Debat Capres 2024

Debat Capres Perdana, Langsung Terjadi Saling Serang, Masyarakat Justru Bilang Tidak Seru

Tak seperti yang diduga sebelumnya, debat perdana calon presiden (capres) di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam berlangsung panas.

Editor: Giri
WartaKota/Yulianto
Gaya busana para pasangan calon presiden dan wakil presiden di debat perdana yang berlangsung Rabu (12/12/2023) malam. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Tak seperti yang diduga sebelumnya, debat perdana calon presiden (capres) di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam berlangsung panas.

Para calon presiden saling serang sejak awal. Capres 01 Anies Baswedan dan calon 02 Prabowo Subianto bahkan saling "buka kartu" dengan sengit.  

Prabowo bahkan sampai dua kali 'mengeluarkan' jurus-jurus pencak silatnya saat membalas 'serangan' Anies.

Di barisan kursi penonton, para pendukung masing-masing pasangan calon berteriak memberikan dukungan. 

Debat capres, semalam, mengangkat tema 'Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, dan Penguatan Demokrasi'. 

Debat dipandu dua moderator, Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel dari TVRI.

Sebelas panelis datang lengkap, namun hanya diam menjadi saksi karena pertanyaan-pertanyaan yang mereka buat dibacakan moderator, dan panelis sama sekali tak boleh ikut menanggapi atau memberikan pertanyaan lanjutan.

Suasana debat memanas saat Prabowo merespons jawaban Anies atas pertanyaan terkait rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik. Suara Prabowo sedikit meninggi.

“Mas Anies dipilih jadi Gubernur DKI menghadapi pemerintah yang berkuasa. Saya yang mengusung Bapak. Kalau demokrasi kita tidak berjalan, tidak mungkin Anda jadi gubernur,” kata Prabowo.

Prabowo juga menegaskan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak otoriter. Baginya, pemerintah masih menjamin berjalannya proses demokrasi sampai saat ini.

Baca juga: Warga Manggahang Baleendah Puas Nonton Debat Capres Pertama, Jadi Paham Gagasan Para Calon

Sebab, saat Pilgub DKI Jakarta 2017 berlangsung, Gerindra adalah partai politik (parpol) oposisi pemerintah. 

“Kalau Jokowi diktator, Anda tidak mungkin jadi gubernur,” ujar Prabowo. 

Prabowo lantas bercerita tentang apa yang dilakukan Anies saat hendak mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta, dulu.

“Saya waktu itu oposisi Mas Anies, Anda ke rumah saya. Kita oposisi, Anda terpilih,” kata Prabowo.

Dalam jawabannya, Anies membeberkan bahwa soal proses demokrasi berkaitan dengan tiga poin, yakni kebebasan berbicara, partai oposisi yang bebas mengkritik pemerintah, dan proses Pemilu yang netral dan transparan.

Anies mengatakan, baik pemerintah yang berkuasa maupun oposisi sama terhormatnya. Namun, Prabowo, kata Anies, tak kuat menjadi oposisi pemerintahan Jokowi. 

“Sayangnya tidak semua orang tahan untuk menjadi oposisi. Seperti disampaikan Pak Prabowo, Pak Prabowo tidak tahan untuk menjadi oposisi. Apa yang terjadi? Beliau sendiri menyampaikan bahwa tidak berada dalam kekuasaan membuat tidak bisa berbisnis, tidak bisa berusaha, karena itu harus berada dalam kekuasaan,” kata Anies.

Anies lantas menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa kekuasaan terkait dengan mandat yang diberikan masyarakat. 

“Kekuasaan lebih dari soal bisnis, kekuasaan lebih dari soal uang, kekuasaan adalah soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat,” ujarnya.

Baca juga: Ketua TKD Jabar Timnas AMIN Optimistis Elektabilitas Naik Setelah Debat Capres-Cawapres Pertama

Mendengar itu, Prabowo sempat terlihat hendak menjawabnya. Namun, urung karena dilarang oleh moderator.

Calon nomor urut 03, Ganjar Pranowo mengatakan capres nomor urut 01 Anies Baswedan dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto tengah membuka kartu masing-masing.

“Saya jadi tidak enak ini Mbak hari ini. Mohon maaf, saya tidak enak, karena dua kawan saya lagi nagih janji dan buka buku lama,” ujar Ganjar. 

Meski merasa tak enak, tak urung Ganjar juga sangat tajam saat menyerang kedua calon lawannya.

Tanpa ragu, ia bahkan langsung menyinggung lagi soal penegakkan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu. Menurutnya, Prabowo tidak tegas saat ditanya mengenai hal itu.

Saling serang dan saling sindir antara ketiga capres juga terjadi pada topik-topik yang lain. Mulai dari kasus Kanjuruhan, soal etika bernegara, bahkan soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial terkait batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden.

Respons warga

Sejumlah warga yang ditemui Tribun semalam, memberikan respons berbeda terhadap debat semalam. Ginanjar (32), warga Desa Sabandar, Kecamatan Karangtengah, Cianjur, mengungkapkan suasana debat semalam kurang meriah dan jauh dari suasana musim Pemilu.

"Tidak hanya tidak seperti musim pemilu, bahkan tadi saya melihat pelaksanaan debat capres kurang mengedukasi, dan terkesan seperti saling menjatuhkan satu sama lain," ujarnya.

Seharusnya, lanjut Ginanjar, pelaksanaan debat capres lebih mencerminkan calon pemimpin yang sesuai keinginan masyarakat. Sehingga tidak ambigu untuk memilih calon pemimpin di masa mendatang. 

Baca juga: Hadiri Debat Perdana, Gaya Busana Ganjar-Mahfud Paling Nyentrik, Ada Tulisan Sat Set dan Tas Tes

"Tadi debatnya terkesan monoton, seharusnya dalam pelaksanaannya harus lebih menampilkan sosok negarawan yang diharapkan masyarakat," katanya.  

Hendi Mahendra (26), mengatakan hal senada. Warga Kecamatan Cianjur ini menilai pelaksanaan debat kurang menarik.

"Saya malas nonton acara debat Capres kalau saya lebih baik memilih nongkrong, atau main game. Karena debatnya tidak ada kemajuan. Seharusnya gagasan dari masing-masing capres itu yang ditonjolkan, jangan terkesan saling menjatuhkan," ujarnya. 

Berbeda dengan keduanya, warga Kampung Cimuncang, Kelurahan Manggahang, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Deni Sarifudin (44) justru sangat puas melihat debat semalam.

"Ini baru pertama, tapi masyarakat bisa mengetahui gagasan para calon," ujarnya.

Menurut Deni, ketiga calon sudah terlihat apa gagasannya, bagaimana pengetahuannya, meski baru debat pertama. 

"Apalagi, di sesi berikutnya, pasti warga bisa lebih mengetahui bagaimana gagasan para calon ini," ujarnya.

Daba Tabrani (65), warga Karangpawitan, Garut, mengkritisi debat semalam yang tidak melibatkan langsung para panelis.

"Harusnya langsung panelis yang ngomong, tidak usah pakai kotak, kan mereka profesor, doktor, tapi kenapa cuma ambil dari kotak, ini saya kritisi KPU ya," ujarnya.

Seharusnya, ujar Daba, panelis diberi kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan ketiga capres tersebut, sehingga masyarakat bisa menilai kualitas dari ketiga capres.

"Tapi secara umum tetap menarik ya, ada saling serang di antara ketiga capres," ujarnya. (tribunnetwork/abdul madjid/fauzi noviandi/sidqi al ghifari/lutfi am/kompas.com) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved