sandera, Israel akan membebaskan sejumlah besar tahanan Palestina dari penjara, termasuk beberapa yang menjalani hukuman panjang karena serangan mematikan.

Jumlah pastinya akan tergantung pada jumlah sandera yang masih hidup.

Pejabat Israel memperkirakan jumlah tahanan yang akan dibebaskan adalah "ratusan", sementara pejabat Palestina menyebut jumlahnya lebih dari 1.000.

Tempat tujuan para tahanan Palestina yang dibebaskan belum disepakati, namun siapa pun yang dihukum karena pembunuhan atau serangan mematikan tidak akan dibebaskan ke Tepi Barat.

Mereka yang terlibat dalam serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 juga tidak akan dibebaskan.

2. Penarikan Pasukan
Israel tidak akan menarik pasukannya sepenuhnya hingga semua sandera dibebaskan, tetapi penarikan akan dilakukan secara bertahap.

Pasukan Israel akan tetap berada di perimeter perbatasan untuk melindungi kota dan desa-desa di perbatasan Israel.

Pengaturan keamanan akan dibuat di koridor Philadelphia yang berbatasan dengan Mesir, di sepanjang tepi selatan Gaza.

Israel akan menarik diri dari beberapa bagian wilayah setelah beberapa hari pertama kesepakatan.

Penduduk Gaza Utara yang tidak bersenjata akan diizinkan kembali ke rumah mereka, dengan mekanisme untuk memastikan tidak ada senjata yang dipindahkan ke sana.

 Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)
Pasukan Israel juga akan mundur dari koridor Netzarim di Gaza tengah.

Penyeberangan Rafah antara Mesir dan Gaza akan berfungsi secara bertahap, memungkinkan orang sakit dan kasus-kasus kemanusiaan untuk keluar dari Gaza guna menerima perawatan medis.

3. Pengiriman Bantuan Kemanusiaan
Akan ada peningkatan bantuan kemanusiaan secara signifikan ke Jalur Gaza.

Sebelumnya badan-badan internasional, termasuk PBB, menyebut penduduknya menghadapi krisis kemanusiaan yang parah.

Israel telah mengizinkan bantuan masuk ke wilayah tersebut, namun masih ada perselisihan terkait jumlah bantuan yang diizinkan masuk serta seberapa banyak yang benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan.

Selain itu, masalah penjarahan oleh geng-geng kriminal juga semakin memburuk.

 4. Pemerintahan Masa Depan Gaza
Siapa yang akan memimpin Gaza setelah perang berakhir masih menjadi pertanyaan besar dalam negosiasi.

Tampaknya isu ini tidak termasuk dalam proposal saat ini karena kompleksitasnya, dan mungkin akan menghambat tercapainya kesepakatan yang sedang diupayakan.

Israel menegaskan bahwa perang tidak akan berakhir dengan Hamas tetap berkuasa.

Israel juga menolak gagasan pemerintahan Gaza oleh Otoritas Palestina, badan yang didukung Barat yang dibentuk berdasarkan perjanjian perdamaian sementara Oslo tiga dekade lalu.

Otoritas Palestina saat ini menjalankan kedaulatan terbatas di Tepi Barat yang diduduki.

Sejak awal kampanye militer di Gaza, Israel menyatakan akan mempertahankan kendali keamanan atas wilayah tersebut setelah pertempuran berakhir.

Masyarakat internasional menyatakan bahwa Gaza harus dipimpin oleh warga Palestina.

Namun, upaya untuk menemukan alternatif bagi faksi-faksi utama di antara masyarakat sipil atau pemimpin klan sebagian besar belum membuahkan hasil.

Meski demikian, ada pembicaraan tentang pemerintahan sementara yang akan memimpin Gaza sampai Otoritas Palestina yang telah direformasi bisa mengambil alih.

(Tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved