KPID Jabar Soroti Pentingnya Konten Lokal dalam Penyiaran untuk Pemberdayaan Ekonomi Daerah

Hematnya, budaya lokal sebagai entitas budaya bangsa, semestinya diletakkan dalam konteks pembentukan kepribadian bangsa.

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
tribunjabar.id / Nappisah
Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Jawa Barat, Roni Tabroni, Selasa (19/11/2024). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Setiap lembaga penyiaran, mengharuskan menyiarkan konten lokal sebanyak 10 persen untuk penyiaran TV, dan 60 persen untuk penyiaran Radio, guna memberdayakan potensi yang ada untuk perputaran ekonomi lokal tetap berjalan.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Jawa Barat, Roni Tabroni, Selasa (19/11/2024).

Hematnya, budaya lokal sebagai entitas budaya bangsa, semestinya diletakkan dalam konteks pembentukan kepribadian bangsa. Baik dituangkan dalam bentuk konten, guna menjaga eksistensi kebudayaan nasional.

"Tapi nafas dari UU itu bukan hanya konten, konten lokal dibikin oleh orang lokal disitu, jadi ada penyerapan SDM, Kantor, perangkat dan ekonomi yang diputar," ujarnya. 

Menurutnya, selain perputaran ekonomi, konten lokal juga ditujukan untuk masyarakat guna mengetahui fenomena yang terjadi disekitarnya lewat pemberitaan.

Kendati demikian, hal tersebut belum bisa diterapkan karena industri penyiaran merupakan entitas korporasi yang berupa bisnis, sehingga konten lokal jika dibandingkan dengan program dengan rating tinggi terlebih disiarkan di prime time, dinilai lebih bisa mendatangkan iklan.

"Kita ingin bagaimana kita melakukan advokasi dan memberikan penjelasan kepada publik, bahwa ada hak kita yang direnggut lembaga penyiaran," tuturnya. 

Terlebih, perlu diketahui bahwa Undang-undang terkait penyiaran, tersaji dalam UU No. 32 tahun 2002 tentang lembaga penyiaran. 

UU ini bertujuan untuk memastikan penyiaran yang independen, berimbang, dan bertanggung jawab, serta untuk melindungi kepentingan publik. 

Beberapa poin penting dalam UU ini antara lain menetapkan jenis lembaga penyiaran (seperti penyiaran publik, swasta, dan komunitas), pengaturan izin penyiaran, kewajiban konten yang mendidik dan menghibur, serta pengaturan iklan dan konten yang sesuai dengan nilai-nilai sosial dan budaya Indonesia. 

Lebih lanjut, UU ini juga mengatur peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengawasan penyiaran.

"Kita lembaga negara yang mengurus lembaga penyiaran, sudah dibekali UU 32. Tapi nafas dari UU itu bukan hanya konten, juga pemberdayaan ekonomi lokal nya," kata Roni. (*) 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved