Pemerintah Daerah Diusulkan Hapus BBN 2 dan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor, Ini Alasannya

Tim Pembina Samsat Tingkat Nasional membahas penghapusan data registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Tribun Jabar/Muhamad Syarif Abdussalam
Kakorlantas Polri, Irjen Pol Aan Suhanan, saat memberikan keterangan di The Trans Luxury Hotel Bandung, Kamis (11/1/2024). 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Tim Pembina Samsat Tingkat Nasional yang terdiri atas Kakorlantas Polri, Kementerian Dalam Negeri, dan Jasa Raharja membahas penghapusan data registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.

Pembahasan itu dilaksanakan dalam Rapat Koordinasi Pembina Samsat Tingkat Nasional di The Trans Luxury Hotel Bandung, Kamis (11/1/2024).

Kakorlantas Polri, Irjen Pol Aan Suhanan, mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk memperbaiki dan memperbaharui berbagai kegiatan kesamsatan, termasuk untuk menyamakan visi dan persepsi tentang kegiatan-kegiatan kesamsatan.

Aan mengatakan, satu di antara yang  menjadi pembahasan dalam rakor ini adalah terkait dengan Pasal 74 UU Lalu Lintas tentang penghapusan data kendaraan bermotor.

Pihaknya pun mengusulkan kepada pemerintah untuk penghapusan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN 2).

“Kepatuhan masyarakat menjadi menurun karena dia harus mengeluarkan cost (biaya) ketika membeli mobil second, mau balik nama, akhirnya dia tidak mau balik nama, menggunakan KTP orang yang pembeli pertama. Di samping tingkat kepatuhan juga menurun, juga data kita jadi kurang valid," tutur Aan di sela kegiatan tersebut.

Selain BBN 2, kata Aan, pihaknya juga mengusulkan untuk penghapusan pajak progresif. Sebab, kebijakan ini tidak berdampak pada pengurangan jumlah kendaraan.

Baca juga: 12 Ribu Kendaraan Nunggak Pajak di Subang Manfaatkan Program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor

"Ini awalnya cukup baik penerapan kebijakan progresif. Namun pada pelaksanaannya yang tadinya ingin mengurangi jumlah kendaraan di kita sehingga mengurangi kendaraan yang mobilisasi di jalan ternyata ini tidak berdampak ke situ. Dampaknya malah kepada penggunaan identitas orang lain atau menggunakan nama perusahaan," katanya.

Aan mengatakan akhirnya tingkat kepatuhan dari masyarakat menjadi tidak maksimal. Kemudian, dari segi data juga menjadi tidak akurat karena banyak data di masih menggunakan data dan alamat pembeli pertama.

Aan mengatakan, berdasarkan data Jasa Raharja, dalam kesepakatan Samsat Nasional ini diusulkan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat.

"Kita tahun 2023 kepatuhan masyarakat ini ada 77 persen, ini kita akan sama-sama meningkatkan ini menjadai 81 persen. Demikian juga di daftar ulang, jadi di tahun 2023 ini hanya 16,5 persen nanti akan dinaikan komposisinya menjadi 17 persen," jelasnya.

Menurutnya, dengan adanya kesepakatan ini, akan berdampak pada kewajiban dari pemilik kendaraan yang harus melakukan pelunasan dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas di jalan.

Baca juga: Pajak Hiburan Naik Jadi 40 Persen Bapenda Pangandaran Sebut Pendapatan Melesat, Pajak Resto Tetap

"Jadi di Samsat itu ada tiga pelayanan yang dilaksanakan. Pertama pengesahan STNK, perpanjangan STNK, kemudian ada pajak kendaraan bermotor, ada sumbangan wajib dana kecekalaan lalu lintas yang dilakukan oleh Jasa Raharja, Dispenda, itu dijadikan satu, menjadi satu atap, satu pelayanan sehingga birokrasinya di potong di situ," katanya.

Dirregident Korlantas Polri, Brigjen Pol Yusri Yunus, mengatakan Tim Pembina Samsat berjalan sangat efektif dengan beberapa inovasi dari evaluasi tentang kepatuhan masyarakat terhadap pembayaran pajak hanya 39 persen sejak tahun 2022.

"Ternyata masalah kepatuhan 61 persen hasil hitungan pada saat itu, kurang lebih Rp 200 triliun uang negara yang terhambat masuk," katanya.

Berdasarkan hasil evaluasi, kata Yusri, ternyata masalahnya adalah memang orang Indonesia senang dengan kendaraan bekas. Sehingga, pihaknya pun mengusulkan bagaimana BBN 2 ini dihapuskan.

"Kenapa kita ngotot ingin biaya BBN dihapus karena terus terang saja kita menegakkan hukum dengan teknologi sekarang ada yang namanya tilang elektronik. Yang terjadi adalah selama ini kendaraan pelanggar yang ter-capture ternyata salah alamat karena belum balik nama," ujarnya.

Menurutnya, alasan masyarakat tidak mau balik nama karena berbagai macam alasan, salah satunya karena biaya yang cukup mahal.

"Jadi masyarakat nunggu pas pemutihan padahal itu bukan solusi yang baik. Nah dari tahun 2022-2023 itu ada kenaikan dari 39 persen jadi 51 persen jadi masih ada 49 persen masyarakat yang belum patuh. Dengan biaya balik nama 0 BBN 0, yakin pasti masyarakat mau balik nama. Ini yang akan kita bahasa dalam rakor termasuk kepatuhan," katanya.

Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin mengatakan dalam sambutannya, sebagai garda terdepan dalam mengelola pajak kendaraan, Samsat memiliki peran krusial dalam mendukung keuangan daerah dan pembangunan nasional.

Baca juga: Samsat Digital Mandiri Inovasi Pemprov Jabar, Memudahkan Pembayaran Pajak, Jadi Percontohan Nasional

"Melihat berbagai tantangan dalam kondisi saat ini, saya meyakini bahwa kerja sama dan sinergi antar daerah sangatlah penting. Kita perlu bersama-sama menciptakan inovasi dalam sistem pembinaan Samsat, meningkatkan efisiensi, serta memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat," katanya.

Peningkatan pendapatan daerah melalui Samsat, ujarnya, bukan hanya sebagai tujuan, namun juga sebagai indikator keberhasilan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved