Breaking News

Orangtua yang 3 Anaknya Diusir dari Sekolah karena Menunggak SPP Rp 42 Juta Ternyata Buruh Serabutan

Fahat memang menyadari bahwa ia tidak mampu membayar tunggakan SPP senilai puluhan juta tersebut.

Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Ravianto
Kolase Youtube via Tribun Bogor
Fahat, Sosok Ayah dari 3 Siswa SD Pandeglang Diusir dari Sekolah, anaknya menunggak bayar SPP Rp 42 juta 

TRIBUNJABAR.ID, PANDEGLANG - Sedang ramai dibicarakan video viral 3 anak diusir dari sekolahnya gara-gara uang SPP belum dibayar orangtua.

3 kakak beradik itu dipulangkan ke rumahnya, diantar oleh guru.

Diketahui 3 siswa SD tersebut sekolah di SDIT Insan Cendekia Mathlaul Anwar (ICMA), Yayasan Islamic Centre Herwansyah (ICH) di Kampung Kadasuluh, Desa Karyasari, Kecamatan Cikeudal, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Orangtua ketiga siswa SD itu, Muhammad Fahat tak bisa berbuat apa-apa.

Sebab Fahat memang menyadari bahwa ia tidak mampu membayar tunggakan SPP senilai puluhan juta tersebut.

"Dari mereka (pihak yayasan) alasannya karena ada tunggakan pembiayaan, sekitar Rp 42 juta untuk tiga anak," ujar Fahat.

Baca juga: Pekerjaan Fahat Ayah 3 Siswa SD yang Viral Nunggak Bayar SPP Rp 42 Juta, Pasrah Anak Diusir Sekolah

Alih-alih mengungkap alasan tak bisa membayar tunggakan bayaran SPP anaknaya, Fahat pun mengurai pekerjaan dan profesinya sehari-hari.

Berani menyekolahkan anaknya di sekolah swasta ternama, Farhat nyatanya hanya seorang buruh serabutan.

Viral Kasus 3 SD di Banten  Diusir Dari Sekolah Diduga karena Nunggak Bayar SPP Rp 42 Juta, Nasibnya Kini Pilu
Viral Kasus 3 SD di Banten Diusir Dari Sekolah Diduga karena Nunggak Bayar SPP Rp 42 Juta, Nasibnya Kini Pilu (Kolase Youtube RCTI/Metro TV)

Diungkap Fahat, penghasilannya hanya cukup untuk makan saja.

"Dari mana (uang)? kerja aja sekarang serabutan. Cukup buat sehari-hari aja sudah alhamdulillah. Apalagi untuk melunasi pembiayaan itu," ujar Fahat.

Meski begitu, Defi tampaknya masih belum terima tiga anaknya diusir paksa dari sekolah.

Sebab diakui Defi, anak-anaknya adalah sosok yang cerdas dan berprestasi.

"Untuk anak saya yang pertama itu sudah hafal juz 30, sudah diwisuda, predikatnya mumtaz predikat terbaik. Untuk yang kedua pun waktu dinonaktifin harusnya ikut wisuda juz 30 juta cuma karena dinonaktifin jadi enggak (wisuda)," kata Defi.

Bahkan anak keduanya punya ketertarikan lebih di bidang matematika.

Diungkap Defi, ketiga anaknya punya prestasi gemilang di bidang agama.

"Banyak prestasinya untuk anak kedua matematikanya menonjol. Anak ketiga dari tilawatil sempat dapat predikat tilawatil terbaik. Alhamdulillah anak-anak saya berprestasi di sekolah," ungkap Defi.

Sementara itu, terkuak fakta terkait awal mula tunggakan tersebut bisa muncul.

Hal tersebut disampaikan Defi Fitriani selaku ibu dari ketiga siswa tersebut.

Melansir dari Tribunnews.com, Minggu (27/10/2024) Defi menjelaskan terkait tunggakan pembiayaan sekolah sebanyak Rp 42 juta.

Ia menguraikan, tunggakan tersebut tidak hanya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

Namun juga terkait uang pembangunan, seragam, hingga buku-buku pelajaran.

Sedangkan biaya SPP per bulan, anak pertama sebanyak Rp 350 ribu, anak kedua sebanyak Rp 300 ribu, dan anak terakhir Rp 250 ribu.

Defi mengaku, awalnya ketiga anaknya tidak dikenai biaya karena masih keluarga pemilik yayasan.

"Sudah lama tunggakannya karena memang dulu saya aktif di yayasan tersebut, saya juga dari keluarga punya yayasan. Setelah konflik keluarga, dimunculkan tagihan."

"Komitmen (awal) itu tidak ada (pembayaran) pembiayaan untuk anak-anak saya."

"Setelah konflik keluarga, diterbitkan penagihan itu. Anak-anak saya jadi korban," tegasnya.

Defi dan suami kini berjuang mencari keadilan.

Ia sudah meminta bantuan ke Dinas Pendidikan, Kepemudaan & Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Pandeglang.

Pihak Dindikpora memfasilitasi mediasi antara Defi dengan pihak yayasan.

Akan tetapi, hasil mediasi berujung buntu.

Defi harus tetap membayar tagihan sebanyak Rp 42 juta.

"Kami ini orang tua tidak diam, cari keadilan, kami tempuh, minta tolong Dindik Pandeglang untuk dimediasi, sempat dimediasi satu kali."

"Dari yayasan tidak datang diwakilkan kepala sekolah, akhirnya tidak mendapatkan jawaban," tegasnya.

Defi terakhir berharap, kejadian yang menimpa anaknya segera selesai.

Ia ingin ketiga anaknya bisa melanjutkan sekolah.

"Anak-anak bisa sekolah lagi sesegera mungkin, harapan pindah sekolah aja," tegasnya.

RW setempat, Wahudin ikut memberikan tanggapannya terkait kejadian ini.

Ia merasa kecewa dengan pihak sekolah.

"Sangat miris, kok jaman sekarang masih ada itu dalam arti anak-anak masa untuk belajar."

"Apapun permasalahan, diselesaikan secara baik-baik. Apalagi saya mendengar dipulangkan secara paksa," kata Wahudin.

Informasi tambahan, Yayasan Islamic Centre Herwansyah (ICH) belum memberikan pernyataan terkait masalah pemulangan paksa 3 siswanya.(*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved