Sosok Enika Maya Mahasiswi UIN Kalijaga Penggugat Presidential Threeshold yang Kini Dihapus MK
Ini sosok mahasiswa yang buat Mahkamah Konstitusi hapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden (presidential threshold).
Penulis: Salma Dinda Regina | Editor: Salma Dinda Regina
TRIBUNJABAR.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden (Presidential Threshold) dengan menyatakan Pasal 222 Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Putusan itu adalah permohonan dari empat mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta dengan nomor perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.
Aktivitas Pemilu Titi Anggraini yang juga hadir dalam sidang tersebut mengatakan, keempat pemohon yang masih berstatus mahasiswa ini hadir melalui konferensi video karena masih berada di Yogyakarta.
"Yang dikabulkan adalah permohonan nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh sejumlah mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta," ucap Titi saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025), dikutip dari Kompas.com.
Berdasarkan surat permohonan yang dikeluarkan MK, 23 Februari 2024, empat mahasiswa itu adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq dan Tsalis Khorul Fatna.
Baca juga: Semua Partai Politik Bisa Usulkan Calon Presiden Setelah MK Resmi Hapus Presidential Threshold
Diketahui, mereka melakukan uji materi Pasal 222 UU Pemilu 7/2017 ini dengan petitum agar pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 karena melanggar batasan open legal policy dalam hal moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable.
Keempat mahasiswa itu mengubah putusan MK dalam uji materi presidential threeshold yang telah diajukan lebih sebanyak 36 kali oleh para aktivis pemilu.
Titi Anggraini menyampaikan, hari ini MK seharusnya membacakan empat perkara yang senada terkait ambang batas pencapresan.
Namun dengan putusan 62 dibacakan, tiga permohonan kehilangan objek hukum.
"Tapi kami meyakini bahwa pada dasarnya Mahkamah Konstitusi sudah kembali pada esensi UUD bahwa memang ambang batas pencalonan presiden adalah inknostitusional," kata Titi.
Lalu, siapakah sosok Enika Maya Oktavia salah satu yang mengajukan permohonan tersebut?
Sosok Enika Maya Oktavia
Dilansir dari akun LinkedIn-nya, Enika Maya Oktavia merupakan mahasiswa jurusan Hukum Tata Negara di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Enika menuliskan bahwa dirinya adalah Petugas Kemitraan di Widya Robotics.
Dalam bio LinkedIn nya pun ia menyebut sosoknya sebagai seorang peneliti hukum.
Ia juga merupakan sosok yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
Ia pernah dinobatkan sebagai Duta Besar HIV/AIDS untuk DIY.
Ia juga pernah menjadi fasilitator pendidikan di PIK-M Lingkar Seroja.
Lebih lanjut, Enika juga membagikan pengalamannya, mulai dari menjadi Partnership Officer di Widya Robotic sejak Oktober 2024 sampai dengan sekarang.
Baca juga: Agenda yang Dibahas Ketua Umum Partai di Rumah Presiden Prabowo, AHY Ungkap Bocorannya
Ia juga menjadi Tentor di Delta Private Jogja dari Juli 2024 sampai dengan sekaang.
Di tahun-tahun sebelumnya, Enika juga tampaknya aktif melakukan magang di berbagai instansi.
Misalnya pada Januari 2024, ia juga sempat magang menjadi Asistant Lawyer di Kantor Advokat Muhammad Ima, S.H dan Rekan.
Pada Agustus-September 2024, Enika juga aktif magang menjadi Staf Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelsaian Sengketa Hukum.
Kemudian pada Juli-Agustus 2023 ia juga magang menjadi Staf Kepaniteraan di Pengadilan Negeri Sleman.
MK Hapus Presidential Threeshold
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.
Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025), dikutip dari Tribunnews.
MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.
Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.
MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.
Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.
Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.
Baca juga: Jadwal Sidang Gugatan MK untuk Sengketa Pilkada 2024, Ada 11 Daerah di Jabar yang Mengajukan
Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.
Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.
Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong.
Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.
“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang-undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:
Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.
Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.
Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya
Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
“Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.
Baca berita Tribun Jabar lainnya di GoogleNews.
Enika Maya Oktavia
Presidential Threshold
UIN Sunan Kalijaga
Mahkamah Konstitusi (MK)
ambang batas
pencalonan presiden
sosok
Rizki Maulana Syafei
Faisal Nasirul Haq
Tsalis Khorul Fatna
penggugat
Sosok Affan Ojol Tewas Dilindas Rantis Brimob, Dibawa ke RS Pakai Motor, Tulang Punggung Keluarga |
![]() |
---|
Sosok Gus Irfan Cucu Pendiri Nahdlatul Ulama yang Disebut-sebut Bakal Jadi Menteri Haji dan Umrah |
![]() |
---|
Sosok Ahmad, Pedagang di Bandung Barat Viral Bagi-bagi Donat, Kini Ketiban Rezeki dari Dedi Mulyadi |
![]() |
---|
SOSOK Akbar, Pegawai Fotokopi yang Syok Diajak OTK Misterius Ikut Demo di Gedung DPR RI |
![]() |
---|
Sosok Salsa Erwina Hutagalung, Influencer yang Tantang Debat Ahmad Sahroni, Prestasinya Mentereng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.