Berita Viral

Viral Aplikasi Pemerintah Bernama 'Nyeleneh' Termasuk dari Cirebon dan Sumedang, Ini Klarifikasinya

Media sosial tengah ramai memperbincakan sejumlah aplikasi dan situs pemerintah yang diberi nama nyeleneh hingga cenderung saru atau tidak senonoh.

cirebonkab.go.id
Media sosial tengah ramai memperbincakan sejumlah aplikasi dan situs pemerintah yang diberi nama nyeleneh hingga cenderung saru atau tidak senonoh. 

TRIBUNJABAR.ID - Media sosial tengah ramai memperbincakan sejumlah aplikasi dan situs pemerintah yang diberi nama nyeleneh hingga cenderung saru atau tidak senonoh.

Hal itu pertama kali diungkapkan melalui unggahan Instagram @bigalphaid, Selasa (2/7/2024).

Pengunggah mendata setidaknya da 11 aplikasi atau situs resmi yang dikeluarkan pemerintah yang diberi nama dengan konotasi negatif.

Baca juga: Kisah Guru Honorer di Tasik Jualan Kerupuk Sebelum Ngajar, Gajinya Tak Cukup Biayai Sekolah Anak

Aplikasi itu pun di antaranya diciptakan sejumlah pemerintah daerah di Jawa Barat.

Inilah daftar aplikasi dari laman tersebut:

  • SiPEPEK dari Kabupaten Cirebon
  • SITHOLE dari Kota Semarang
  • SISKA KU INTIP dari Provinsi Kalimantan Selatan
  • SIMONTOK dari Kota Surakarta
  • SISEMOK dari Kabupaten Pemalang
  • SI CANTIK dari Kabupaten Bogor
  • SIGANTENG dari Provinsi Jawa Tengah
  • SIPEDO dari Kabupaten Sumedang
  • Mas Dedi Memang Jantan dari Kota Tegal
  • i-Pubers Petani dari Kabupaten Demak
  • JEBOL YA MAS dari Kota Bengkulu.

Penjelasan Pemkab Cirebon

Sekedar informasi, SIPEPEK adalah sistem pelayanan program penanggulangan kemiskinan dan jaminan kesehatan warga kurang mampu di Kabupaten Cirebon.

Kemunculan aplikasi SIPEPEK ini ternyata menyita perhatian publik hingga menjadi perbincangan warganet.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Cirebon, Dra Indra Fitriani MM menerangkan, penamaan aplikasi SIPEPEK sejatinya sebagai implementasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2019-2024.

Tujuan kedua yaitu mewujudkan manusia berkualitas.

“Strateginya adalah pelayanan bagi masyarakat tidak mampu dengan kartu pepek,” kata Fitri–sapaan akrab Kadinsos dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari laman resminya.

“Kartu pepek ini kami wujudkan melalui aplikasi SiPEPEK. Kami berusaha memberikan pelayanan bagi masyarakat yang tidak mampu. Untuk memastikan layanan yang komprehensif dan mudah diakses,” tambahnya.

Fitri menjelaskan, SIPEPEK adalah inovasi bagi kemudahan pelayanan administrasi.

SiPEPEK wujud dari implementasi reformasi birokasi.

Sehingga, lanjut dia, pelayanan administrasi di Kabupaten Cirebon diharapkan mampu mengurangi penggunaan kertas atau paperless. Hal ini sejalan dengan upaya untuk menjaga lingkungan dengan pengurangan penggunaan kertas.

“Tujuannya, penanganan pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial. Layanan dalam aplikasi SiPEPEK ini sebagai jembatan dalam memberikan kemudahan administrasi PPKS, sebagai wujud nyata dari SLRT (Sistem Layanan Rujukan Terpadu),” jelas Fitri.

Lebih lanjut, Fitri menerangkan penggunaan nama 'Pepek' adalah wujud kecintaan terhadap bahasa daerah.

Selain itu, penggunaan ‘pepek’ merupakan bagian dari upaya pelestarian bahasa daerah.

“Nama SiPEPEK sendiri adalah wujud kecintaan kami terhadap bahasa daerah Cirebon. Di mana ‘pepek’ dalam bahasa Cirebon berarti lengkap atau semuanya ada,” jelasnya.

Selain mencintai dan melestarikan bahasa daerah, dikatakan Fitriani, SiPEPEK merupakan singkatan dari Sistem Informasi Administrasi bagi Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial.

Lagi, ia mengatakan, tujuan SiPEPEK adalah menyediakan layanan kesejahteraan yang komprehensif dan inklusif bagi seluruh masyarakat.

“Kami memahami, bahwa kata ‘pepek’ mungkin memiliki konotasi yang berbeda di wilayah lain. Namun, dalam konteks ini, kami ingin menegaskan bahwa nama ini dipilih dengan niat baik dan penuh makna positif bagi masyarakat Cirebon,” ucap Fitri.

Baca juga: Aplikasi Kawal Haji dan Skema Murur, Revolusi Progresif Kemenag Untuk Kenyamanan Jemaah Haji

“Kami berharap, aplikasi SiPEPEK dapat membantu mewujudkan cita-cita kita bersama untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kabupaten Cirebon,” harapnya.

“Bahkan ke depan, layanan SiPEPEK tidak hanya melayani pengajuan PBI APBD, KIP dan subsidi listrik, tapi akan melayani semua PPKS, yang akan terintegrasi dalam aplikasi SiPEPEK,” imbuhnya.

Ia mengaku terbuka, untuk menerima kritik dan saran dari seluruh masyarakat sebagai bagian dari upaya peningkatan layanan.

Sebab, ia bertekad, Dinsos Kabupaten Cirebon akan terus bertransformasi ke arah yang lebih baik dalam melayani masyarakat.

Penjelasan Sekda Jawa Barat

Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman mengaku akan segera melakukan pengecekan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Saya akan cek ricek kembali, karena ada kepantasan dan kepatutan. Yang jelas sesuai kebijakan dari pemerintah pusat, sesuai komitmen Pak Gubernur tidak ada nambah aplikasi tapi lebih memanfaatkan, meng-custom aplikasi yang ada," ujar Sekda Herman di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (10/7/2024).

Apalagi Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu telah meminta agar pemerintah daerah tidak lagi membuat aplikasi baru, cukup memanfaatkan platform yang sudah ada.

Selain untuk efiensi anggaran, juga diharapkan supaya masyarakat tidak kebingungan lantaran terlalu banyak aplikasi guna mendapatkan pelayanan pemerintah. Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin pun, kata Herman, telah berkomitmen untuk mengerem pembuatan aplikasi.

Sementara mengenai penamaan aplikasi yang berkonotasi negatif, Sekda Herman menegaskan akan melakukan evaluasi guna meredam persoalan ini.

"Kalau ada hal kurang tepat terkait penamaan, nanti kami akan evaluasi. Harus cek ricek kita akan ingatkan," ucapnya.

Tanggapan Ahli IT: Nama aplikasi menyalahi etika

Kepala Departemen Ilmu Komputer, Prodi Teknik Informatika, FMIPA, Universitas Padjajaran (Unpad) Setiawan mengatakan, seorang pemrogram atau app develover seharusnya membuat situs dengan nama yang sesuai fungsinya.

Aplikasi atau situs yang dipermasalahkan warganet memang memakai nama dari singkatan atau akronim suatu program pemerintah daerah.

Misalnya, SIPEPEk yang akronim dari Sistem Pelayanan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Jaminan Kesehatan.

"Sesuai dengan fungsionalisasinya tapi juga jangan mengarah ke hal-hal vulgar, SARA, dan lain-lain," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (10/7/2024), dikutip dari Kompas.com.

Setiawan mengatakan, penamaan aplikasi atau situs yang baik menjadi bagian dalam etika profesi dalam ilmu teknik informatika.

Etika penamaan tersebut yaitu:

  • Etika penamaan yang sopan dan jangan dipaksakan
  • Upayakan penamaan yang mudah diingat dan fungsional namun tetap perhatikan syarat nomor satu
  • Pihak pengelola bisa meminta pemrogram mengubah nama aplikasi karena tidak berkaitan dengan hak cipta

Setiawan menerangkan, penamaan aplikasi tidak memiliki syarat harus sesuai dengan teknologi yang dipakai.

"Kayak kita ngasih nama orang kan nggak mau kita kasih nama yang kurang enak didengar atau tidak lazim," lanjutnya.

Dia menegaskan, hal tersebut tentu dengan asumsi penamaan situs atau aplikasi yang fungsinya baik atau bukan situs atau aplikasi aneh.

"Harus etis dan memenuhi kriteria tidak menyinggung atau menimbulkan persepsi atau hal-hal yang negatif," imbuh Setiawan.

Baca juga: Misteri CCTV Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Tak Pernah Ditunjukkan Meski Disebut di Persidangan

Kemunduran dari masa Orde Baru

Kepala Pusat Studi Komunikasi, Media dan Budaya dari FIKOM Universitas Padjajaran (Unpad), Kunto Adi mengatakan, sebuah aplikasi atau situs seharusnya diberi nama yang familiar bagi publik.

Hal itu akan memudahkan orang mengingat nama suatu aplikasi atau situs.

Kemudian, mereka menjadi lebih mudah menggunakannya. Kunto mengungkapkan, budaya memberi singkatan atau akronim terhadap suatu hal banyak ada di Indonesia pada masa Orde Baru.

Contohnya, Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut sebagai Puskesmas.

"Puskesmas ada familiaritas. Ada 'pus' di situ walau 'kesmas' nggak terlalu familiar. Itu membantu orang untuk mengingat dan menggunakan nama itu," kata Kunto pada Kompas.com, Rabu.

Sebaliknya, suatu hal yang diberi nama dengan istilah yang sangat asing akan menyulitkan orang untuk mengingat serta menggunakannya.

Sayangnya, Kunto menilai, situasi Indonesia sekarang ini menunjukkan kemunduran dari masa Orde Baru.

Sebab, akronim yang ada saat ini terutama dari pemerintah lebih banyak mengarah kepada obyektifikasi perempuan atau pikiran jorok pejabat.

"Ini menunjukkan cara pandang pejabat-pejabat kita yang masih mengobyektifikasikan perempuan. Cara berpikirnya sangat misoginis. Ini yang menurut saya menjadi permasalahan," ungkap Kunto.

Cara pandang tersebut membuat para pejabat melihat aplikasi itu dianggap sama maupun punya sifat-sifat dan atribut seperti perempuan.

Akibatnya, aplikasi-aplikasi tersebut diberi nama dengan akronim yang artinya buruk, menjurus ke hal-hal jorok, dan menunjukkan objektifikasi tubuh perempuan.

Padahal, menurut Kunto, aplikasi atau situs milik pemerintah daerah yang menggunakan nama-nama "saru" menimbulkan konotasi negatif.

"Kita justru kehilangan atau mundur dari apa yang dikerjakan Orde Baru dalam membuat singkatan. Mungkin karena terlalu banyak, singkatannya habis jadi lebih mengarah ke obyektifikasi perempuan atau pejabatnya saja yang otaknya ngeres," pungkas Kunto.

Penjelasan Pengamat

Sejumlah aplikasi pemerintah daerah (pemda) yang tak relevan dan bernuansa seksisme itu pun menuai sorotan.

Contohnya, aplikasi buatan Pemkot Surakarta diberi julukan "Simontok" (Sistem Monitoring Stok dan Kebutuhan Pangan).

Ada juga "Sisemok" (Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan) dari Pemkab Pemalang, serta "Sipepek" (Sistem Pelayanan Program Penanggulangan Kemiskinan dan Jaminan Kesehatan) dari Pemkab Cirebon.

Selain itu, masih ada "Siska Ku Intip" (Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi Berbasis Kemitraan Usaha Ternak Inti Plasma) dari Pemprov Kalimantan Selatan, dan nama-nama yang dianggap problematik lainnya.

Tak hanya aplikasi, program dari beberapa pemerintah daerah juga mempunyai nama yang patriarkis, seperti "Mas Dedi Memang Jantan" (Program Masyarakat Berdedikasi Memperhatikan Angkatan Kerja Rentan) dari Pemkot Tegal.

Penamaan akronim sejumlah aplikasi dan program pemerintah daerah tersebut mendapat sorotan sejumlah pakar.

Sosilogo Universitas Indonesia (UI) Ida Ruwaina menilai, sejumlah nama akronim aplikasi bernuansa seksisme itu semakin menebalkan bias kepada perempuan.

Lewat penamaan itu, Ida menyebutkan bahwa perempuan semakin diobjektifiasi dan seksualitasnya pun dianggap sebagai "komoditi".

"Saya mempertanyakan apakah betul para perancang kebijakan atau program tersebut tidak tahu dan tidak paham bahwa istilah-istilah itu vulgar dan mesum?" kata Ida saat dihubungi, Rabu (10/7/2024), dikutip dari Kompas.com.

"Mereka lupa bahwa akronim tersebut mengukuhkan objektifikasi terhadap perempuan dan seksualitasnya," kata dia.

Ida menganggap, pemerintah tampak tidak mempedulikan nilai-nilai positif dalam suatu program atau aplikasi, termasuk aspek edukasi ke masyarakat luas.

Sebab, akronim suatu program atau aplikasi layanan publik semestinya rasional dan memuat pesan moral tertentu.

"Bukan hanya heboh dengan anggapan akan mudah diingat masyarakat," jelas dia.

Banyak alternatif lain

Pengamat Kebijakan Publik agus Pambagio menilai, pemberian akronim nama aplikasi dan program yang bernuansa seksisme tersebut tidak relevan dan tidak memperhatikan norma yang berlaku di masyarakat.

“Saya pasti paham membuat itu agar mudah diingat, tapi menurut saya tidak baik lah untuk sebuah program pemerintah menggunakan nama-nama yang tidak etis,” ujarnya, saat dihubungi secara terpisah, Rabu.

Menurut dia, masih banyak istilah, singkatan, atau akronim lain yang sesuai dengan norma, tapi tetap bisa mudah diingat masyarakat.

Misalnya, penamaan berdasarkan bahasa atau budaya masing-masing daerah, sehingga bisa lebih relevan terhadap kultur masyarakat setempat.

“(Nama) yang lucu-lucu tak apa-apa, tapi tidak menjurus (ke hal yang seksisme). Ini kan masalah serius untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengikuti program pemerintah dengan baik,” terang dia.

Agus menuturkan, pemerintah sebaiknya melakukan survei atau membuat kajian terlebih dahulu sebelum memilih akronim nama aplikasi yang tepat.

Penjelasan Pemkot Surakarta

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dipertan KPP) Kota Surakarta, Eko Nugroho Isbandijarso mengatakan, penamaan akronim aplikasi 'Simontok' memiliki tujuan untuk menarik dan mudah diingat oleh masyarakat.

“Digunakan untuk menunjang kegiatan dinas di bidang ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan,” kata Eko saat dihubungi, dikutip dari Kompas.com.

Dari aplikasi itu, bisa diketahui besaran stok pangan yang ada di pasaran dan kebutuh konsumsi masyarakat.

Dengan begitu, akan diketahui ketersediaan bahan pangan masyarakat Kota Surakarta sebagai konsumen.

“Juga dapat dilihat kapan terjadi tren penurunan pasokan, juga harga pangan, dan dapat digunakan kira kira kapan akan terjadi inflasi bahan pangan,” tutur Eko.

Ia memastikan, penamaan aplikasi "Simontok" tidak ditujukan untuk hal-hal yang tak etis, termasuk bernuansa seksisme.

“Saya rasa kalau umum (dimaksudkan kepada) orang yang gemuk dan lucu, atau istilah sekarang gemoy,” ujar dia.

(Tribunjabar.id/Salma Dinda/Muhammad Syarif) (Kompas.com/Aditya Priyatna/Erwina Rachmi)

Baca berita Tribun Jabar lainnya di GoogleNews.

 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved