Idul Adha 2024

Keutamaan Puasa Tarwiyah dan Asal Usulnya Dikerjakan 8 Zulhijah, Berkaitan dengan Kisah Nabi Ibrahim

Berikut inilah keutamaan puasa Tarwiyah dilaksanakan setiap tanggal 8 Dzulhijjah tahun Hijriah, lengkap dengan asal usulnya

Editor: Hilda Rubiah
Pintu Islami
Ilustrasi - Keutamaan Puasa Tarwiyah dan Asal Usulnya Dikerjakan 8 Zulhijah, Berkaitan dengan Kisah Nabi Ibrahim 

TRIBUNJABAR.ID - Berikut inilah keutamaan puasa Tarwiyah lengkap dengan asal usulnya.

Menjelang Idul Adha 2024, umat muslim dapat melaksanakan puasa sunah, yaitu puasa Tarwiyah dan puasa Arafah.

Sebagian umat Muslim mungkin masih belum mengetahui puasa Tarwiyah termasuk puasa sunah yang memiliki keutamaan tersendiri.

Selain itu, ternyata ada asal usul puasa Tarwiyah tersebut.

Puasa Tarwiyah ini dilaksanakan setiap tanggal 8 Zulhijah. Berdasarkan kalender hijriah 8 Zulhijah 1445 H jatuh pada 15 Juni 2024.

Baca juga: Bacaan Niat Puasa Dzulhijjah Termasuk Tarwiyah & Arafah Jelang Idul Adha 2024, Lengkap Keutamaannya

Asal Usul Puasa Tarwiyah

Secara etimologi, arti Tarwiyah berasal dari kata dalam Bahasa Arab, tarawwa تَرَوَّى artinya membawa bekal air.

Demikian asal usul Tarwiyah itu diambil karena peristiwa pada saat dulu jemaah haji membawa bekal air guna persiapan Arafah menuju Mina.

Dalam sejarah, pada 8 Dzulhijjah terjadi peristiwa Nabi Ibrahim AS bermimpi menyembelih anaknya.

Dikutip dari konsultasisyariah.com, pada pagi harinya, Nabi Ibrahim AS yarwi (berbicara) dengan dirinya untuk memastikan bahwa mimpi tersebut adalah wahyu dari Allah SWT.

Adapun setelah diimplementasikan dalam bentuk ibadah haji, pada hari kedelapan Dzulhijjah inilah jemaah mengulang kembali praktik ibadah yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW.

Saat itu, Nabi Muhammad tiba di Mina dan melaksanakan ibadah salat zuhur, asar, magrib, isya dan subuh kemudian melanjutkan ke Arafah sebelum matahari terbenam.

Wukuf di Arafah.
Wukuf di Arafah. (infohaji.co.id)

Baca juga: Arti Bulan Dzulhijjah Beserta Asal Usul Penamannya, Bulan Bersejarah Islam, Berikut Keutamaannya

Keutamaan Puasa Tarwiyah

Beberapa pendapat menyebut keutamaan puasa Tarwiyah dapat membersihkan dan menghapus dosa yang tahun lalu.

Selain itu, mengerjakan puasa ini juga memiliki keutamaan agar mendapat keberkahan hidup dan amal ibadah yang dilipatgandakan.

Sebagian ulama berpandangan asal usul anjuran puasa Tarwiyah karena hadis tertentu.

مَنْ صَامَ الْعَشْرَ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَوْمُ شَهْرٍ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سَنَةٌ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ سَنَتَانِ

”Siapa yang puasa 10 hari, maka untuk setiap harinya seperti puasa sebulan. Dan untuk puasa pada hari tarwiyah seperti puasa setahun, sedangkan untuk puasa hari arafah, seperti puasa dua tahun.”

Adapun dalil hadis tersebut berasal dari Ali al-Muhairi dari at-Thibbi, dari Abu Sholeh.

Sebagian besar ulama menegaskan hadis tersebut tidak sahih. Begitu pun dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mangatakan hadis tersebut marfu’ dan tidak bisa jadi dalil.

Ibnu Taimiyah mengatakan hadis marfu atau hadis doif sejatinya bukan hadis sahih dan juga hasan.

Adapun Imam Ahmad bin Hambal dan ulama lainnya membolehkan meriwayatkan hadis doif dalam fadhilah amal selama tidak diketahui hadis tersebut hahih atau hadis tersebut bukan diriwayatkan oleh perowi pendusta.

Akan tetapi, para ulama kebanyakan mengatakan bahwa tidak boleh menyatakan wajib atau sunnah pada suatu amalan dengan dasar hadis doif. 

Jika ada yang mengatakan bolehnya, maka dia telah menyelisihi ijma’ (kata sepakat para ulama).” (Al Majmu’ Al Fatawa, 1: 250-251)

Dari kesepakatan ijma tersebut, sejumlah ulama demikian ada yang berpandangan hukum puasa Tarwiyah tersebut termasuk ghairu muakad.

Namun bila mengacu pada amalan perbanyak puasa selama tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah, maka puasa Tarwiyah termasuk dalam rentang puasa tersebut.
 


Berpuasa 9 hari Dzulhijjah tersebut merupakan amalan yang disukai Allah SWT.

Baca juga: Hukum Puasa Arafah Tapi Belum Puasa Qadha Dijelaskan Ustaz Adi Hidayat, Mana yang Didahulukan?

Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tidak ada hari dimana suatu amal salih lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

“Termasuk lebih utama dibanding jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali (mati dan hartanya diambil musuh, pen.).” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Turmudzi).

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved