SOSOK Almas Tsaqibbirru, Mahasiswa di Balik Gugatan Batas Usia Minimal Capres dan Cawapres

Almas Tsaibbbirru Re A seorang mahasiswa Universitas Surakarta mendadak jadi pusat perhatian.

|
Editor: Ravianto
Andreas Chris/Tribun Solo
Almas Tsaqibbbirru Re A seorang Mahasiswa Universitas Surakarta yang gugat aturan terkait syarat usia Capres-Cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK), saat ditemui di kawasan Manahan Solo, Senin (16/10/2023). (Andreas Chris/Tribun Solo) 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang pembacaan putusan terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku etik hakim, pada Selasa (7/11/2023) hari ini.

Putusan ini mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas minimal usia Capres-Cawapres.

Ketua Sekretariat MKMK Fajar Laksono mengatakan, sidang pembacaan putusan bakal digelar pukul 16.00 WIB sore.

"Sidang Pleno Pengucapan Putusan MKMK terhadap dugaan kode etik dan perilaku hakim konstitusi mengenai putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentan g Pemilihan Umun akan digelar pada Selasa (7/11), mulai pukul 16.00 WIB," kata Fajar, dalam keterangan, Selasa (7/11/2023).

Sidang tersebut rencananya akan digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung I gedung MKRI.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie. (TRIBUNNEWS/SENO TRI SULISTIYONO)

Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.

Lalu siapa Almas?

Almas Tsaqibbbirru Re A seorang mahasiswa Universitas Surakarta mendadak jadi pusat perhatian.

Baca juga: Hari Ini Putusan Sidang MKMK, TKN Prabowo-Gibran: Kalau Salah yang Tinggal Sanksi Saja

Ia adalah sosok di balik gugatan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres.

Usai putusan tersebut, kini seorang Warga Negara Indonesia meski belum berusia 40 tahun namun pernah memimpin sebagai kepala daerah boleh mendaftar sebagai capres/cawapres.

Hal ini berpotensi merubah peta politik jelang Pemilu 2024.

Almas rupanya punya pengetahuan di bidang hukum yang mumpuni.

Almas ternyata merupakan putra Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.

Hal itu diungkap sendiri oleh Almas dikutip dari Tribunsolo.com, Senin (16/10/2023).

"(Putra Pak Boyamin) yang pertama," ujar Almas.

Almas juga mengatakan sosok mahasiswa UNS yang juga mengajukan gugatan syarat usia Capres-Cawapres bernama Arkaan Wahyu merupakan adiknya.

"Iya adik saya. Iya kebetulan adik saya ini mahasiswa UNS," sambungnya.

Pemuda kelahiran 16 Mei 2000 tersebut merupakan anak pertama Boyamin dari lima bersaudara.

Ia sendiri merupakan anak sulung dari Boyamin, sementara Arkaan merupakan putra kedua Koordinator MAKI.

Almas menambahkan bahwa sang ayah merupakan lulusan Fakultas Hukum UMS.

Namun ia tidak mengetahui secara pasti tahun berapa sang ayah mulai duduk di bangku kuliah.

Ayah Almas, Boyamin diketahui menjadi whistle blower sejumlah kasus korupsi besar, di antaranya kasus ekspor CPO dan kelangkaan minyak goreng, kasus dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe, serta kasus dugaan pungli pejabat Kemenkumham.

MKMK Diingatkan Kasus Aqil Mochtar

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi(MKMK) bakal memutus etik para hakim konstitusi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK)perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas Tsaqibbirru, Selasa(7/11/2023).

Terkait hal tersebut Pakar Hukum Universitas Kristen Indonesia(UKI) Sangap Surbakti mengingatkan bahwa substansi tugas dan keberadaan MKMK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie hanya menyangkut etika dan perilaku hakim.

"Sekali lagi saya ingatkan, putusan MK itu final dan mengikat sebagaimana yang tertuang dalam UU No 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Jadi, Prof Jimly jangan mengurusi hal yang tidak substansi atas MKMK itu," kata Sangap dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Senin(6/11/2023).

Dia pun mencontohkan, kasus yang dialami oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar yang dipecat akibat perkara tindak pidana korupsi. 

"Apakah ketika Pak Akil dipecat karena perkaranya itu lantas putusan perkara yang dia tangani batal atau disidang ulang? Kan tidak. Sepengetahuan saya sampai hari ini putusan itu tetap berlaku," ujarnya.

Ketua Pengurus Pusat (PP) Jaringan Nasional Aktivis 98 ini juga menyoroti soal pernyataan Jimly yang menyebut putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dapat dibatalkan oleh MKMK.

Pernyataan Jimly tersebut ternyata memantik keresahan tersendiri.

Seharusnya, sambung Sangap, Jimly tidak bergenit ria apalagi melakukan manuver politik melalui pernyataannya.

Profesor sekaliber Jimly, lanjut Sangap, seharusnya meletakan permasalahan sesuai dengan kadar hukum yang berlaku.

"Jadi begini, MKMK inikan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, jadi dia (Jimly) berbicara soal bagaimana Mahkamah ke depannya saja. Bukan mencampuri keberlakuan putusan yang telah diambil," ucapnya.

"Saya jadi apatis terhadap keberadaan MKMK yang dipimpin Jimly ini," tambah Sangap.(Willy Widianto/Tribunnews/Tribun Solo)

Sumber: Tribun Solo
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved