Presidential Threshold Dihapus, Ini Dampak Positif dan Negatifnya Menurut Pengamat

Pengamat politik menilai ada dampak positif dan negatif dari penghapusan ambang batas atau presidential threshold

Tribunnews/Danang Triatmojo
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan calon presiden dan wakil presiden pada sidang yang berlangsung Kamis (2/1/2025). 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Nazmi Abdurrahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pengamat Politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono menilai ada dampak positif dan negatif dari penghapusan ambang batas atau Presidential Threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Dikatakan Kristian, dampak positifnya adalah membuka ruang yang lebih luas kepada berbagai kalangan untuk mencalonkan diri sebagai pasangan presiden dan wakil presiden.

"Hal ini dapat mereduksi peluang terjadinya pembelahan di tengah masyarakat, karena terbatasnya jumlah pasangan capres-cawapres yang dapat diajukan," ujar Kristian, Kamis (2/1/2025). 

Baca juga: Sosok Enika Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Buat MK Hapus Presidential Threshold, Ini Rekam Jejaknya

Masyarakat pun, kata dia, mendapatkan banyak pilihan untuk menentukan siapa presiden dan wakil presiden nya dan mengurangi tensi ketegangan politik.

"Tidak akan setajam seperti saat Pilpres 2019 yang lalu. Selain itu, opsi yang dapat dipilih akan bertambah jumlahnya, sehingga bisa merepresentasikan keragaman aspirasi politik," katanya. 

Sementara dampak negatifnya adalah berkurangnya jumlah dukungan minimum Capres-Cawapres di DPR-RI. 

"Bisa jadi sangat rendah sehingga proses usulan kebijakan menjadi panjang dan membutuhkan waktu yang lama. Fragmentasi ini juga akan mengakibatkan kegaduhan yg berkepanjangan di parlemen sehingga proses pengambilan menjadi tidak efisien," ucapnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK), memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

Baca juga: Semua Partai Politik Bisa Usulkan Calon Presiden Setelah MK Resmi Hapus Presidential Threshold

Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved