Wacana Ujian Nasional Diberlakukan Lagi, Perhimpunan Pendidik dan Guru Tolak Jika jadi Syarat Lulus
Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri meminta Kemendikdasmen tidak gegabah dalam menghidupkan kembali UN.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Muti memastikan pihaknya belum mengambil keputusan mengenai penerapan kembali Ujian Nasional (UN).
Dia mengatakan Kemendikdasmen masih melakukan kajian terhadap penerapan kembali UN.
Saat ini Kemendikdasmen masih meminta masukan dari berbagai kalangan terkait kebijakan pendidikan.
Perhimpunan Pendidik dan Guru (P2G) menanggapi wacana penerapan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2026.
Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri meminta Kemendikdasmen tidak gegabah dalam menghidupkan kembali UN.
Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan Kemdikdasmen sebelum UN dicanangkan kembali.
Baca juga: Persatuan Guru Setuju Ujian Nasional Dipakai Lagi tapi SD Tak Termasuk, Jadi Salah Satu Syarat Lulus
Pertama, asesmen terstandar bagi murid yang diselenggarakan harus jelas tujuan, fungsi, anggaran pembiayaan, kepesertaan, instrumen, gambaran teknis, dan dampaknya.
"Jika UN digunakan sebagai penentu kelulusan siswa, ini jelas harus ditolak. Karena bersifat high-stakes testing bagi murid," kata Iman melalui keterangan tertulis, Minggu (5/1/2024).

Hal yang harus diperhatikan, kata Iman, adalah kriteria asesmen bagi murid yang bertujuan mengevaluasi sistem pendidikan.
Kriteria tersebut, yaitu asesmen dirancang sesuai tujuan sistem pendidikan, asesmen bersifat low-stake (tidak berisiko apapun terhadap capaian akademik murid), dan asesmen yang memuat informasi komprehensif dari segi input, proses, dan output pembelajaran.
Selain itu, Iman mengungkapkan UN pada masa lalu mencampuradukan fungsi asesmen sumatif bagi murid, formatif bagi sekolah.
Bahkan dijadikan alat menyeleksi murid masuk ke jenjang pendidikan di atasnya dalam proses PPDB yang menggunakan nilai UN.
Nilai UN tertera di belakang ijazah sebagai bentuk sertifikasi (penyertifikatan) capaian belajar siswa.
"UN pada masa lampau sangat tidak adil, hanya berorientasi kognitif, mendistorsi proses pendidikan itu sendiri, dan mengkotak-kotakan mana mata pelajaran penting dan yang tidak," kata Iman.
Pada era Anies Baswedan dan Muhajir Effendi sebagai Mendikbud, Iman mengatakan UN tetap diadakan tapi tidak lagi penentu kelulusan.
Iman mengatakan UN yang akan dikembalikan Mendikdasmen Abdul Muti seperti era Mendikbud Muhajir dapat saja diberlakukan.
Namun harus jelas tujuan, fungsi, skema, anggaran, kepesertaan, instrumen, teknis implementasi, dan dampaknya
"Apakah ujiannya berbasis mata pelajaran, apa saja? Empat mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran pilihan untuk SMA/SMK/MA? Atau justru semua pelajaran yang di-UN-kan?" ucap Iman.
Menurutnya, skema UN yang pernah dilakukan di SMA/SMK/MA yaitu 3 Mata Pelajaran Wajib ditambah 1 Mata Pelajaran Peminatan.
"Jelas ini mendiskriminasikan mata pelajaran wajib lainnya seperti Pendidikan Pancasila, PJOK, Seni Budaya dan Pendidikan Agama," tuturnya.
Kalau UN bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kurikulum, menurut Iman, harusnya semua mata pelajaran dalam Standar Isi yang diujikan.
Selain itu, jika UN berbasis mata pelajaran, risiko biaya akan besar. Biaya UN dulu menguras APBN sampai 500 milyar.
"APBN untuk Kemdikdasmen tahun 2025 saja hanya 33,5 triliyun. Rasanya anggaran UN yang besar itu akan mengganggu program prioritas pendidikan yang lain," tambah Iman.
P2G menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan dalam rangka pengendalian mutu dan pencapaian standar nasional nasional sebagaimana perintah UU Sisdiknas.
Kemudian P2G berharap Pemerintah menghidupkan kembali lembaga mandiri dan independen yang berwenang melakukan evaluasi dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
Ketiga, P2G merekomendasikan agar Evaluasi Pendidikan Nasional (apapun namanya) yang akan dilaksanakan harus dilakukan secara terpadu, bersifat low-stakes, tidak berbasis mata pelajaran, dan fokus pada foundational skills.
Kemendikdasmen, kata Iman, hendaknya fokus kepada evaluasi untuk pemetaan kompetensi mendasar siswa atau foundational skills, yaitu kompetensi literasi dan kompetensi numerasi.
“Memang era Nadiem hingga sekarang ini sudah diadakan Asesmen Nasional (AN), tapi banyak kelemahannya," pungkas Iman.
Kelemahan AN, adalah metodologi pengambilan sampel yang kurang valid dan reliable.
Lalu konten dan model soal AN merupakan kombinasi model soal PISA dan TIMSS. Padahal keduanya memiliki indikator penilaian yang berbeda.
AN juga dianggap menciptakan diskriminasi kepada guru dan siswa yang minim akses internet, perangkat digital, dan listrik.
Fakta lainnya, soal AN lebih sulit daripada soal PISA dan TIMSS.
Ujian nasional dihapus
Ujian Nasional
Perhimpunan Pendidik dan Guru
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah
Materi Tes Kemampuan Akademik untuk SD, SMP, dan SMA, Lengkap Jadwalnya |
![]() |
---|
Mengenal Tes Kemampuan Akademik yang Gantikan Ujian Nasional 2025, Cek Mata Pelajaran yang Diujikan |
![]() |
---|
LIRIK Lagu Hari Baru yang jadi Jingle MPLS Ramah 2025: Gembira Menuntut Ilmu |
![]() |
---|
Dedi Mulyadi Klaim Gebrakannya dalam Pendidikan Didukung Mendikdasmen: Orang Cerdas Idenya Banyak |
![]() |
---|
Wamen Disdakmen Enggan Komentar Banyak soal Ratusan Siswa Keracunan Menu MBG dan Pendidikan Militer |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.