Pemerintah Evaluasi Subsidi BBM Imbas Konflik Iran-Israel, Presiden Kumpulkan Menteri

Pemerintah akan mengalibrasi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) akibat memanasnya tensi geopolitik Iran-Israel.

Editor: Giri
Tribun Jabar
Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Pemerintah akan mengalibrasi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) akibat memanasnya tensi geopolitik Iran-Israel.

Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan hal itu di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Konflik kedua negara Timur Tengah itu, ujarnya, berimbas terhadap gejolak harga minyak dunia.

"Kita dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam negeri terutama tertentu terkait dengan subsidi,” kata Airlangga.

“Pemerintah mengalibrasi lagi anggaran yang digunakan dan tentunya berharap bahwa di tahun ini kita bisa menjaga pertumbuhan ekonomi," tambah dia.

Airlangga menambahkan, anggaran subsidi BBM akan dievaluasi satu atau dua bulan ke depan melihat tingkat eskalasi yang berefek pada harga minyak dunia.

"Jadi kalau tidak ada eskalasi kita harap harga minyak bisa flatten, kalau ada eskalasi tentu berbeda," ucapnya.

Menurutnya, dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja dengan adanya global shock. Namun, Menko Airlangga memastikan pemerintah akan berupaya menjaga tingkat inflasi hingga tingkat suku bunga.

Baca juga: Kementerian Luar Negeri Pastikan 115 WNI di Israel Selamat Setelah Ada Serangan dari Iran

Kumpulkan Menteri

Kemarin, Presiden Joko Widodo juga mengumpulkan para menterinya untuk membahas dampak konflik Iran vs Israel terhadap perekonomian Indonesia.

Selain Airlangga, sejumlah menteri ikut dalam rapat tersebut, di antaranya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, dan Menteri ESDM Arifin Tasrif. 

Ditemui seusai rapat, Airlangga mengatakan selain soal lonjakan harga minyak dunia akibat konflik Iran-Israel, dampak kenaikan harga logistik juga turut dibahas dalam rapat. 

Menurut Airlangga, operasional pengiriman barang di Selat Hormuz dan Laut Merah berpotensi besar terdampak konflik. 

"Dari segi ekonomi, Laut Merah dan Selat Hormuz itu menjadi penting, terutama karena Selat Hormuz (ada) 33 ribu kapal minyak dan Laut Merah 27 ribu. Dan peningkatan freight cost menjadi salah satu yang harus dimitigasi," jelas Airlangga.

Kemudian, dampak pada sektor perdagangan riil juga menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, dampak depresiasi nilai tukar dan kenaikan harga produksi dinilai dapat membuat harga barang-barang yang diimpor melonjak. Sementara dampak positifnya, harga produk-produk yang diekspor dari dalam negeri juga bisa melonjak. 

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved