10 Tahun Pemerintahan Jokowi

Berkah Ekonomi Jatigede Sumedang, Mengisi Waktu Pensiun dengan Menjadi Nakhoda Perahu Wisata

Haji Darta Saputra sudah tua. Namun, pensiunan kepala sekolah dasar itu masih semangat berlayar di perairan Waduk Jatigede,

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Siti Fatimah
kiki andriana/tribun jabar
Darta Saputra (69), pensiunan kepala sekolah dasar yang kini jadi nahkoda perahu wisata atau perahu sewa, di perairan Waduk Jatigede, saat ditemui TribunJabar.id, di Desa Pajagan, Kecamatan Cisitu, Sumedang, Senin (16/9/2024) malam. 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Haji Darta Saputra sudah tua. Namun, pensiunan kepala sekolah dasar itu masih semangat berlayar di perairan Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang. Dia menjadi nakhoda perahu wisata

Perahu yang dia punya bisa memuat beban 2,5 ton. Itu berarti, sekitar maksimal 30 orang dewasa bisa muat.

Tetapi, Polisi Perairan (Polair) hanya mengizinkan perahu itu memuat 10 orang saja, demi tujuan keselamatan. 

Darta yang mengerti dan sadar hukum, menaati aturan itu. Dengan 10 orang saja dan tiket Rp20 ribu per orang, dia masih bisa mendapatkan uang untuk dibawa pulang. 

"Lumayan buat jajan cucu," katanya saat dijumpai TribunJabar.id, Senin (16/9/2024) malam

Sebelum mengemudikan perahu wisata, warga Desa Pajagan, Kecamatan Cisitu ini membuka kolam jaring apung bersama warga Jatigede lainnya yang kehilangan pekerjaan karena terdampak pembangunan waduk terbesar kedua di Indonesia itu.  

Perahu yang dia gunakan kini sebagai perahu wisata, dulunya merupakan perahu untu angkutan pakan dari darat ke kolam jaring apung. Kolam itu dia urus sendiri. 

Namun di kemudian hari, datang Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sumedang yang melarang adanya aktivitas kolam jaring apung.

Alasannya, endapan pakan ikan dapat mengotori air Jatigede

Maka, rombongan Satpol PP merazian kolam-kolam jaring apaung, termasuk miliknya.

Dia yang mengerti dan sadar hukum tak mau membandel. Maka usahanya itu digulung tikarkan. 

"Perahu cuman punya satu, itu juga bekas dulu pernah bikin kolam. Karena tahu sedikit masalah hukum, jadi engga mau melawan hukum," 

"Tapi orang lain masih ada yang membandel, saya udah tua, mau melawan hukum ya malu. Apa namanya orang yang melawan hukum itu?" katanya.  

Perahu pakan itu dibuat perahu wisata. Memang tidak mudah. Ada syarat yang harus ditempuh, mulai dari fasilitas keselamatan hingga legalitas. 

"Syaratnya ya harus ada pengaman ini itu, ya saya beli, lalu legalitas ditempuh tapi sampai sekarang belum selesai juga. Yang memperjuangkan ada. Kalau tidak ada legalitas tidak dipebolehkan oleh Polair," katanya. 

Tiket naik perahu dengan lama berlayar 30 menit adalah Rp20 ribu per orang.

Namun, jika kuota mencapai 10 orang, harga bisa dinego. Jatuhnya, Rp 150 ribu per 10 orang. 

"Keliling gunung surian, yang di tengah itu," katanya. 

Namun, dia juga meghadapi persoalan. Perahunya sudah berumur 8 tahun dan harus mendapatkan perbaikan.

Sementara itu, pengguna perahunya berkurang seiring tiket masuk tempat wisata Tanjungduriat dinaikkan. 

"Dulu sehari bisa Rp500 ribu dapat. Sebulan ya Rp15 juta. Sekarang mungkin sehari hanya Rp100 ribu. Perahu juga sudah tua. Mungkin saja Pak Jokowi yang meresmikan bendungan ini dulu mendengar dan dapat membantu kami-kami ini," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved