Pesantren Darut Taubah Berdiri Dekat Lokalisasi Saritem, Dulu Diganggu Kini Hidup Berdampingan
Pondok Pesantren Darut Taubah sudah berdiri sejak tahun 2000. Lokasinya tak lazim, yaitu berada di episentrum kawasan lokalisasi Saritem.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Januar Pribadi Hamel
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pondok Pesantren Darut Taubah sudah berdiri sejak tahun 2000. Lokasinya tak lazim, yaitu berada di episentrum kawasan lokalisasi Saritem. Penolakan hingga gangguan terhadap pesantren ini kerap terjadi. Namun, seperti janji Tuhan, selalu ada kemudahan di dalam kesulitan.
Pesantren Darut Taubah memiliki empat lantai dengan luas sekitar 600 meter persegi. Bangunannya terlihat sederhana.
Di lantai satu terdapat aula dan ruang pengurus yayasan, di lantai dua digunakan untuk Masjid, lantai tiga ada kobong atau tempat tinggal para santri dan di lantai empat digunakan untuk jemuran pakaian para santri.
Posisi pesantren ini tepat berada di muka jalan yang menjadi akses masuk ke lokalisasi Saritem. Bagi warga asli Kota Bandung, nama Saritem, di Jalan Kebon Tangkil atau Gardujati, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir, Kota Bandung tentu tidak asing.

Sebab, wilayah tersebut hingga saat ini masih menjadi tempat lokalisasi terbesar di Kota Bandung. Dari beberapa literatur, disebutkan jika Saritem sudah aktif sebagai tempat prostitusi sejak tahun 1830-an dan terus berlanjut sampai sekarang.
Saat pertama menginjakkan kaki di Darut Taubah, terlihat sejumlah santri sudah berkumpul. Mereka duduk bersila. Anak laki-laki mengenakan sarung dan kopiah. Yang perempuan tampak ayu mengenakan kerudung.
Mereka tengah khusyuk, satu per satu melantunkan ayat suci Alquran. Kegiatan itu dipimpin Ustad Zainal Arifin, salah satu Staf Pengajar Ponpes Darut Taubah.
Saat ini, total ada sekitar 200-an santri yang menetap atau mondok. Sisanya, anak-anak TK dan Diniyah yang tinggal di kawasan pesantren.
Baca juga: Pondok Pesantren Ekologi Al Mizan Wanajaya Majalengka: Para Santri Diajari Skill Bertani Modern
Selama Ramadan, para santri disibukkan dengan aktivitas mengaji. Bahkan setelah sahur hingga menjelang berbuka puasa.
Para santri yang belajar agama di Pesantren Darut Taubah ini, berasal dari berbagai daerah seperti Cililin dan Gunung Halu Kabupaten Bandung Barat, Garut, Subang, Sukabumi hingga Cianjur.
"Usianya rata-rata lulusan SD (13 tahun). SMP mulai ke sini," ujar Zainal Arifin, Sabtu (16/3/2024).
Dikatakan Zainal, pesantren Darut Taubah ini didirikan oleh KH. Raden Imam Sonhaji pada Mei tahun 2000 sebagai sarana dakwah syiar Islam di daerah lokalisasi.
Baca juga: Di Pesantren Miftahun Najaa Al-Musri 1 Sumedang, Pengurus Rajin Live TikTok Saat Ada Acara
Nama Darut Taubah pun dipilih lantaran secara harfiah, memiliki arti rumah untuk bertaubat.
"Daar itu rumah. Taubah itu, ya taubat. Berarti rumah pertaubatan. Kenapa namanya Daarut Taubah? Karena kita berdampingan dengan tempat prostitusi. Kita itu hampir gak ada sekat loh, luar biasa, berdampingan banget. Kadang ada pelaku prostitusi lewat ke sini," katanya.
Bahkan, kata dia, ruangan pengurus pesantren di lantai satu, dulunya merupakan tempat tinggal germonya.
"Iya, dulu sebagian. Bahkan ini tempat germonya," ucapnya.

Dalam perjalanannya, pendirian pesantren dengan tujuan mulianya itu ternyata menemui banyak rintangan, mulai dari penolakan hingga gangguan.
"Bukan hanya sekadar fisik tapi psikis pun luar biasa (gangguannya). Ada yang mabuk nantang kiai dan sebagainya, terus banyak buhul, dan begitulah. Santet juga banyak. Itu diawal," katanya.
"Santri dulu luar biasa tantangannya, bukan gak punya uang atau gak betah, jauh orang tua atau sebagainya. Tapi, santri dulu tuh, gak betahnya karena diganggu sama masyarakat di sini," tambahnya.
Tak tanggung-tanggung, gangguan itu terus terjadi hingga 2004, sejak pesantren itu didirikan. Kini, masyarakat sekitar sudah mulai menerima kehadiran Pesantren dan hidup berdampingan.
"Bahkan ada anak mereka (PSK) belajar di sini, TK dan Diniyah ikut ke sini, mungkin secara hari nuraninya jangan sampai anak ikut seperti itu," katanya.
Jumlah santri pun, kata dia, terus bertambah dari yang semula hanya puluhan, kini sudah ada 200-an dan berasal dari berbagai wilayah di Jabar.
Sejak berdiri, Ponpes Darut Taubah tak memungut sepeser pun uang dari para santrinya. Asalkan, memiliki niat mempelajari agama, kata dia, maka pintu pesantren terbuka bagi siapa saja.
"Gratis. Amanat dari pendiri gak boleh bayar. Sepeser pun," ucapnya. (*)
Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.
IKUTI CHANNEL WhatsApp TribunJabar.id untuk mendapatkan berita-berita terkini via WA: KLIK DI SINI
Dukung MBG, Pemkot Bandung Buka Peluang Pemanfaatan Lahan Pemerintah untuk SPPG |
![]() |
---|
Bos Arisan Online Morenz di Garut Akhirnya Ditangkap Polisi, Gelapkan Ratusan Juta |
![]() |
---|
Serbuan Teritorial TNI di Garut: Dari Bedah Rumah Hingga Penyuluhan Sosial |
![]() |
---|
Kasus Dugaan KDRT Ustaz EE Mencuat, MUI Jabar Tegaskan Seorang Ustaz Harusnya Menjadi Teladan |
![]() |
---|
Respons Pemkot Usai Farhan Digugat Terdakwa Korupsi Bandung Zoo Terkait Sertipikat Lahan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.