Tingkat Konsumsi Produk Kelapa Sawit Masih Rendah, Sosialisasi Harus Digencarkan Kepada Masyarakat

Kesadaran tingkat konsumsi produk berbasisminyak kelapa sawit berkelanjutan atau certified sustainable palm oil (CSPO) masih belum terbentuk. 

Penulis: Nappisah | Editor: Siti Fatimah
kompas
Ilustrasi Kelapa sawit 

 TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Penggunaan atau pembelian produk berbasis minyak kelapa sawit berkelanjutan di kota-kota besar dinilai bukan sebagai hal yang memberatkan.

Kepala Bidang Industri Logam, Mesin, Alat Transformasi dan Elektronika (Ilmate) Disperindag Jawa Barat, Meidy Mahardani, mengatakan, kesadaran tingkat konsumsi produk berbasisminyak kelapa sawit berkelanjutan atau certified sustainable palm oil (CSPO) masih belum terbentuk. 

“Awarenessnya belum ada, meski potensinya besar,” ujarnya, pada talkshow Disperindag dan WWF Indonesia di One Eighty Coffee and Music, Sabtu (20/1). 

Baca juga: Untuk Kesejahteraan Rakyat, Menko Airlangga: Industri Kelapa Sawit Harus Diiringi Sustainability

Ia menyebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus menggenjot masyarakat menjadi konsumen yang cerdas. 

“Sosialisasi kepada konsumen terus digencarkan. Agar dapat memilih barang dengan bijak, bukan yang dia mau tapi yang dibutuhkan,” tuturnya. 

Menurutnya, CSPO dapat meningkat dengan menyediakan pasar dan membuka jalur kedutaan di luar negeri. 

“Harus ada kampanye khusus untuk menyadarkan masyarakat dampak dari sosial dan lingkungannya,” imbuhnya. 

Sementara itu, Sustainable Palm Oil Leader WWF Indonesia, Angga Prathama Putra, mengatakan, pengolahan sawit di Jawa Barat harus dipastikan suistanable terhadap sosial dan ekonomi. 

Talkshow Disperindag dan WWF Indonesia di One Eighty Coffee and Music, Sabtu (20/1).
Talkshow Disperindag dan WWF Indonesia di One Eighty Coffee and Music, Sabtu (20/1). ()

“Dampak komoditas berkelanjutan di perkotaan seperti Bandung, berkontribusi menjaga hutan di Indonesia,” ujarnya. 

Kontribusi tersebut dapat diperoleh dengan membeli produk ekolabel, meski harganya di atas rata-rata penjualan di pasar. 

“Itu dapat membangkitkan ekonomi lokal kita, dengan optimalisasi hilir ke hulunya,” tuturnya. 

Angga mengatakan, produk ekolabel yang diproduksi di Indonesia untuk dikirimkan ke Eropa, sehingga produk tersebut di Tanah Aiar tidak mudah ditemui. 

“Kenapa kita dapat produk yang kurang bagus, karena rata-rata masyarakat cenderung tidak mau produk yang lebih mahal sedikit dan memburu produk dengan harga yang murah,” kata Angga. 

Baca juga: Tandan Kosong Kelapa Sawit Miliki Potensi Tinggi Sebagai Bahan Baku Kertas untuk Substitusi Impor

Adapun serapan CSPO tersertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di Indonesia hanya sebesar 2 persen dari konsumsi domestik (total konsumsi domestik sekitar 18 juta ton CPO). 

Angka tersebut jauh di bawah Malaysia yang penyerapannya berkisar di persentase 9-10?ri konsumsi domestik dan Malaysia sendiri adalah negara kedua terbesar produsen kelapa sawit.

Pegiat Gerakan Zero Waste Adventure, Siska Nirmala, menuturkan, masyarakat belum mengetahui keberadaan produk-produk kelapa sawit dan komoditas berkelanjutan lainnya yang beredar di pasaran.

“Harus secara bertahap memakai produk komoditas berkelanjutan. Sehingga dengan demikian, dapat berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan di Indonesia dan menahan laju perubahan iklim dan pencegahan deforestasi,” katanya. 

Siska menambahkan, produk turunan kelapa sawit dan komoditas berkelanjutan lainnya harus gencar disosialisasikan. Agar masyarakat mempunyai pilihan yang variatif. 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved