Karyawan BUMN Girang Kini Kerja Cuma 4 Hari, Ada yang Bisa Sering Pulang Kampung

Selain itu, untuk melihat kepemimpinan manajer apakah bisa berperan dengan baik dalam mengelola tim dengan penerapan sistem kerja empat hari tersebut.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Ravianto
Intisari
Ilustrasi kerja lembur. Karyawan BUMN di Bandung gembira sistem kerja 4 hari mulai diterapkan. 

"Ini juga hanya berlaku di area regulator. Untuk di BUMN-nya belum ada," ujarnya, kemarin.

Meski begitu, ujar Rully, LEN siap menerapkan sistem ini jika sudah ditetapkan nanti.

"Pastinya kami akan mengikuti mekanisme yang sudah ditetapkan jika kebijakan regulator nanti sudah turun ke BUMN," ujar Rully.

Uji coba pola kerja empat hari rencananya dilakukan di Kementerian BUMN selama dua bulan. 

Sekretaris Kementerian BUMN, Rabin Indrajad Hatari mengatakan uji coba dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif penerapan program CWS dalam meningkatkan produktivitas pegawai Kementerian BUMN. 

Selain itu, untuk melihat kepemimpinan manajer apakah bisa berperan dengan baik dalam mengelola tim dengan penerapan sistem kerja empat hari tersebut. 

Dikatakannya, melalui sistem tersebut, para karyawan berkesempatan untuk bisa work life balance. 

Pengamat kebijakan publik sekaligus Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof Cecep Darmawan, meminta Kementerian BUMN memperhatikan sejumlah faktor dalam melakukan penerapan sistem kerja empat hari dalam seminggu ini.

"Tentu tidak semua jenis pekerjaan di dalam sebuah perusahaan, termasuk BUMN itu bisa menggunakan sistem ini. Tergantung unitnya. Mungkin yang layanan publik langsung agak sulit, tapi untuk pekerjaan seperti operator atau yang berkaitan dengan komputerisasi, itu sangat dimungkinkan. Jadi tergantung dengan jenis pekerjaannya apa," kata Cecep melalui ponsel, Selasa (11/6).

BUMN yang selama ini memiliki tarikan napas seperti perusahaan swasta, katanya, memang dari sisi kredibilitas tidak memiliki masalah dalam penerapannya. Hanya saja, program ini harus membuat kinerja naik, tidak boleh menurun. Kemudian reward dari sisi tunjangan atau gaji juga jangan sampai berkurang.

Pengaturan ini, ujarnya, bisa menyehatkan perusahaan dan cocok untuk kelompok pekerja muda. Tapi untuk kelompok senior yang sudah usianya di atas 50 tahun, sistem ini kurang cocok. Karenanya, pemadatan pekerjaan harus memperhitungkan faktor usia pekerja, juga faktor psikologisnya.

"Intinya, jangan diterapkan secara membabi-buta, harus selektif. Kalau diterapkan untuk semuanya, saya pikir tidak cocok. Harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan atau unitnya, dan juga usia pekerjanya," katanya. (nappisah/syarif abdussalam/nandri prilatama)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved