Berita Viral

Kisah Rojai Lulusan Aliyah Petani Sukses di Cirebon, "Modal" Feses & Urine Sapi, Bangun Laboratorium

Begini kisah Rojai petani lulusan SMA yang kini sukses, modal feses dan urine sapi.

|
Kompas
Rojai menunjukan urin sapi di dalam gentong di kandang ternaknya di tengah area persawahan di Desa Tegalkarang Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, Rabu (13/3/2024) siang. Kotoran urin sapi yang baru keluar ini akan difermentasi lalu dibuat pupuk organik cair.(MUHAMAD SYAHRI ROMDHON/ Kompas.com) 

TRIBUNJABAR.ID - Begini kisah Rojai petani lulusan SMA yang kini sukses, modal feses dan urine sapi.

Setiap harinya, Rojai sibuk menyeroki kotoran dari 10 ekor sapi yang ia pelihara di kandangnya.

Rojak menumpuk 'panen feses sapi', sebelum kemudian menyemprotkan cairan probiotik hasil buatannya sendiri menggunakan bakteri dari rumen ke atas tumpukan kotoran tadi.

Baca juga: Viral Pengendara Motor vs Sekuriti Ribut di Setiabudi, Diduga Tak Terima Ditegur dan Semprot Cairan

Sekedar informasi, rumen adalah lambung sapi yang telah dipotong dan menyimpan zat bakteri aktif untuk proses fermentasi.

Selain kotoran padat, Rojai mengumpulkan juga urin sapi yang kemudian dimasukkan ke dalam gentong.

Kemudian ia menyampurkan beberapa zat aktif untuk proses fermentasi selama sekitar satu pekan.

Ketika urin tak lagi panas, Rojai siap untuk menyemprotkan urin ke tanaman padi dan juga palawijaya lainnya.

Tak rasakan pupuk langka

Kondisi pupuk bersubsidi yang sulit didapat lantaran pembatasan alokasi, membuat banyak petani merana.

Namun tidak dengan Rojai. Pria 47 tahun itu adalah asal Desa Tegal Karang, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang telah lama berinovasi membuat pupuk organik padat dan cair dari kotoran sapi.

Aktivitas pengolahan kotoran sapi, feses menjadi Pupuk Organik Padat (POD) dan urin menjadi Pupuk Organik Cair (POC), sudah dilakukan Rojai sejak tahun 2017.

Sejak konsisten menggunakan hasil karyanya ini, Rojai tak lagi bergantung pada pupuk dan pestisida kimia.

Bahkan, dia mendirikan labolatorium untuk menciptakan zak aktif pengendali hayati. Dengan hasil karyanya ini, Rojai dan sejumlah petani dala Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Makmur malah mampu meraup keuntungan.

Rojai mengaku upaya ini telah ia tempuh karena sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi.

Rojai hanya mendapatkan jatah sekitar 70 kilogram dari yang seharusnya mencapai 100 kilogram lebih untuk satu hektar lahan pertanian. Hal yang sama juga dialami banyak petani lainnya, sehingga tanaman di lahan pertanian mereka tidak tumbuh secara maksimal.

Sumber: Kompas
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved