Kisah Rosandi Pemuda Sumedang, Jualan Sempol Ayam Bisa Sekolahkan Adik dan Bangun Rumah

Mujur tidak ada ilmunya. Tapi bagi Rosandi (22), mujur tetap ada ilmunya, yaitu membiasakan diri disiplin dalam berdagang.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Januar Pribadi Hamel
TRIBUN JABAR/ Kiki Andriana
Rosandi (22), saat dijumpai TribunJabar.id di lapak daganganya di kawasan Alun-alun Sumedang, Kamis (24/4/2024) sore. 

Laporan Kontributor TribunJabar.id, Kiki Andriana

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Mujur tidak ada ilmunya. Tapi bagi Rosandi (22), mujur tetap ada ilmunya, yaitu membiasakan diri disiplin dalam berdagang.

Kedisipinan dalam segala hal, mulai dari waktu berdagang hingga sirkulasi uang modal dan keuntungan membuatnya terus berkembang. Dia bisa menabung dari untung berdagang sempol ayam.

Uang tabungan itu bahkan cukup untuk kiriman uang ke orang tua, menyekolahkan adik, hingga membangun rumah. Padahal, dia masih bujangan. Masa-masa yang identik dengan foya-foya.

Baca juga: Kronologi Ibu Penjual Sempol dan Anaknya di Malang Tewas di Kontrakan, Diduga Depresi Terlilit Utang

"Alhamdulillah ini (sempol ayam) bikinan sendiri, adonannya beli dari gilingan. Alhamdulillah gerobak juga milik sendiri. Saya berdagang di belokan ini sudah setahun setengah," kata Sandi, sapaan Rosandi di kawasan Alun-alun Sumedang.

Rosandi adalah warga Dusun Cigendel RT02/06 Desa Cigendel, Kecamatan Pamulihan. Dia berdagang di pusat kota Sumedang dari pagi hingga tengah malam. Di Sumedang, dia tinggal di kamar kontrakan.

Berdagang sempol, penganan berbahan dasar daging ayam giling, terigu, dan tepung kanji yang disajikan dengan ditusuk lalu digoreng, adalah hal yang terbilang baru dilakoninya. Sebelumnya, dia bekerja ke orang lain sebagai penjaja cilok.

Namun, seorang teman mengajaknya berjualan sempol ayam dengan memberikan fasilitas gerobak yang bisa dicicil pembayarannya.

Waktu cicilan adalah tiga bulan. Namun, sambil berdagang sempol, ternyata uang mencukupi untuk membayar lunas gerobak hanya dalam sebulan.

"Sekarang alhamdulillah lunas. Penjualan juga sehari bisa habis 500 tusuk," katanya seraya menyebut per tusuk harganya Rp1.000.

Dengan omzet itu, dia bisa dapat keuntungan Rp250 ribu. Dipotong biaya makan dan rokok, dia bisa menabung sehari Rp150 ribu. Tabungan itu cukup untuk melakukan pengembangan dagang dan membahagiakan keluarga.

"Kemarin saya jualan lima hari bisa ngasih Rp 1,5 juta ke orang tua. Ya pengen membahagiakan orang tua, pengen menyekolahkan adik," katanya.

Berdagang di jalanan, bukan hanya untungnya saja yang dialami Rosandi. Namun juga kenyataan kurang enak, ketika ada pungutan.

"Ya namanya juga di jalan, suka ada lah uang koordinasi, yang penting kita aman saja," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved