Kisah Sudarman, Kakek di Jaksel Pilih Jadi Marbut Masjid Demi Hapus Rasa Sepi, Istri Meninggal Dunia

Seorang kakek bernama Sudarman (68) memilih untuk menjadi marbut masjid setelah istrinya meninggal dunia demi menghapus rasa sepi.

Penulis: Rheina Sukmawati | Editor: Rheina Sukmawati
KOMPAS.com/ SHINTA DWI AYU
Seorang kakek bernama Sudarman (68) memilih untuk menjadi marbut masjid setelah istrinya meninggal dunia demi menghapus rasa sepi. 

TRIBUNJABAR.ID - Seorang kakek bernama Sudarman (68) memilih untuk menjadi marbut masjid setelah istrinya meninggal dunia demi menghapus rasa sepi.

Sudarman adalah warga Manggarai, Jakarta Selatan, yang sehari-harinya mengisi waktu sebagai marbut Masjid Al-Falaah.

Istri Sudarman meninggal dunia pada 2012 akibat penyakit hipertensi.

Sudah nyaris 12 tahun lamanya Sudarman hidup seorang diri di rumah sejak istrinya meninggal itu.

Ia memiliki dua orang anak, yang kini sudah memiliki keluarga dan tinggal di rumah masing-masing.

Hingga kini, Sudarman masih meneteskan air mata ketika menceritakan tentang sang istri.

Mengobati rasa rindu, Sudarman mengirimkan lantunan ayat-ayat surat Yasin untuk sang istri.

"Wah, kalau dibilang kangen ya kangen banget," kata Sudarman, dikutip dari Kompas.com, Senin (18/3/3024).

"Cuma ya terus terang aja saya setiap Jumat selalu ngirimin ngaji Yasin mulu," tambahnya.

Baca juga: Viral, Kisah Anak TKW di Cianjur Cari Keberadaan Ibu yang 14 Tahun Hilang, Ceritakan Kesetiaan Ayah

Ketika kakinya masih kuat melangkah jauh, Sudarman selalu menyempatkan diri mendatangi makam sang istri setiap hari Jumat.

"Dulu saat kuat jalan setiap Jumat ke kuburan bawa arit untuk bersihin," kata Sudarman.

Ketiadaan sang istri di sampingnya membuat Sudarman merasa begitu hampa.

Sehingga, Sudarman memilih untuk menjadi marbut masjid memasuki usia senjanya.

Awal Mula Jadi Marbut Masjid

Bukan hanya untuk menghapus rasa sepi apalagi demi uang, alasan Sudarman menjadi marbut masjid pun lebih dari itu.

Sejak masih remaja, Sudarman sudah senang bermain dan menghabiskan malam di masjid.

"Jujur aja, saya dulu waktu remaja sampai nginep-nginep di masjid," ucap dia.

Dulu, Sudarman suka sekali menghabiskan waktu di masjid bersama sahabat-sahabatnya yang tinggal di RW berbeda.

Namun, sahabat-sahabatnya itu kini telah lebih dulu menghadap Ilahi.

"Saya berkecimpung di masjid dulu ama anak-anak remaja dari RW 6. Namun, saat ini teman-teman sudah tidak ada sudah meninggal," kenang Sudarman.

Kebiasaannya berkontribusi untum masjid pun akhirnya terbawa hingga kini.

Kebetulan, saat itu, marbut masjid Al-Falaah sebelumnya meninggal dunia.

Sudarman pun mendapatkan tawaran untuk mengabdi di masjid tersebut dari rekannya yang bernama Budi.

Baca juga: Kisah Ustaz Hendra, Dulu Terjerat Narkoba, Kini Majukan Pesantren Miftahul Khoir lewat Alifba

"Enggak ada yang nawarin awalnya, diajak aja ama Pak Budi (rekannya). Pak Budi yang ditunjuk jadi marbut sama orang masjid. Eh, nyari teman, saya diajak," jelasnya.

Tanpa pikir panjang, Sudarman menerima tawaran Budi untuk sama-sama menjaga kebersihan dan keamanan Masjid Al-Falaah.

Saat mengambil keputusan menjadi marbut di usianya yang tak lagi muda, Sudarman tak membahasnya dengan keluarga.

Namun, kedua anaknya mendukung saja apa yang menjadi kebahagiaan Sudarman.

Tulus Bekerja

Setelah memilih menjadi marbut masjid, Sudarman pun menekuni perannya itu dengan tulus sepenuh hati.

Ia tidak pernah menanyakan soal gaji kepada pengurus masjid.

Dari dulu hingga kini , ia masih mendapatkan Rp300 ribu per bulan.

"Waktu itu enggak dijelasin, cuma pas udah sebulan gajian dikasih segitu aja," ucap dia.

Meski gaji yang ia dapatkan tak besar, Sudarman bersyukur dan tak protes kepada pengurus masjid.

Bahkan ketika keuangan masjid sedang bermasalah, gaji Sudarman pernah dibayar telat.

Namun, ia memaklumi hal tersebut, karena Masjid Al-Falaah berada di tengah-tengah perumahan padat penduduk.

Untuk keperluan masjid dan menggaji marbut hanya mengandalkan uang dari kotak amal yang diberikan para jamaah.

"Saya enggak pernah protes, mau gaji lambat kek atau gimana," kata dia.

Ia merasa beruntung, bekerja sebagai marbut bisa membuat ia mendapatkan pahala.

Meski gajinya tak besar, Sudarman mengaku kehidupannya selalu tercukupi, entah dari anak, tetangga, warung sederhana yang dimilikinya, dan lainnya.

Artikel ini diolah dari Kompas.com.

(Tribunjabar.id/Rheina) (Kompas.com/Shinta Dwi Ayu)

Baca berita Tribunjabar.id lainnya di Google News.

Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved