Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan Lahan Tol Cisumdawu Ungkap Fakta soal Simulasi Kerugian Negara

Sidang lanjutan korupsi pengadaan lahan Tol Cisumdawu kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (19/12/2024) agenda pemeriksaan terdakwa

Editor: Mega Nugraha
Istimewa
Sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan lahan Tol Cisumdawu kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (19/12/2024) dengan agenda pemeriksaan terdakwa. 

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG- Sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan lahan Tol Cisumdawu kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (19/12/2024) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Dalam kasus itu, ada lima terdakwa. Pertama, Dadan Setiadi Megantara dari pihak swasta. Empat terdakwa lainya di kasus pengadaan lahan tol Cisumdawu ini. Yakni  Atang Rahmat - Anggota Tim P2T, Pegawai BPN, Agus Priyono - Ketua Satgas B Tim P2T, Pegawai BPN, Mono Igfirly - Pejabat di Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan Mushofah Uyun selaku Kades Cilayung. 

Di sidang kali ini, terdakwa Mono Igfrly mengungkap sejumlah fakta soal dugaan simulasi kerugian negara. Seperti diketahui, kerugian negara dalam kasus ini yakni 329 M.

Mono bekerja sebagai salah satu pegawai di kantor jasa penilai publik. Dia mengungkap bahwa pada 14 November 2024, dia sempat diminta penyidik untuk membuat simulasi.

Saat itu, dia disodorkan dokumen siteplan, izin lokasi dan pernyataan Dadan Setiadi Megantara yang menyebut bahwa tanah yang dibeli Dadan tidak akan dibangun jika digunakan untuk jalan tol.

Baca juga: Kami Dizalimi Anak Dadan Sebut Ayahnya Dipenjara Meski Tak Nikmati Uang Korupsi Tol Cisumdawu

Kemudian, Mono membuat simulasi tanpa penilaian baru, termasuk menggunakan diskon peruntukan perumahan, mengunrangi nilai akibat penggunaan jalan tol dan mempertimbangkan pajak 10 persen.

Pernyataan Mono soal simulasi itu ditanggapi serius tim kuasa hukum Dadan Setiadi Megantara, Jainal RF Tampubolon. Menurutnya, pernyataan Mono dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) berbeda dengan kesaksian di persidangan.

"Apakah saksi akan mencabut pernyataan soal perhitungan ganti rugi yang ternyata hanya simulasi dan dimasukkan ke dalam BAP nomor 43 dan 44?" tanya Jainal.

Mono tidak mengiyakan soal pencabutan BAP, namun Mono menjelaskan bahwa simulasi tersebut bukanlah penilaian resmi. 

"Penilaian pada 14 November itu hanya simulasi. Penilaian yang sebenarnya memerlukan risalah, pernyataan Dadan, siteplan, trase, perubahan trase, izin lokasi, dan peruntukan," ungkap Mono.

Ketika ditanya lebih lanjut oleh Jainal apakah ia diarahkan penyidik untuk membuat simulasi, Mono membenarkannya. 

Baca juga: Adik Terdakwa Miming Theniko Beri Kesaksian di PN Bandung, Begini Tanggapan Kuasa Hukum Korban

"Betul!" jawab Mono sambil mengangguk. Jainal menyatakan bahwa simulasi tersebut tidak bisa dijadikan dasar ganti rugi. 

"Simulasi ini tidak dapat digunakan sebagai dasar ganti rugi karena bukan hasil penilaian yang sah," tegasnya.

Mono juga menjelaskan bahwa ia dan timnya melakukan pengecekan langsung ke lapangan terhadap sembilan bidang tanah milik Dadan Megantara. 

Dari sembilan bidang tersebut, tujuh bidang tercatat sebagai milik pribadi dan dua bidang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).

"Survei lapangan dilakukan untuk memastikan lokasi lahan. Dari hasil verifikasi, ditemukan bahwa lokasi lahan tersebut tepat berada di Benteng IPDN," katanya.

Untuk menilai harga tanah, Mono menggunakan metode ekstraksi. Ia mengumpulkan data dari brosur properti dan menggunakan harga dari lima tipe properti yang ada di lokasi tersebut. 

"Pendekatan yang digunakan adalah metode ekstraksi, yaitu mengekstraksi harga tanah dari masing-masing unit properti di area tersebut untuk mendapatkan harga rata-rata tanah," kata Mono.

Ia juga menyebut bahwa lahan tersebut sebelumnya sudah melalui proses cut and fill serta memiliki izin perumahan. Dengan kondisi ini, nilai lahan dianggap layak mendapatkan harga yang lebih tinggi.

Dalam persidangan, Jainal memastikan bahwa Mono tidak memiliki komunikasi atau kesepakatan sebelumnya dengan Dadan Megantara. Ketika ditanya apakah Mono pernah bertemu langsung, menerima iming-iming uang, atau melakukan komunikasi dengan Dadan atau pihak yang mewakilinya, Mono membantahnya.

Penasehat hukum Dadan Megantara, Jainal Riko Frans Tampubolon, menyatakan bahwa simulasi yang dilakukan Mono tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk menentukan ganti rugi. Di sisi lain, laporan final yang menunjukkan nilai Rp329,7 miliar seharusnya menjadi acuan utama.

Kronologi Kasus

Dugaan korupsi merugikan negara Rp 329 miliar itu bermula saat Dadan Setiadi megantara, pengusaha properti, jauh sebelum ada proyek Tol Cisumdawu, mengajukan pengadaan tanah untuk perumahan.

Proses pengadaan tanah itu kemudian diurus sehingga keluar izin prinsip, izin lokasi dan perizinan lainnya dari Pemkab Sumedang. Hingga akhirnya, muncullah rencana proyek Tol Cisumdawu yang diusulkan Pemkab Sumedang. Setelah itu, keluar penetapan lokasi pengadaan Tol Cisumdawu, namun belum ada detail jalur tol.

Dalam perjalanannya, pada kurun waktu 2018-2019,  tanah yang diajukan oleh Dadan, yang sudah mendapat izin prinsip hingga izin lokasi, ternyata masuk ke dalam jalur Tol Cisumdawu.

Singkat cerita, Dadan Setiadi Megantara ditetapkan sebagai penerima ganti rugi sejumlah bidang lahan. Dia mendapat ganti untung dari pemerintah senilai Rp 329 miliar lebih.

Namun, saat Dadan ditetapkan sebagai penerima ganti rugi, sejumlah pihak mengklaim tanah yang dikuasai Dadan sehingga bersengketa perdata di Pengadilan Negeri Sumedang.

Mengetahui hal itu, pemerintah kemudian menitipkan uang ganti rugi tersebut secara konsinyasi ke PN Sumedang. 

Penyidik Kejari Sumedang lalu mengendus ada perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan tanah tersebut dan berakibat pada kerugian keuangan negara.

Karena perbuatan melawan hukum itu, akhirnya pemerintah menganggarkan uang Rp 329 miliar lebih untuk penggantian tanah. Sebab, tanah masih terjadi sengketa, uang tersebut kemudian dititipkan ke BTN melalui PN Sumedang melalui mekanisme konsinyasi.

"Kerugian negara dalam kasus ini, uangnya masih ada, di bank BTN melalui PN Sumedang lewat konsinyasi. Uangnya tidak dinikmati oleh pak Dadan, peristiwa korupsi memperkaya diri nya ini belum terjadi karena uangnya masih konsinyasi," ucap Jainal.

Mengkonfirmasi hal itu, jaksa Arlin Aditya membenarkannya.

"Uangnya (masih ada) di bank BTN melalui konsinyasi di PN Sumedang," ujar Arlin Aditya.

Terkait unsur kerugian negara dalam Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tipikor yang didakwakan pada para terdakwa, itu akan menjadi substansi pemeriksaan di persidangan.

"Itu kami serahkan ke hakim," ujar Arlin. Namun, dia menyebut bahwa peristiwa korupsi ini berawal dari adanya dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan tanah, yang berdampak pada kerugian keuangan negara.

"Ya seperti itu, ada perbuatan melawan hukum dalam prosesnya, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara," ujar dia.(*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved