HIKMAH Ramadan: Mengenal Ilahi, Man ‘arafa Nafsah, Faqad ‘arafa Rabbah

Dalam salah satu postulat islam dinyatakan:  man ‘arafa nafsah, faqad ‘arafa rabbah (siapa yang mengenal  dirinya, pasti mengetahui Tuhan-Nya). 

Editor: Ravianto
detik.com
ilustrasi berdoa. untuk mengetahui Allah, harus mengetahui terlebih dahulu diri kita sendiri. 

Dr. H. Tata Sukayat, M.Ag. - Ketua Komisi Dakwah MUI Kota bandung

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - SECARA rasional tidak mungkin pencil itu jadi dengan sendirinya, pasti ada yang membuatnya. Kalau pencil saja tidak  mungkin jadi dengan sendirinya, apalagi bumi langit, manusia dan alam raya yang sempurna ini, jadi dengan sendirinya. Pasti ada yang membuatnya. 

Dalam salah satu postulat islam dinyatakan:  man ‘arafa nafsah, faqad ‘arafa rabbah (siapa yang mengenal  dirinya, pasti mengetahui Tuhan-Nya). 

Ini berarti untuk mengetahui Allah, harus mengetahui terlebih dahulu diri kita sendiri. Sedangkan untuk mengetahui diri kita, sedikitnya ada lima pertanyaan mendasar yang harus kita ajukan dan temukan jawabannya. Lima pertanyaan itu adalah: Siapakah saya? Di manakah saya sekarang berada? Apa tugas pokok saya? Bagaimana cara melaksanakan tugas pokok itu? Dan Bagaimana reward serta funisman berkaitan dengan tugas pokok tadi? 

Lima pertanyaan ini ternyata, dapat kita temukan jawabannya melalui al-Quran surat al-Fatihah sebagai pertama dalam al-Qur’an. 

Pertanyaan pertama, siapakah kita? Dijawab oleh ayat bismillah, dan al-Hamdulillah. Bagi kita umat Islam memiliki kewajiban, ketika memulai sesuatu, sesuatu itu diawali dengan basmalah dan ketika mengakhiri sesuatu, diakhirinya dengan hamdalah. Kewajiban keagamaan yang sudah menjadi tradisi ini, memberikan cambuk peringatan bahwa hukum yang berlaku bagi kita umat manusia sebagai makhluk Allah, memiliki awal dan akhir. Awalnya basmalah dan akhir hamdalah, artinya kita berawal dari Allah dan akan berakhir kepada Allah. 

Sedangkan Allah adalah Dzat Yang Mahaawal tanpa mulai, dan Dzat Yang Mahaakhir tanpa suatu akhir. Sedangkan kita merupakan makhluk Allah, yang berawal dan pasti berakhir. Awal kita diciptakan Allah, selama hidup kita bertamu di bumi Allah dan akan kembali menghadap keharibaan Allah. 

Pertanyaan kedua, di manakah kita sekarang? Pertanyaan ini dijawab oleh ayat al-Rahman dan al-Rahim. Karena secara hakiki, kita sekarang berada dalam genggaman kasih sayang Allah Swt. Karena tanpa kasih sayang Allah, tidak mungkin kita masih menghirup udara segar pemberian Allah swt.

Pertanyaan ketiga, apa tugas pokok kita? Dijawab oleh ayat “iyyaka na'budu wa iyyaka nasta’in”. Tugas pokok kita adalah beribadah kepada Allah dan bermohon kepada Allah.  

Pertanyaan keempat, bagaimana cara melaksanakan tugas pokok tadi? Pertanyaan ini dijawab oleh ayat: Ihdinashirothol mustaqim, ikuti jalan yang lurus. Yaitu jalan hidup dan kehidupan yang dicontohkan nabiyullah Muhammad Saw, yakni agama Islam. “innaddina ‘indallahil Islam”, sesungguhnya agama yang diridhai Allah adalah agama Islam.

Pertanyaan kelima, apa reward dan punishment yang akan diterima berkaitan dengan tugas pokok tadi? Pertanyaan terakhir ini dijawab oleh ayat terakhir surat al-Fatihah. Bila kita mengaku sebagai hamba Allah, dengan melaksanakan ibadah dan bermohon hanya kepada Allah sesuai dengan ajaran Rasulullah Muhammad Saw., maka kita akan termasuk golongan yang ‘an’amta ‘alaihim, yaitu golongan yang mendapat kenikmatan di dunia dan di akhirat kelak. Tapi andai tidak mengaku sebagai hamba Allah, malah merasa sebagai ilah atau Tuhan seperti dicontohkan Hammam dengan ilmunya, Qarun dengan hartanya dan Fir’aun dengan kekuasaannya, maka akan termasuk golongan manusia yang  dibenci dan dimurkai Allah Swt. Na'udzubillahi min dzalik. 

Setelah mengenal Allah, kewajiban selanjutkan adalah dekat dengan Allah (taqarruban ilallah).  Karena jika terhenti sebatas mengenal Allah tapi tidak dekat dengan Allah, secara tidak langsung sudah memposisikan Allah sebagai tokoh fiksi dalam sebuah cerita film atau sinetron. Mengenal tokoh-tokoh  itu tapi tidak dekat. 

Generasi muda para penggemar Drama Korea, pasti kenal Suzy hingga Cha Eun Woo, tapi tidak dekat. Generasi senior penyuka film layar lebar, pasti kenal Adven Bangun, Barry Prima sampai Bokir, tapi tidak dekat. Dalam pandangan Mulla shadra dalam Hikmat al-Muta’aliyah, karena hanya mengenal  Allah tapi tidak dekat dengan-Nya, seringkali hatinya tetap dilanda resah, gelisah dan hidup tidak tahu arah.

Di sinilah letak strategis ibadah shaum, bukan hanya perenungan mengenal Allah tapi mendekatkan diri dengan Allah. Ketika menahan haus, lapar dan mengendalikan syahwat. Pada hakikatnya meninggalkan dan menanggalkan kesenangan duniawi menuju pada puncak kesenangan mendekatkan diri dengan Ilahi. Karena itu, shaum pada level khusus lil khusus tidak sebatas mengendalikan nafsu biologis, melainkan psikologis bahkan spiritual. Shaum pada level ini, menganggap batal jika ghoflah (melupakan Allah Swt).  Semoga tulisan ini, menjadi inspirasi dan motivasi semakin mengenal diri dan mengenal Ilahi, dari kenal, menjadi sayang, dan dari sayang kita mencintai Allah Swt dan dekat dengan-Nya. Amin. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved