Konflik Palestina vs Israel
Hamas dan Israel Setuju Gencatan Senjata 4 Hari, 6.800 Orang Masih Hilang Diduga Terkubur Reruntuhan
Jumlah tersebut belum termasuk korban tewas di Tepi Barat, yakni sebanyak 219 orang dan lebih dari 2.750 korban luka.
TRIBUNJABAR.ID, GAZA - Israel dan Hamas setuju melakukan gencatan senjata selama empat hari, setelah eskalasi militer meningkat sejak 7 Oktober 2023.
Hingga 21 November 2023, setidaknya 14.100 warga Gaza, termasuk anak-anak dan perempuan, tewas akibat serangan Israel.
Sebanyak 33.000 orang terluka, dan 6.800 lainnya masih hilang terkubur reruntuhan atau hancur dihantam roket.
Jumlah tersebut belum termasuk korban tewas di Tepi Barat, yakni sebanyak 219 orang dan lebih dari 2.750 korban luka.
Perjanjian gencatan senjata sementara tercapai setelah upaya mediasi panjang yang melibatkan Qatar, Mesir, dan AS.
"Waktu mulai jeda akan diumumkan dalam 24 jam ke depan dan berlangsung selama empat hari, dapat diperpanjang," ujar Kementerian Luar Negeri Qatar dalam pernyataannya, Rabu (22/11), seperti dikutip dari Al Arabiya.
Dalam perjanjian disepakati, Hamas akan membebaskan 50 perempuan dan anak-anak yang mereka tawan di Gaza sebagai ganti pembebasan 150 perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Israel mengatakan pihaknya bersedia memperpanjang periode gencatan senjata selama empat hari, dengan penambahan satu hari untuk setiap 10 sandera tambahan yang dibebaskan Hamas.
Namun, tak tak disebutkan apakah Israel juga akan membebaskan tahanan Palestina tambahan jika gencatan senjata diperpanjang.
Selama masa jeda juga disepakati ratusan truk bantuan kemanusiaan, termasuk pasokan medis dan bahan bakar, akan diizinkan masuk ke Gaza.
Pesawat tak berawak di Gaza selatan juga disepakati akan berhenti menyerang selama empat hari.
Tak hanya itu, pesawat tak berawak juga akan berhenti di utara selama enam jam per hari. Israel juga berkomitmen untuk tidak menyerang atau menangkap siapapun di seluruh wilayah Jalur Gaza selama masa jeda, termasuk menjamin kebebasan bergerak di sepanjang Jalan Salah al-Din.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan gencatan senjata bukan berarti perang telah berakhir. Ia justru menyinggung adanya kemungkinan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan kembali menekan Gaza setelah jeda selesai.
Peneliti senior di Institut Timur Tengah Universitas Nasional Singapura, James Dorsey, menilai gencatan senjata sementara hanyalah langkah pertama dalam proses negosiasi yang sulit ke depannya. Dorsey mengatakan, perdamaian abadi di Jalur Gaza masih jauh dari harapan.
“Kesepakatan ini memberitahu Anda betapa sulitnya hal-hal yang akan terjadi di masa depan. Begitu kita sampai pada pertanyaan tentang pembebasan personel militer Israel yang ditawan oleh Hamas, negosiasi ini akan menjadi jauh lebih sulit," kata Dorsey. “Menurut saya, Perdana Menteri Israel Netanyahu sedang terjebak. Di satu sisi tekanan dari dalam negeri–yang menginginkan para sandera dibebaskan dan menginginkan mereka dibebaskan sekarang–dan, di sisi lain, tekanan AS untuk mengizinkan gencatan senjata," sambungnya.
Perkembangan Positif
Direktur Human Right Watch (HRW) untuk Israel dan Palestina, Omar Shakir, menyambut gembira tercapaikan kesepakatan gencatan senjata ini. Ia mengatakan, penyanderaan dan pemblokiran bantuan kemanusiaan memang harus dihentikan. Namun, ujarnya, manusia bukanlah alat tawar-menawar.
"Gencatan senjata atau tidak, serangan melanggar hukum harus dihentikan untuk selamanya,"ujarnya dikutip dari Al Jazeera.
Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, juga menyambut baik perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas. Biden berterima kasih kepada Qatar dan Mesir atas upaya mereka mencapai kesepakatan.
"Saya sangat bersyukur bahwa beberapa dari jiwa-jiwa pemberani ini (sandera), yang telah mengalami penawanan dan cobaan, akan dipertemukan kembali dengan keluarga setelah kesepakatan gencatan senjata dilaksanakan sepenuhnya," ujarnya.
Pemimpin Senat AS, Chuck Schummer, juga menyampaikan tanggapannya atas kesepakatan perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas. Schummer mengaku senang dan lega 50 tawanan akan segera bebas dan kembali ke keluarga mereka.
Ia pun menyinggung soal jeda pertempuran yang memungkinkan mengalirkan bantuan kemanusiaan ke Gaza bagi jutaan warga Palestina.
"Ini merupakan perkembangan positif," kata Schummer.
Seorang pejabat senior AS mengatakan, sandera yang dibebaskan akan mencakup tiga orang Amerika, termasuk seorang anak berusia tiga tahun.
Menurutnya, pembebasan sandera pertama diperkirakan terjadi pada Kamis (23/11) pagi, dan jumlah sandera yang dibebaskan bisa bertambah.
"Kesepakatan tersebut pada akhirnya disusun untuk memberikan insentif bagi pembebasan yang berusia di atas 50 tahun," kata pejabat senior tersebut, Rabu, dilansir The Guardian.
Ia menambahkan, perjanjian itu sekarang disusun untuk perempuan dan anak-anak pada tahap pertama, tetapi dengan harapan untuk pembebasan lebih lanjut. (tribunnetwork/pravitri retno/andari wulan)
50 Tawanan Hamas Akan Ditukar 150 Warga Palestina yang Jadi Tawanan Israel selama Gencatan Senjata |
![]() |
---|
RS Indonesia di Palestina Dihantam Artileri Israel, 12 Orang Tewas |
![]() |
---|
75 Persen Korban Tewas di Jalur Gaza adalah Anak-anak dan Perempuan, 41 Jurnalis Juga Terbunuh |
![]() |
---|
3 WNI di Gaza Hilang Kontak dengan Pemerintah setelah RS Indonesia Diserang |
![]() |
---|
Otoritas Palestina Harus Memerintah di Gaza dan Tepi Barat jika Perang Hamas vs Israel Selesai |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.