Ini yang Harus Dilakukan Brand Lokal dalam Menyikapi Isu Palestina ala Pakar Marketing
Indonesia memiliki kode etik periklanan yang tidak mengizinkan sebuah perusahaan menjatuhkan perusahaan yang lain dengan cara menjelek-jelekkan...
TRIBUNJABAR.ID - “Marketing itu kan cara memenangkan persaingan dengan cara yang baik dan benar. Jadi, harus ada pembenahan total dan itu tidak gampang. Apalagi kalau perusahaan yang punya kultur yang biasa melakukan persaingan yang tidak sehat, hal-hal seperti itu jelas susah dilakukan,” kata pakar marketing Hermawan Kertajaya.
Menurutnya, marketing itu pada umumnya yang dipraktekkan saat ini banyak yang salah. Marketing itu dianggap promosi atau hanya sekadar jualan semata saja itu sudah beres.
Baca juga: PT Pindad Medika Utama Kembali Mendapatkan Penghargaan Marketing Awards Tahun 2024
Ia mengingatkan agar brand-brand lokal tidak memanfaatkan isu Palestina untuk kepentingan bisnisnya sendiri dengan melakukan persaingan-persaingan yang tidak sehat untuk menjatuhkan brand pesaingnya.
Perbuatan-perbuatan licik seperti itu tidak diizinkan dilakukan di Indonesia yang memiliki kode etik periklanan.
“Masalah politik negara lain hendaknya jangan dibawa-bawa untuk melakukan politisasi bisnis. Artinya, menggunakan masalah politik dengan menjadikan isu Palestina ini untuk sengaja menjatuhkan produk-produk pihak lain atau pesaingnya dengan cara-cara yang tidak sehat,” ujarnya.
Baca juga: Pelaku UMKM Pangandaran Dapat Pelatihan dari Pakar Marketing Belanda, Tak Boleh Cuma Fokus Turis
Menurut Hermawan, semestinya yang harus dilakukan brand-brand lokal dalam menyikapi isu Palestina ini adalah menunjukkan sesuatu yang sehat seperti menciptakan layanan baru dan promosi-promosi baru dengan cara yang sehat dan menarik.
“Boleh saja memanfaatkan momentum tapi harus yang sehat dan tidak melanggar kode etik. Artinya, tidak dengan cara mempengaruhi masyarakat dengan mengatakan jangan beli produk terafiliasi. Itu tidak boleh,” kata Hermawan dalam keterangannya, Minggu (2/6/2024).
Sebab, jika memasang kampanye yang seolah-olah langsung menunjuk ‘hidung’ lawannya, itu bisa menimbulkan dengki dan bisa dibalas pesaingnya. “Hal-hal seperti ini hanya bisa dilakukan di Amerika, tapi di Indonesia tidak bisa. Apalagi kalau itu dilakukan secara diam-diam,” ujarnya.
Baca juga: Tingkatkan Literasi Digital, Pelajar Perlu Dikenalkan IT Hingga Marketing Bisnis
Menurutnya, kalau isu boikot terhadap produk-produk pesaing itu murni dari masyarakat sendiri tanpa dibacking pihak-pihak tertentu, itu tidak masalah.
Dia menuturkan Indonesia memiliki kode etik periklanan yang tidak mengizinkan sebuah perusahaan menjatuhkan perusahaan yang lain dengan cara menjelek-jelekkan nama brand pesaingnya secara langsung seperti yang dilakukan di negara-negara lain seperti Amerika Serikat.
“Di negara kita menjatuhkan pesaingnya dengan langsung menyebut nama brand kompetitornya itu tidak bisa karena melanggar kode etik periklanan. Tapi, kalau tidak menyebut nama secara langsung itu bisa,” ujarnya.
Memang, kata Hermawan, brand-brand lokal bisa saja mengambil keuntungan dengan memanfaatkan isu Palestina ini untuk mengeruk keuntungan.
Tapi, itu harus dilakukan secara sehat, dan tidak dengan sengaja mempengaruhi konsumen untuk tidak membeli produk-produk pesaingnya. “Hal-hal licik seperti ini tidak boleh dilakukan brand-brand lokal di Indonesia,” katanya. (*)
Sektor Properti Melambat, REI Jabar Dorong Penerapan Digital Marketing untuk Dongkrak Penjualan |
![]() |
---|
Kiat Sukses, Vina dan Toto Bangun Dua Brand Busana Muslimah hingga Tembus Pasar Internasional |
![]() |
---|
Rokuroku, Brand Lokal yang Buktikan Syar’i Bisa Tetap Stylish dan Aktif |
![]() |
---|
Siap-siap Bandung Macet Akhir Pekan Ini 23-24 Agustus 2025, Ada Pagelaran Wayang Gratis di Pendopo |
![]() |
---|
Penguatan Branding dan Strategi Digital Marketing Produk Pertanian Unggulan Desa Cicurubuk Sumedang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.